Permintaan ayah

1543 Kata
Sesampainya di Rumah sakit, Aruna segera mencari kamar tempat ayah tirinya di rawat. Sejak di bonceng ojek online tadi Aruna terus saja berusaha menghubungi Gavin dengan gawainya, tapi tidak bisa tersambung. ''Gavin bego, ngapain aja sih?!'' seru Aruna bertanya sambil mengumpat, ''Dari tadi hp gak di angkat-angkat,'' ujar Aruna sambil meluapkan kekesalannya pada gawai di tangannya. ''Gavin!... Angkat dong!'' panggil Aruna ke gawainya dengan nada merengek dengan sangat kesal. Aruna terus saja menekan-nekan keypad di smartphonenya, bahkan sampai terdengar bunyi ketukan jarinya di layar smartphone. ''Gavin!!!'' seru Aruna memekik, memanggil dengan gemas, masih dengan meluapkan kekesalan pada gawainya, ''Buat apa lu punya hp?!... Pas begini malah gak bisa di bel...'' ujar Aruna semakin kesal dia kemudian melanjutkan lagi meluapkan kekesalannya pada gawainya. Sambil menaiki lift yang membawanya naik, Aruna terus saja menggerutu meluapkan kekesalannya pada gawai yang sudah menemaninya beberapa tahun ini. Aruna tidak memikirkan bagaimana pandangan orang di sekitarnya yang mulai tidak nyaman dengan sikapnya. Hanya ada kekhawatiran tentang ayah tirinya saja sekarang di pikirannya, dia sangat mencemaskan keadaan ayah tirinya yang sedang terbaring di salah satu kamar ICU di Rumah Sakit ini. ** ''Assalamu alaikum...'' Aruna memberi salam setelah mengetuk pintu ICU kemudian membukanya atas izin perawat yang berjaga di situ. ''Bapak, ini Runa pak...'' ujar Runa setelah mendekati ayah tirinya dan segera duduk di sampingnya. Hati Aruna pedih melihat pemandangan miris, pria paruh baya yang lemah tak berdaya di hadapannya. Pak Arga memang baru empat tahun menjadi ayah tiri Aruna, tapi bagi Aruna dia adalah satu-satunya sosok ayah yang di kenal olehnya. Ayah kandung Aruna meninggal saat Aruna baru berusia dua tahun. Selain dari beberapa lembar foto yang di miliki ibunya Aruna, dia tidak punya kenangan apa pun tentang ayah kandungnya. Walau hubungan mereka tidak lebih dari ayah tiri dan anak tiri tapi kasih sayang di antara keduanya sangat tulus. Arga tidak pernah menganggap Aruna sebagai anak tiri, kedudukannya sama dengan Gavin anak kandungnya di mata Pak Arga. Pak Arga dan Aisyah ibu Aruna, juga sangat bahagia karena Gavin dan Aruna bisa akrab satu sama lain. Mereka berdua bak saudara pada umumnya, kadang akur tapi kadang juga berkelahi, riuh ramai dengan kenakalan mereka berdua. ''Runa lu dateng neng...'' ujar Pak Arga menjawab dengan suara yang lirih terdengar. Suara Pak Arga tidak bisa terdengar dengan jelas karena tertutupi masker oksigen, membuat Aruna harus ekstra fokus mendengar setiap kata yang di ucapkan Pak Arga padanya. ''Iya pak. Ini Runa...'' ujar Runa menjawab sambil memegang tangan ayahnya yang terasa dingin. ''Runa, bapak minta maaf ya. Bapak enggak bisa jagain emak lu, bapak gagal selametin dia...'' ujar ayahnya dengan nada suaranya lirih, terlihat semakin menyedihkan dengan semua penyesalannya. ''Pak... Bapak...'' panggil Aruna dengan suara yang sedikit bergetar menahan sebak di dadanya, ''Udah pak... Udah... Enggak apa-apa, emak lagi pen di sayang ama Allah makanya di panggil duluan,'' ujar Aruna melanjutkan dengan mata yang mulai berkaca-kaca tapi masih sanggup di tahan olehnya. ''Bapak jangan mikir yang macem-macem!... Yang penting sekarang, bapak sembuh dulu ya...'' ujar Aruna sambil membelai tangan ayahnya. Aruna tidak tega melihat ayahnya yang terlihat sangat memprihatinkan dengan selang dan kabel yang terpasang di tubuhnya terhubung langsung dengan beberapa mesin yang terus memonitor keadaan Pak Arga setiap waktu. ''Maafin