“Hanya mencoba menerangkan padamu apa apa saja yang mungkin akan kau alami setelah melalui prosesnya.” Aku dengan tenang menjelaskan padanya kemudian juga menyiapkan beberapa hal yang kurasa perlu dirapikan sebagai sarana bagiku untuk memulai aktivitas. Mungkin ini adalah proyek yang lumayan memakan waktu dibanding melukis secara konvensional. Tapi aku sudah berencana untuk terus mengerjakannya meskipun akan selesai di hari yang sama atau bahkan lusa.
“Oke baiklah soal kesalahan penafsiranku, atau apapun itu. aku akan tetap disini. Apa kau akan memulainya sekarang? jika aku kau biarkan berkeliaran seperti ini bisa saja nanti aku terangsang,
dia malah menggodaku lagi. Berpikir bahwa dia akan menghabiskan jam jam berikutnya dengan bertelanjang bulat didepanku dalam waktu yang aku sendiri tidak menjamin terhenti kapan.
Tapi aku benci untuk digodai seperti ini, dia selalu menanggapku sebagai mungkin beberapa bonekanya yang adalah para perempuan diluar sana siap untuk bertekuk lutut dimasuki. Tapi aku tidak berpikir untuk itu. aku mengulurkan kakiku untuk menendang celana yang dia kenakan beberapa saat lalu. berpikir untuk membiarkan pria itu mengenakan kembali pakaian bawahnya. ini adalah sebuah tanda keras bahwa aku melakukan ini murni untuk menghasilkan sebuah hasil karya bukan untuk sebuah kegiatan panas bersamanya.
Pria itu bersiul, namun ekspresi mukanya terlihat tidak begitu bagus ketika aku melakukan hal itu padanya. seolah menelan kekecewaan besar. “Hei! Apa ini?”
“Kenakan itu,” kataku. Nada memerintah adalah ciri khasku. Aku terbiasa mendominasi. Aku menarik sebuah kursi ke tengah ruang kamar ini kemudian memutarnya hingga cahaya matahari bisa menerangi punggung pria itu. aku sudah memutuskan tempat yang tepat bagiku menggoreskan tinta ditubuh pria itu. Aku lalu setengah mendorong tubuhnya hingga pria itu terduduk dikursi. Membuatnya duduk mengangkangi kursi tak lupa aku juga menyiapkan sebuah bantal sebagai pengganjal di bagian bawah dan juga di depannya. Setidaknya ini aku lakukan sebagai bahan pertimbangan kenyamanan. Tidak ada yang cukup layak aku gunakan ditempatku selain daripada barang-barang seadanya. Langkah berikutnya mungkin adalah sesuatu yang tidak akan disukai pria itu. aku meraih sesuatu yang bisa aku gunakan sebagai pengikat. Sebuah dasi bekasku aku gunakan sebagai alat bantu. Aku meraih pergelangan tangan Adrien, dengan cepat mengikatnya pada masing-masing lengan kursi.
“Hei… apa yang kau pikir sedang kau lakukan sekarang? apa kita akan bermain peran sekarang?” kurasa aku harus menarik kembali apa yang aku perkirakan terhadap reaksinya. Dia yang kupikir tidak akan suka dengan ini justru malah terlihat antusias. Tapi dibanding aku merasa ragu dan takut akan reaksinya aku justru memusatkan diriku terhadap penyelesaian ikatan di kaki dan juga tangannya.
Aku juga sudah memastikan kursi yang aku gunakan cukup kuat untuk menahan berat tubuhnya. Mengamankannya sebaik mungkin sehingga baik itu kursi maupun dirinya tidak bisa bergerak kemanapun. Tawanya yang renyah secara otomatis membuahkan sebuah tumpahan sumpah serapah yang keluar dari mulutku. Aku meraih sekililingku. Aku menemukan celana dalamku dan tanpa pikir panjang aku menggunakannya untuk menyumpal mulut Adrien agar tidak lagi berulah dan berisik.
“Aku melakukan ini tanpa maksud untuk melukaimu atau mempermalukanmu. Aku hanya melakukan apapun yang aku pikir harus aku lakukan. Ini hanyalah bagian daripada persetujuan diawal bahwa kau bersedia atas kemungkinan apapun dalam proses pentatoan ini. jika kau merasa tidak nyaman atau merasa sesak dan tidak bisa bernapas aku akan mencoba untuk melonggarkannya. Tapi jika kau menggunakannya hanya sebagai alasan lain untuk melepaskan sumpalan dimulutmu untuk mengoceh tak jelas. Aku tidak akan segan untuk menutupnya kembali dan tidak akan mempercayai apapun yang kau coba katakan kedepannya. aku harap kau mengerti bahwa aku memerlukan konsentrasi tinggi, tidak ada suara. Kau mengerti?”
