Lexington, Manhattan, New York City
Kamis, 23 November 2017
--
"Usiaku enam belas tahun ketika kami pindah ke New York. Ayahku membeli sebuah rumah di jejeran perumahan kota dan kami menetap di sana untuk waktu yang lama.."
Aku duduk di atas bangku panjang, menatap ke depan tepat dimana patung batu itu berdiri. Kate berada di sampingku, satu tangannya yang terasa hangat menggenggamku. Dia memusatkan seluruh perhatiannya padaku. Aku bisa melihat rasa simpati yang muncul di wajahnya. Aku merasa malu, tapi aku tidak menghentikan diriku. Inilah seseorang yang ingin kuberitahu segalanya. Inilah seseorang yang ingin kupercaya.
".. ibuku sangat menyukai rumah itu. Suasananya menyenangkan. Itu seperti sebuah rumah impian untuknya. Dari sana kami bisa melihat danau dan rumah itu jauh dari kebisingan kota. Rumah lainnya berjarak sekitar sepuluh meter dan bagian pekarangannya yang cukup luas selalu membuatnya merasa kembali ke rumah perkebunan kami di Virgina. Dia mengatakan padaku bahwa dia tidak akan pernah melupakan rumah masa kecilnya, disanalah dia tumbuh dan dibesarkan. Ayahku membeli rumah itu untuk menyenangkannya. Aku dan Nick juga menyukainya. Awalnya kami merasa terganggu karena harus pindah ke sekolah baru. Kami tidak begitu menyukai teman-teman baru kami di sana, tapi kami segera terbiasa. Pada akhirnya, rumah itu menjadi tempat yang menyenangkan. Setidaknya kebahagiaan itu bertahan selama beberapa tahun hingga kecelakaan maut yang menewaskan ibu dan ayah kami terjadi."
Tubuh Kate menegang, aku bisa merasakannya ketika cengkramanya di lenganku terasa kuat.
"Nick dan aku menunggu mereka di rumah. Kami hanya bermalas-malasan dan menonton televisi malam itu. Kemudian polisi menghubungi kami dan mengatakan apa yang terjadi. Mobil yang ditumpangi ayah dan ibu kami masuk ke jurang. Polisi sedang berusaha menemukan jasadnya. Aku tidak bisa mengingat apapun, tapi Nick bilang aku sangat histeris malam itu. Kami menunggu di kantor polisi selama hampir semalaman. Hingga detik itu, jasad orangtuaku tidak ditemukan. Mereka benar-benar dikabarkan telah tewas dalam kecelakaan itu.
Aku tidak memiliki siapapun lagi. Aku dan Nick benar-benar sendirian. Kami sendirian dan ketakutan. Untunglah kami memiliki bibi Martha, dia adik perempuan ibuku. Penyakit ini telah menggerogotiku ketika aku dan Nick tinggal bersamanya. Pada bulan-bulan awal sejak kami tinggal bersama bibi kami, kami diterima dengan baik. Hubungan kami dengan bibi Martha cukup baik, tapi tidak dengan kedua sepupu kami. Aku rasa mereka tidak menyukaiku dan Nick merasa tersinggung karenanya. Pada tahun pertama sejak kami tinggal di sana, semuanya baik-baik saja. Kemudian aku mendengar bibi dan pamanku berdebat, mereka selalu membicarakan tentang kondisi keuangan yang menipis. Aku dan Nick hanya menjadi beban tambahan untuk mereka. Aku tidak peduli, aku kebingungan dan ketakutan saat itu, tapi Nick tidak ingin tinggal lebih lama di sana. Kami keluar dari rumah itu di tahun baru. Nick menggunakan uang asuransi milik ayahku untuk mengikuti pelatihan kepolisian. Dia menyewa sebuah tempat penginapan untukku dan dia menggunakan sebagian uang itu untuk bersekolah. Dia melakukan segalanya dengan baik hingga terkadang aku berpikir bahwa aku tidak berguna untuknya. Dia mulai diangkat sebagai deputi untuk kepolisian Manhattan diusianya yang terbilang cukup muda, sedangkan aku.. tidak banyak yang bisa kulakukan. Aku berkeliaran di sepanjang jalanan Brooklyn, melihat orang-orang, terkadang aku mabuk dan berbuat ulah. Hidupku bergantung pada Nick. Aku tidak tahu sampai kapan ini akan berakhir, aku berusaha sebisaku untuk mengingat segalanya, tapi terapi itu saja tidak cukup. Aku merasa buruk dan semakin buruk setiap harinya. Aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan untuk membantu. Semua ini.. tidak ada artinya. Aku hanya berusaha menghindari penyakitku. Aku menolak fakta itu dengan berpikir bahwa aku bisa melakukan sesuatu yang cukup berarti. Nyatanya itu tidak berhasil."
