Aku mengerjabkan mata perlahan, merasa sedikit pusing di kepala, mungkin akibat terlalu lama menangis, atau karena melewatkan sarapan dan juga makan siang. Kusibak selimut yang menutupi tubuh dan berusaha bangkit seraya melirik jam di atas nakas yang menunjukkan pukul dua siang. Aku tak tahu sudah berapa lama tertidur di kamar besar milik Tuan Max dan mengabaikan panggilannya. Terserah jika kali ini ia akan murka dan memecatku. Aku benar-benar butuh menyendiri untuk menenangkan hatiku. Bodoh! Aku bersikap seperti seorang perawan yang dirampas kehormatannya, padahal nyatanya akulah yang menyerahkan dengan sukarela pada pria itu. Suara ketukan pelan terdengar sebelum pintu didorong perlahan. Seketika aku menoleh waspada, meski aku tahu Tuan Max tak akan mau repot-repot mengetuk pintu. "A