Pria itu menganggukan kepalanya. Aku lantas meraih beberapa alat yang aku dapatkan saat aku bertransaksi dengan seorang pria asing soal alat tato dan beberapa hal lainnya. Dia adalah seorang yang aku temui di sebuah tempat barang bekas. Kurasa dia tidak muda lagi. Mengesampingkan soal usia dan juga penjelasannya, diakhir bahkan pria itu sampai memberikanku bermacam-macam mainan yang tidak aku butuhkan secara cuma cuma setelah aku membeli tinta. Ketika aku bertanya mengapa aku diberi bonus, pria tua itu tertawa dan berkata bahwa aku mungkin akan membutuhkannya nanti. ketika aku membuka koper tersebut, aku menemukan sebuah penutup mata, borgol, sebuah pelumas yang mengeluarkan aroma strawberry, dildo dengan ukuran yang bervariasi, vibrator berwarna pink kecil, tali pengikat yang tampaknya merupakan bagian daripada dildo mungkin untuk pelengkapnya? Dan small bow with a dial, serta sebuah peluru berwarna perak yang terpasang pada sebuah kabel yang panjang. Melihat mainan-mainan ini haruskah aku pergi untuk membeli baterai dan kondom? Aku yakin itu akan berguna. Tapi ini bukan saatnya bagiku untuk berpikir soal seks.
Ada yang lebih menggugah dari hubungan manusia yang satu itu.
Sebagai persiapan terakhir aku meraih sebuah alat pemutar music yang letaknya sembarangan di ranjang. Aku sering kali menggunakannya saat aku merasa mengantuk. Alat itu selalu menjadi benda yang paling aku cari untuk mengantarkanku pada tidur yang berkualitas. Mencoba mengatur playlist kemudian menekan tombol play. Lagu-lagu random dengan nada keras kini mengisi ruang dengar kami berdua. Adrien yang duduk tenang di kursi sama sekali tidak memperlihatkan sebuah jenis hal normal seperti ketakutan atau sedikit antisipasi sama sekali. Dia justru terlihat mengalir apa adanya.
“Orang yang aneh,” gumamku.
***
Adrien hanya duduk tenang menyaksikan pergerakan yang Zelda buat untuk persiapan tatonya. Ini terus terang sedikit mendebarkan. Terlebih karena Adrien tidak bisa menebak isi pikiran perempuan itu sama sekali. Dia tipikal wanita yang sulit dimengerti, dan selalu sukses membuatnya terkejut. Ketika Zelda menyerahkan celananya dan menyuruhnya untuk kembali mengenakan dia pikir perempuan itu mencoba untuk mengusirnya. Tapi diluar dugaan dia justru ditawan dan diikat ditempat ini. seolah dirinya sedang di culik. Wanita itu melakukan pergerakan lagi. Tapi kali ini ada dibelakangnya. Adrien bisa mendengar suara langkah kaki wanita itu, Adrien berusaha untuk menoleh tapi rasanya sedikit menyakitkan saat dia berusaha sedikit lebih keras demi hal kecil itu. pada akhirnya dia hanya berpasrah akan keadaan dan menunggu kejutan apa lagi yang sedang disiapkan oleh wanita itu. ketika dia dipenuhi oleh pemikiran macam-macam saat mendengar beberapa benda yang berdenting dan bergesekan satu sama lain dibelakang tubuhnya. Adrien merasa terganggu lantaran tidak bisa menebak apa yang sedang wanita itu lakukan. Tapi ketika Adrien merasakan kehadiran Zelda yang mendekat padanya. bulu romanya meremang. Apalagi ketika jemari wanita itu menyentuh kulitnya secara tidak sengaja. Hingga kemudian kegelapan. Matanya ditutup? Sekarang dia benar-benar tidak bisa melihat apapun. apa yang bisa dia andalkan hanyalah telinganya, itupun tidak bisa dia gunakan sepenuhnya lantaran ada music yang mengacaukan konsentrasinya. Ikatan yang wanita itu buat di penutup mata benar-benar kencang dan keras. sepertinya dia membuatnya seperti itu untuk memastikan tidak melorot sama sekali. Sekali lagi jari wanita itu menyentuhnya. Bukan di kulit tapi di rambut. Rambut Adrien yang sedikit panjang itu terasa terangkat keudara. Apakah Zelda mengikatnya?