Aku merasakan wajahku memerah. Suhu tubuhku meningkat dan udara di sana semakin panas. Aku duduk dengan gelisah di atas bangku panjang itu. Kutatap sejumlah pejalan kaki yang berkeliaran di sekitar sana. Beberapa dari mereka menatapku - atau menatap Kate. Beberapa yang lain mengabaikan keberadaan kami. Entah bagaimana, tapi aku merasa kalau aku telah menjumpai orang-orang itu sebelumnya. Wajah-wajah itu tidak terlihat baru dan mungkin sebagian dari mereka telah mengenalku - aku tidak ingat.
"Kau tahu apa?" Kate berbicara dan aku mengangkat pandanganku dari jalanan di sekitar taman itu kembali ke arahnya. "Aku pikir ini bukannya tidak mungkin, tapi kau bisa sembuh. Aku pernah mempelajari penyakit ini, aku melakukan observasi selama beberapa bulan di Tennessee dan ada sejumlah obat - yang belum diteliti secara ilmiah, tapi khasiatnya mungkin ampuh."
Aku melihat keyakinan di matanya. Dia bersungguh-sungguh saat mengatakan hal itu dan aku - entah bagaimana, memercayainya. Untuk pertama kali sejak penyakit ini menggerogoti pikiranku, aku memiliki keyakinan untuk dapat sembuh. Kate akan mewujudkannya.
"Aku akan membantumu. Kau hanya perlu percaya bahwa kau bisa melewatinya. Ini tidak berbeda jauh dari medium terapi kognitif, tapi kemampuannya.. aku yakin dengan hasilnya. Dulu ketika aku mengikuti pelatihan beberapa bulan di Tennessee, aku dan pelatihku mencoba merumuskan penyakit ini, penyebab dan sistem penyembuhannya. Aku berusaha menerapkan penelitian ke lab, tapi sebelum penelitiannya sampai ke lab, pelatihku berhenti. Dia mengalami masalah pribadi yang menyita perhatiannya dan aku pikir aku tidak bisa melakukannya sendirian, jadi sekarang aku merasa lebih yakin. Aku perlu merumuskan pola pikirmu, aku harus tahu rutinitasmu dan bagaimana kau menyikapi sesuatu. Aku perlu tahu apa yang benar-benar mempengaruhi perilakumu dan bagian kerangka mana di dalam kepalamu yang rusak. Aku butuh serangkaian tes. Tapi aku tidak akan melakukannya jika kau keberatan. Semua terserah padamu. Apa kau percaya kau bisa sembuh, Sara?"
Aku menatap matanya selama sesaat aku bimbang. Apakah aku dapat sembuh - apakah aku percaya aku dapat sembuh? Apakah kehidupan normal benar-benar ditakdirkan untukku? Aku tidak tahu. Aku hanya memercayai Kate - aku hanya bisa memercayai orang yang telah kukenal.
"Ya." Ketika aku menganggukkan kepalaku, secercah senyuman tersungging di bibirnya. Tangannya menangkup tanganku dengan hangat.
"Aku tahu jawabanmu. Jadi, beritahu aku apa yang kau suka."
Aku menyukai banyak hal: stasiun, kereta, deretan rumah tua di seberang rel, aku suka pantai, aku suka suasana di malam hari - aku menyukai gin dan tonik, tapi yang terpenting aku menyukai anggur pinot-ku. Aku tertarik pada banyak hal, sejarah, peradaban, geologi, ilmu tata Surya, aku tertarik pada sejarah bangsa nodrik, aku suka menyaksikan film noir - aku suka Anne Baxter, dan lebih banyak lagi.
