"Ta, sudahkah kita hentikan acara peluk memeluk ini? Aku lapar," ucap Arthur diikuti cengiran kudanya.
"Ah, iya Tata lupa masak. Tunggu disini Tata mau ambil dulu."
"Tak usah cukup lepaskan saja pelukan mu, lalu duduklah di sampingku aku akan memanggil maid ke sini."
Tabitha pun akhirnya melepaskan pelukannya pada Arthur dan duduk tepat di sebelah Arthur. Arthur segera mengambil ponselnya dan tak lama berselang pintu terbuka. Tabitha sedikit kaget karena sepengetahuannya Arthur sudah mengunci pintu kamarnya.
Di tengah keterkejutan Tabitha seorang maid membawa beberapa makanan dan mempersilakan Tabitha dan Arthur untuk menikmati hidangannya. Tabitha masih bingung dengan apa yang terjadi disini. "Kau tak usah bingung, aku tau kau sedang memikirkan dari mana datangnya maid-maid itu kan? Dan mengapa pintunya bisa dibuka?" tebak Arthur yang diikuti anggukan Tabitha.
"Aku sudah mengatur semua kegiatan di mansion ini. Jadi apapun bisa aku lakukan dan aku liat dari ponselku saja."
"Fantastic," ujar Tabitha.
"Sudahlah jangan memikirkan hal itu cepat makan. Lalu kita tidur."
"Okey tapi tetap om Arthur harus tidur di kamar sebelah."
"Baiklah."
Mereka pun menikmati hidangan yang disajikan oleh maid itu hingga dia pun menghabiskan porsinya. Setelah dirasa kenyang ia kembali memposisikan badannya untuk bersandar di tubuh Arthur. Karena merasa tak ada penolakan ia pun semakin merasa nyaman. Dan ia pun tertidur.
"Maafkan aku Ta, Handphone mu juga ku sadap," ujar Arthur sembari menggendong Tabitha ala bridal style dan menurunkannya di kasurnya. Tak lupa ia pun menyelimuti tubuh Tata dan sesekali mengelus rambut Tabitha.
"Night my love." Arthur pun keluar dari kamar Tabitha.
***
Keesokannya Tabitha bangun terlambat sekarang pukul 8 pagi. Namun ia tak terlalu memikirkannya sebab ini adalah tanggal merah jadi ia tak berangkat sekolah. "Brian, Arthur? Kemana semua orang?" Tabitha melangkahkan kaki jenjangnya menuju dapur berharap ada Arthur atau Brian di sana.
"Nyonya muda, maaf tadi tuan sudah pergi sejam yang lalu," ucap salah satu maid.
"Oh iya. Tak usah panggil aku seperti itu siapa namamu?"
"Namaku Karin nyonya."
"Baiklah Karin terimakasih," ucap Tabitha.
Tabitha berjalan ke arah sofa dan menghidupkan TV ia langsung mencari acara kartun kesayangannya yaitu spongebob. “Karin, kemarilah aku ingin bicara!"
"Iya nyonya muda ada apa?"
"Tak usah panggil begitu panggil saja Tata."
"Tapi__"
"Tak apa kan tidak ada Arthur disini. Lagi pula kurasa kita seumuran. Berapa umurmu?"
"Saya 19 tahun T_ Tata."
"Ya ampun kau kakak ku ternyata. Baiklah apa kau sudah lama bekerja pada Arthur?"
"Ibuku sudah bekerja pada tuan sejak tuan masih berumur 6 bulan. Lalu aku sekolah dibiayai oleh Keluarga Tuan. Naas sekarang kedua orang tua Tuan sudah wafat."
"Jadi aku sudah tak memiliki mertua?
"Iya, aku putri dari Madam Rose maid senior yang mengurus keperluan Tuan di New York."
"Lalu kenapa kau disini? Dan mengapa kau tak membantu ibumu di sana?"
"Tuan meminta agar beberapa pelayan disini dulu. Karena ia tak ingin kau lelah."
"So sweet, " ujar Tabitha.
Di tengah perbincangan mereka Handphone Tata berbunyi.
My Sweet Devil
Ternyata ada panggilan dari suaminya. Ia pun mengangkat panggilan tersebut. “Halo om ada apa?"
"Ta, tolong kau ambilkan berkas ku di atas meja kerjaku."
"Oke."
"Ambil saja map biru. Lalu kau ke kantorku diantar oleh supir di depan"
"Iya iya… Ini juga udah mau ke atas."
"Oke take care," ucap Arthur.
"Yeah, you too."
Tabitha pun mematikan teleponnya. Dan bergegas ke ruang kerja Arthur ia memegang knop pintu lalu memutar nya. Ia berjalan ke arah meja kerjanya namun saat hendak mengambil map biru yang dimaksud oleh Arthur ia dikejutkan dengan pistol yang tiba-tiba terjatuh karena disenggol oleh lengan nya.
Ia menatap pistol itu namun ia tetap memaksa egonya untuk melihat pistol itu lebih dekat. Ia pun mengambil pistol tersebut. Ada sebuah ukiran di sana. 'Regnarok'. "Apa maksud dari ukiran ini? Akan ku tanyakan pada Arthur nanti."
Ia pun segera keluar dari ruang kerja Arthur dan segera bergegas keluar mansion nya ia pun pergi bersama supirnya dalam perjalanan Tabitha hanya berdiam karena pikiran nya berkecamuk, untuk apa Arthur menyimpan pistol itu? Dan apa makna dari Regnarok?