Hawa keberadaan wanita itu menjauh lagi. Kira-kira apa yang dia pikirkan sekarang atas kondisi ini? Adrien yang terikat, disumpal dengan celana dalamnya, dan tidak bisa melihat apapun yang akan dia lakukan? Tidakah ini cukup menggairahkan? Sialnya pemikiran nakalnya malah mengkontaminasi akal sehatnya. Tiba-tiba saja dia merasa keras dibawah sana. dia mencoba untuk menertralisir semua itu. mencoba mengalihkannya dengan mendengar suara-suara di belakangnya meski tidak begitu jelas sebab tertutup oleh vocal seksi dari sang penyanyi yang kini suaranya diputar oleh mp3 player. Tapi ada satu hal yang jelas, Adrien bisa mendengar suara gesekan yang bisa dia anggap sebagai suara kuris yang ditarik dibelakangnya. Asumsi itu diperkuat lagi dengan jemari Zelda yang kembali bertumpu pada bahunya. Adrien bisa merasakan adanya sesuatu yang digosokan ke kulitnya dan kemudian sesuatu yang tajam apakah itu pisau cukur? Sepertinya perkiraannya benar sebab benda itu sedang bekerja untuk mencukur bulu-bulu halus di punggungnya semuanya terkena benda itu bahkan sampai tulang ekor. Zelda juga mengoleskan sesuatu yang lain ke kulitnya, sekali lagi dia merinding. Apa itu? dia mengandalkan penciumannya dan menemukan bau tak asing macam deodorant yang cukup kuat. Apa gunanya deodorant?
Ada suara lagi, dari bunyinya seperti saat Zelda mempersiapkan kuas catnya. Apa dia sedang mencoba untuk mengatur tinta pada sebuah tempat? Tak lama terdengar sebuah dengungan keras yang menyusul tak lama setelah itu. sepertinya Zelda sudah masuk kedalam step lainnya. Menyalakan pena tato. Hal ini menyebabkan getaran yang menjalar secara vertical dari atas hingga kebawah tulang punggungnya Adrien dan itu membuat seluruh tubuhnya merinding. Zelda mencondongkan tubuhnya ke depan sebab Adrien bisa merasakan sentuhan lembut pada punggungnya. Ada kehangatan yang menjalar. Napas wanita itu menggelitik telinganya saat dia berbisik.
“Ini dia, persiapannya sudah selesai. Kau siap?”
Satu anggukan.
Adrien langsung merasakan adanya tusuakn pertama dari jarum itu. gerataran yang konstan yang berusaha membuat sebuah pola di punggungnya. Membuat sebuah lubang kecil yang sedikit menyiksa dirinya. memaksa tinta yang ada dalam alat itu menyebar pada permukaan epidermisnya. Setidaknya tiga lapis kebawah. Adrien tersentak tajam sebagai reaksi dari alat tersebut. Tapi Zelda mengabaikan seluruhnya dan justru malah menggerakan benda itu untuk terus membuat maha karyanya. Melengkung anggun membuat sebuah garis pertama dalam penciptaannya. Sial bohong sekali untuk bisa baik-baik saja ketika benda itu berusaha untuk menyakiti tubuhnya. Kini dia sadar mengapa Zelda sampai mengikatnya dengan kasar. Menyumpalnya bahkan menutup matanya. Ini mungkin adalah upaya kecil yang dia buat agar Adiren tetap bertahan dan berada ditempat dan tidak mengganggunya sama sekali. Dia benar-benar jadi seperti monster bila sudah serius dalam bidangnya. Dia mengabaikan setiap teriakan yang tertahan dari sumpalan yang dia buat. Air mata bahkan lolos. Pengalaman pertama ini tidak akan bisa dia lupakan. Rasa sakit ini mungkin saja dinilai oleh wanita itu sebagai keindahan. Tapi bagi Adrien yang merasakan ini adalah siksaan paling estetik yang pernah dia lakukan terhadap dirinya sendiri. Pria itu terlihat mencoba untuk menerteralisir rasa sakitnya. Tubuhnya bergerak secara alami untuk mempertahankan diri agar tidak lagi dilukai. Mekanisme pertahanan dirinya benar-benar bekerja tapi tetap saja dia tidak bisa menjauh dari benda itu. suara pena yang berdengung malah terdengar makin keras. mencoba mengebor kedalam kulitnya tidak peduli bagaimana dia mencoba untuk bergerak dan menghindar. Ikatan yang Zelda buat sangat efektif untuk menahan dirinya ditempat. Dia tidak bisa berteriak apa-apa. Hanya erangan, selain itu karena matanya ditutup dia merasa tubuhnya semakin sensitive oleh setiap sentuhan yang mengenai kulitnya. Sial. Kenapa situasi ini membuat dirinya turn on hanya bisa merasakan nyeri itu sendirian, dan suara napasnya yang memberat. Jarum kecil itu berhasil merusak kulitnya yang mulus menjadi sesuatu yang tak terbayangkan.
