Dea POV
"Will you marry me?" ucap Seno melamarku secara tiba-tiba saat kami tengah dinner di sebuah restoran. Aku sangat syok dan tak tahu harus berkata apa. Kedua mataku memanas dan sudah mulai di genangi oleh air mata.
"OMG Kak. Ini ngga becanda kan?" ucapku yang masih tak percaya Seno melamarku secara pribadi di depan umum. Akhirnya penantian ku selama 4 tahun menjalin hubungan dengan Seno perlahan mulai terlihat kemana tujuan kapal yang kami tumpangi akan berlabu.
"Ya serius donk sayang. Aku udah siapin jauh-jauh hari untuk acara istimewa ini. So, will you marry me?" ucapnya lagi. Tanpa berpikir ulang aku mengiyakan pertanyaan Seno. "Yes, I will." Jawabku dengan mantap.
Seno segera memasangkan cincin yang sangat indah di mataku. Sebuah cincin emas putih bermata satu melingkar cantik di jari manis ku. Aku yang terlalu haru hanya bisa menangis bahagia. Kak Seno memelukku dengan erat sambil mengusap punggungku mencoba menenangkan ku yang masih syok.
"I love you Dea Indira. Maaf harus menunggu lama untuk momen ini."
"Gpp Kak. Aku ngga sangka kakak akan melamar ku tiba-tiba, di depan umum pula."
"Itu karena kakak ngga mau kehilangan kamu yank." Kak Seno mengelap wajah ku yang basah karena air mata. Senyum bahagia tak henti luntur dari wajah ku. Beberapa pengunjung restoran bergantian menyalami kami berdua. Aku hanya berdoa semoga prosesi lamaran ini tak menjadi Viral di media sosial karena banyak sekali yang mengabadikan momen terindah pada malam itu.
"Selamat ya kalian atas engagementnya." Seru Cathrine yang muncul tiba-tiba dan membuat ku kaget. Aku sempat menangkap wajah kak Seno yang sepertinya tak suka dengan kehadiran Cathrine di sana, namun aku mengabaikannya. Aku tersenyum lebar ke arah Cath sahabatku. "Makasih ya Cath. Akhirnya gue di lamar juga." Seru ku sambil memperlihatkan sebuah cincin yang baru saja di pasang oleh kak Seno.
"Iya gue tahu. Dari tadi gue nyaksiin kalian tukeran cincin dari pojokan sana." Ucap Cath sambil menunjuk sebuah meja yang berada di sudut di bawah tangga.
"Ya ampun kenapa mesti ngumpet sih, Cath. Kayak apa aja pake ngumpet segala." Cathrine tertawa. "Ya siapa tahu gue ngga diterima hadir disini." Ucap Cath terdengar ambigu. "Eh btw gimana elo suka ngga konsep lamaran yang gue buat? Seno yang minta gue buatin konsep untuk lamaran malam ini." ucap Cath sambil menatap ke arah Seno.
"Iyakah sayang? Ya ampun kamu sweet banget sih Kak. Kakak tahu banget apa yang aku inginkan. Makasih ya sayang aku suka." Ucapku sambil memeluk lengan kak Seno. Sebuah ciuman lembuat mendarat di dahi ku membuat wajahku semakin memerah.
"Anything for you, Baby. Aku akan mewujudkan apapun yang bisa membuat mu senang."
"Ah... Jangan tatap aku kayak gitu donk yank. Meleleh nih aku."
Seno tertawa melihat kebaperan ku. Maklum aku tuh emang baperan anaknya. Paling ngga bisa kalo di kasih sesuatu hal yang kayak gini. Bawannya pasti baper. "Kita makan ya. Kalo udah dingin ngga enak." Ucap kak Seno sambil membimbingku untuk duduk kembali di kursi. Kak Seno duduk berhadapan dengan ku.
"Kalo gitu gue pamit ya. Kan acaranya udah sukses." Ucap Cath berpamitan.
"Loh kok pamit sih Cath? Elo ngga mau gabung sama kita makan malam bareng?" Cath tersenyum kearah ku. "Kagak lah. Masa iya gue jadi kacung disini. Malesin banget deh. Mending gue pulang." Ucap Cath sambil tertawa.
"Ya elah sampe segitunya. Lagian kak Seno ngga masalah kok kalo elo mau gabung. Iya kan sayang?" tanya ke kepada kak Seno yang sedari tadi tampak dingin terhadap Cathrine.