Tak berselang lama ia merasa dipanggil oleh supirnya. "Nyonya anda sudah sampai."
Tabitha hanya menganggukkan kepalanya dan keluar dari mobil itu, ia hanya berdiri memandang sebuah perusahaan yang menjulang tinggi dan di atasnya tertulis 'De Lavega Group'
Ia berjalan memasuki kantor suaminya tersebut dan mendekati receptionist. "Mba ruangan dari CEO disini dimana yah?"
"Maaf dek sudah ada janji dengan bos?"
"Hmm, belum."
"Maaf bos akan ada meeting lima menit lagi jadi beliau tidak bisa diganggu lebih baik adek keluar saja yah."
"Tapi saya istrinya."
"Dek, jangan halu. Tak mungkin seorang CEO besar seperti seorang Arthur De Lavega memiliki istri bau kencur seperti kamu. Lebih baik kamu pergi atau saya panggil security sekarang!"
“Maaf ya mba. Saya nggak lagi halu dan saya benar-benar istri CEO disini."
"Ternyata bukan cuman halu yah kamu juga pendrama!"
"Saya bukan pendrama," ucap Tata bergetar karena di bentak.
"Security!! Seret bocah tengik ini keluar!!"
Dua orang bertubuh besar menarik kedua lengan Tabitha. Ia hanya bisa menangis dipermalukan seperti ini. Lagi, ia tak pernah dibentak oleh siapapun karena itu ia selalu menangis jika dibentak oleh orang lain. Tata berusaha melepaskan dirinya.
"Keluar kamu penghalu, kamu pikir saya akan percaya sama kamu. Dasar jalang!!!"
Tabitha hancur saat dirinya dikatai jalang di depan publik seperti ini. Lagi miris ini adalah kantor suaminya sendiri. "Stop it!" Suara bariton menghentikan kegaduhan yang sedang terjadi. Tata mengenal suara itu ia langsung berlari dan menghambur ke pelukan Arthur.
"What happen?” ujar Arthur sembari melihat Tata yang seseggukan karena menangis di pelukannya.
"I wanna go home."
"Bos dia mengaku-aku sebagai istrimu."
"Kami sudah berusaha untuk mengusirnya. Tapi dia tetap keras kepala."
"Maafkan kami yang tak bisa menangani masalah kecil ini bos. Kami akan segera mengusir jalang ini."
Mendengar perkataan Mila darah Arthur mendidih seketika kala mendengar istrinya dicap sebagai jalang. "Enough Mila!!! She is my wife!! In here you are the bi*ch you know. Lihatlah dirimu sendiri, apa kau tak risih dengan pakaian seperti itu! Dan ya satu hal lagi. Mulai besok kau tak perlu kemari untuk bekerja, kau dipecat!"
Arthur menuntun Tabitha dengan tetap merangkul pundak Tabitha yang masih bergetar karena menangis. Ia memasuki lift dan tetap memeluk Tabitha. Sampai pada ruangannya.
"Duduklah aku akan meeting."
"Jangan pergi," ucap Tabitha sembari mencekal tangan Arthur.
"Tapi aku ada meeting mereka sudah menunggu ku," ujar Arthur sembari membenahi jasnya.
"Apa Om tega ninggalin Tata sendiri disini? Kalau ada orang yang dateng lagi terus ngomong kayak tadi di depan gimana?" tanya Tabitha hampir menangis.
Melihat istrinya akan menangis Arthur kembali duduk dan merangkul Tabitha. "Baiklah manja, aku akan disini."
Arthur menekan sesuatu dari kupingnya lalu mulai berbicara. "Brian, tangani meeting ku hari ini. Jika ada yang tak penting batalkan saja."
"Baiklah bos, sesuai perintah, siapa yang akan ku hadapi."
"Penanam saham dari London masalah hotel kita di Macau Mr. Adderson kau ingat?"
"Iya aku mengingat nya ada lagi bos?"
"Lakukan dengan benar."
"Sure."
Arthur pun mematikan sambungan telepon nya dan bangkit menuju meja kerjanya untuk mengambil beberapa map dan juga laptopnya. Ia pun kembali ke sofa dan duduk di sebelah Tabitha.
"Om, kenapa sibuk banget sih? Bukan nya jadi CEO tuh gampang ya?"
"Nggak semua yang terlihat mudah itu sebenarnya mudah Tabitha," ujar Arthur yang dibalas anggukan Tabitha. Ia kembali bersender di bahu Arthur lalu ia tertidur.
Setelah beberapa menit ia mengerjakan pekerjaannya ia mendapat kan pesan dari laptopnya.
Alexander :
“Bos kami sudah mecari tau tentang siswa yang bersama dengan nyonya muda kemarin. Dia adalah putra tunggal dari pembisnis di bidang property dia adalah Clark Adderson. Putra tunggal dari David Adderson. Dia salah satu siswa dari sekolah yang sama dengan nyonya muda.”
Arthur sedikit mengangkat bibirnya kala mendapati berita tentang pria yang mengganggu istrinya. Ternyata ia cukup kenal baik dengan ayah bocah tengil itu. "Baiklah kita lihat seberapa lama kau mengganggu gadis ku Mr. Adderson?" gumam Arthur angkuh sembari melihat ke arah Tabitha yang pulas tertidur di sampingnya.
*****
TO BE CONTINUE