Zelda benar-benar serius menjadikannya sebagai kanvas hidup.
Dia mengerikan.
***
Seluruh tubuhnya terasa kesemutan, segalanya berubah drastic. Barangkali sesuatu yang dimulai dengan titik dan garis ditubuhnya telah tumbuh menjadi sebuah design menakjubkan hasil olah tangan wanita itu. awalnya jarum tato tersebut berpusat dibahu kirinya. tapi kemudian ketika rasa perih itu menyebar tusukan itu melebar hingga ke bahu kanannya. Rasa sakit dan juga penderitaannya tampaknya akan terus berlanjut, Zelda sudah terlampau menikmati hal ini. celupan tinta, dengungan, lap yang konstan, terus berulang. Ratusan siklus yang sama tanpa henti telah mereka berdua lewati tanpa ada jeda waktu untuk beristirahat. Setelah dua jam pertama, Adrien sudah berhenti berjuang mempertahankan dirinya (sejak awal dia bahkan tidak benar-benar melakukannya) dia sudah melemas. Kepalanya sudah tergolek lemah pada kepala kursi. Bantal yang diletakan disana ternyata inilah gunanya. Air matanya sudah mengering, padahal beberapa saat yang lalu membasahi pipinya. Pemandangan yang semenyedihkan ini bahkan tidak sedikitpun menarik empati wanita itu sama sekali. Dia tidak pernah bersikap mudah padanya. sesekali dia hanya berhenti untuk mengelap keringatnya sendiri, atau menyeka tinta pada bagian yang tidak seharusnya terciprat benda cair itu. kemudian wanita itu akan kembali melanjutkan pekerjaan melelahkannya tanpa bersuara sedikitpun. Setiap kali Adrien berpikir bahwa Zelda selesai. Maka itu artinya wanita itu kembali mengulang luka di tempat yang sama dibagian pertama dia membuat gambar. Menggambar lebih detail daripada garis awal yang dia buat.
Dia memperlakukan Adrien seperti sebuah kanvas. Bukan lagi manusia.
Tak lama kemudian dia merasakan sedikit perubahan yang menghampiri dirinya. terutama pada bagian tubuhnya saat dia merasakan sesuatu yang menghangat. Ruangan terasa jauh lebih panas daripada yang dia ingat. Panas ini sangat tidak tertahankan. Adrien tiba-tiba diserang oleh rasa jijik dengan bau keringatnya sendiri yang mulai menyebar ke seluruh pelosok ruangan saat dia merasa tubuhnya mulai diserang oleh keringat deras. Dia menggeliat, setidaknya berusaha untuk mencari jalan keluar dari kultinya yang berkeringat dan bantal yang menempel pada tubuhnya.
“Apa kau mulai merasa panas? Apa kulitmu rasanya terbakar? I know you are, aku bisa mencium aromamu. Aku juga bisa merasakan bahwa kau sedikit kepayahan dibawah sana. sesuatu diantara kakimu sudah seberapa keras itu sekarang?” Dia mengatakannya denagn cara yang klinis dan santai meski begitu dia tidak terlihat mengendurkan konsentrasinya dari sisi pekerjaan yang dia buat. Lantaran mesin tato itu masih berfungsi dengan baik menjelajahi punggungnya.
Melihat Adrien yang sudah tidak sanggup untuk memberikan sebuah feedback. Akhirnya suara mesin yang berdengung sepanjang waktu dimatikan. Dia lalu mulai bekerja dengan menyeka darah dan juga tinta dari punggungnya sekali lagi.
“I think a break is in order, kau butuh sesuatu yang akan menolong dirimu untuk kembali relax,”