Aku mengatakan semuanya pada Kate dalam perjalanan kami sepanjang hari itu. Kate dan aku berjalan menyebrangi jembatan Brooklyn, kami melihat sungai panjang di bawah kami, kami menyaksikan keributan lalu lintas, kepadatan kota dan kami menyusuri beberapa museum tua di kota.
Kami tidak mengunjungi perpustakaan kali ini. Sebagai gantinya, Kate membawaku menyusuri lingkaran air mancur dan perjalanan kami berakhir di dekat danau. Aku duduk di atas rumput, menyaksikan matahari bergerak ke arah barat sementara Kate berada di sampingku. Pohon-pohon berdiri menjulang di belakang kami, sebuah bangkai kapal tertambat di tiang kayu. Aku menyaksikan ketika seekor kelinci keluar dari kabin gelap, telinganya bergerak-gerak, matanya yang jernih menatap kami dari kejauhan.
Rel kereta berada tak jauh di sana, sehingga kami bisa mendengar suara deru mesin kereta yang melintas. Air danau itu bergerak dengan tenang. Warnanya tampak keruh dan ketika aku melempar sebuah batu kecil ke sana, hanya ada riak kecil yang mendadakan kedalamannya cukup tinggi.
Aku menatap daun-daun kering yang hanyut bergerak menuju tepi danau. Mereka berkumpul di satu tempat. Kate dan aku telah duduk di sana selama hampir tiga jam. Kami begitu menikmati suasana di sana hingga tanpa sadar awan telah bergerak menyingkap langit gelap. Langit sore menggantung di atas kami.
Ini hari yang cerah dan Kate tidak bekerja di hari ini, sehingga kami punya lebih banyak waktu untuk mengobrol. Aku menceritakan semua pengalaman yang kuingat, aku melewatkan cerita Tom, aku pikir aku belum siap untuk menceritakan hal itu. Ia lebih banyak mengajukan pertanyaan dan aku menceritakan padanya tentang hari yang hilang di tanggal 8 - hari ketika aku terbangun di kantor polisi dan semuanya terasa kacau. Aku tidak menceritakan wanita di apartemen lantai sebelas, apa yang akan dia katakan jika mengetahui kalau aku melukis wajahnya di sana? Aku tidak menceritakan Nicole, tapi aku menceritakan teman di tempat penginapanku, Nate, dan adikku Nick.
Kate mendengar semuanya, dia tampak begitu tertarik dan aku tidak pernah merasa lebih bersemangat dari hari ini. Tiba-tiba tenggorokanku terasa kering, aku merindukan anggurku. Aku ingat masih ada satu botol yang tersisa di tasku. Kulihat wajah Kate, aku mempertimbangkan reaksinya, tapi aku tidak bisa menghentikan diriku. Rasanya hari itu akan berlalu lebih cepat tanpa alkohol.
"Apa kau minum alkohol?"
Kate tidak segera menjawab, tapi reaksinya membuatku terkejut. Dia tertawa keras.
"Ya, sesekali."
"Apa kau akan minum alkohol sekarang?" Ketika aku mengatakannya, aku sudah mengeluarkan botol anggur dari dalam tasku. Aku menyaksikan kilau di mata Kate saat dia melihat botol anggur di tanganku.
"Sekarang kau harus mengakuinya apa kau meminum semua obat-obatanmu bersama alkohol ini?"
Aku mengangguk, merasa malu untuk mengetahuinya.
"Mungkin kita harus membuat perubahan untuk beberapa waktu kedepan. Pengobatan ini tidak akan berhasil dengan alkohol. Kau mengerti maksudku?"
Aku tidak yakin aku bisa menjauhi anggurku. Itu sama seperti meninggalkan sebagain dari diriku dan aku belum siap. Tapi kuputuskan untuk berbohong padanya.
"Ini yang terakhir."
Kate mengangguk. "Ini yang terakhir."
Kami berbagi anggur sepanjang sore itu. Semua hal yang kami bicarakan berputar pada kisahku. Nyaris tidak ada celah untuk kisah Kate dan aku semakin penasaran.
--
Beritahu saya tanggapan kalian..