"Bener kata dia, kalo terus disini dia malah ganggu." Jawab kak Seno dingin membuat ku merasa tak enak hati dengan Cath. "Tuh kan gue bilang juga apa. Dah ya gue balik aja." Ucap Cath langsung pergi begitu saja dengan tergesa-gesa.
"Kakak ih kan kasian si Cath di gituin." Ucapku tak suka.
"Ya lagian mau ngapain juga dia disini. Udah cepet makan steaknya. Udah dingin ngga enak rasanya." Ucap kak Seno sambil menukar piring steak milik ku dengan miliknya yang sudah terpotong-potong. Aku tersenyum ke arahnya.
"Makasih sayang. Kamu selalu tahu apa yang aku suka." Seno tersenyum ke arah ku. Tak berselang lama ponsel kak Seno bergetar. Tampaknya ada sebuah pesan yang masuk. Ia membukanya lalu berpamitan kepada ku untuk menelpon. Aku mengiyakan saja.
***
"Lama banget sih telponannya?" ucapku sambil celingukan mencari keberadaan Seno. Lelah menunggu aku pun pergi ke kamar mandi untuk mencuci tangan dan mengecek kembali make up di wajah.
Setelah keluar dari toilet, kaki ku mendadak berhenti berjalan setelah mendengar suara Kak Seno yang sepertinya tengah bertengkar dengan seseorang. Ku coba dengarkan lebih dalam lagi sambil mengikuti arah suara berasal. Ternyata suara itu datang dari arah parkiran samping. Aku melongokkan kepala ku perlahan karena tak ingin kak Seno tahu kalau aku sedang memata-matainya. Ku lihat kak Seno tengah berdiri membelakangi ku.
Ia tengah berbicara dengan seseorang yang tak jelas siapa dia. Aku hanya bisa mendengar suara mereka yang berbisik-bisik. Karena terdorong rasa penasaran, aku putuskan untuk berjalan perlahan mendekati keduanya. Aku bersembunyi di balik sebuah mobil putih yang berada tepat di belakang tubuh Kak Seno. Aku berharap mereka tak menyadari keberadaan ku disini.
Dari jarak yang sedekat ini aku bisa mendengar apa saja yang tengah mereka bicarakan. Aku sangat terkejut saat tahu siapa lawan bicaranya. Ia adalah Cathrine sahabatku, orang yang menyiapkan acara lamaran ku dengan Kak Seno. Jantungku berdebar kencang. Ada hubungan apa sebenarnya antara Kak Seno dan Cathrine?
***
Kejadian malam itu semakin membuat ku bertanya-tanya. Aku mulai memperhatikan gerak gerik Kak Seno dan juga Cathrine. Aku jadi teringat sesuatu. Aku pernah bertanya kepada Cath tentang kekasih. Ia sempat mengatakan kalau tengah mendekati seorang pria yang sudah memiliki kekasih. Waktu itu aku tidak berpikiran apa-apa terhadapnya. Namun jika di sambungkan dengan sekarang, mengapa aku merasa pria yang di maksud oleh Cath adalah Kak Seno?
Big No!
Ku harap itu hanya perasaan jelek ku saja. Aku yakin Cath adalah wanita baik-baik. Cath adalah sahabat karib ku. Tak mungkin ia bermain api dan menusukku dari belakang. Aku percaya dengan Cath. Aku juga percaya dengan Kak Seno. Pria itu sudah membuktikan cintanya kepada ku dengan melamar ku di depan umum. Ia tak mungkin berkhianat, ucapku meyakini diriku sendiri.
Namun kenyataan yang ada di depan mata ternyata mengerikan. Dengan mata kepalaku sendiri aku menyaksikan perselingkuhan mereka. Seno dan Cath menusukku dari belakang. Aku melihat mereka tengah berhubungan intim di apartemen Cath. Hati ku sangat hancur. Mengapa orang yang ku sayangi tega menyakitiku.
Tak hanya itu, ternyata Cath tengah mengandung benih Seno. Itulah mengapa Cath tampak kecewa saat tahu Seno melamar ku padahal ia baru saja tahu kalau ia tengah mengandung anaknya Seno. "Aku minta maaf." Hanya itu ucapan yang mampu mereka ucapkan padaku setelah pengkhianatan yang sudah mereka lakukan.