bapak Run, tapi, keknya... bapak juga bakal nyusul emak lu...'' ujar Pak Arga menjawab ucapan Aruna dengan wajah sayu. ''Iya...'' jawab Aruna segera, ''Tapi, enggak sekarang!... Nanti... Bukan sekarang!'' seru Aruna melanjutkan, menghardik ucapan ayahnya yang seperti sedang menyumpahi dirinya sendiri bagi Aruna. ''Emang enggak sekarang, tapi bentar lagi. Kalau keinginan bapak udah terwujud,'' ujar Pak Arga menjawab Aruna dengan santai dan tenang sambil terus berusaha tersenyum dengan segala kekuatannya yang tersisa. ''Iya...'' angguk Aruna menjawab ayah tirinya, ''Makanya bapak pikirin sembuh aja dulu. Keinginan bapak bakal terwujud tenang aja... Yang penting bapak sembuh dulu sekarang...'' ujar Aruna berusaha menyenangkan ayah tirinya yang sedang kepayahan. ''Jangan bikin muka mau nangis gitu Run!... Cakepnya jadi enggak keliatan,'' ujar ayahnya menggoda Aruna. ''Abisnya bapak ngomongnya gitu sih... Entar kalau Aruna nangis kan malah jadi makin jelek... Udah, ah! Jangan ngomong yang enggak-enggak! Yang penting sekarang Bapak fokus sembuh. Ya!'' seru Aruna dengan suara tegas dan terdengar galak tapi wajahnya terlihat sendu. ''Iya... Tapi, sekarang ini bapak mau Runa ikutin apa kata bapak!'' seru Pak Arga lagi, dia terus mendesak Aruna, ''Cuma Runa yang bisa bikin apa yang bapak mau terwujud sekarang...'' ''Iya. Runa bakal wujutin itu... Nanti kalau bapak udah sembuh, kita sama-sama wujutin yang bapak mau,'' jawab Aruna masih berusaha menenangkan ayah tirinya. ''Enggak bisa Run, bapak mau sekarang...'' jawab Pak Arga menggelengkan kepala dengan sangat lemah. ''Emang bapak mau apa sih? Entar Runa cariin...'' ujar Aruna mengalah. ''Run, enggak usah di cari yang penting Runa udah di sini,'' ujar Pak Arga menjawab sambil meremas tangan Aruna, ''Ardan lagi nyusul ke sini 'kan?!'' seru Pak Arga bertanya, mencoba meyakinkan. ''Iya,'' jawab Aruna mengangguk, ''Katanya bapak yang suruh buat manggil orang... Om Tatang juga... Bapak yang suruh manggil katanya...'' ujar Aruna lanjut menjelaskan. ''Iya. bapak yang minta... Run, dengerin bapak ya!'' jawab Pak Arga, kemudian menarik tangan Aruna. ''Iya pak,'' jawab Aruna patuh. Aruna sebetulnya kesal sekaligus khawatir dengan kondisi Pak Arga yang sudah sangat memprihatinkan. Tapi, Pak Arga bersikeras menginginkan sesuatu dari Aruna. ''Run... Bapak minta, Aruna jadi bini Ardan. Mau, yah...'' ujar Pak Arga serius. ''Pak?!'' seru Aruna terkejut dengan mata melotot. Terkejut luar biasa Aruna dengan apa yang baru saja di katakan bapak tirinya, ''Apa dia salah dengar barusan?'' tanyanya dalam hati mencoba meyakinkan dirinya. Matanya terbelalak dengan wajah terperangah kaget. Dia juga sempat bergerak mundur saking terkejutnya setelah mendengar ucapan ayah tirinya yang mengguncang hati dan pikirannya. ''Maafin bapak Run, bapak tahu kesannya bapak maksa. Tapi, bapak enggak bisa tenang kalau enggak ada orang buat jagain Runa...'' ujar Pak Arga sambil memegang ujung jari Aruna. ''Pak...'' panggil Aruna sambil kembali mendekati ayahnya, ''Bapak ngomong apa sih?!... Udah deh pak, sekarang istirahat aja...'' ujar Aruna melanjutkan kata-katanya. Aruna berusaha mengacuhkan pikirannya tadi, dia masih berusaha meyakinkan dirinya sendiri kalau dia hanya salah dengar atau salah paham tadi. ''Runa! Runa, dengerin bapak neng!'' seru Pak Arga dengan suara bergetar tapi menekan intonasinya. Hal itu membuatnya merintih walau hanya wajahnya saja meringis. Aruna terperanjat dan melunak melihat itu, dia tidak tega melihat ayahnya kesakitan. ''Bapak minta Runa serius dengerin bapak. Runa, bapak udah enggak punya banyak waktu... ini badan bapak... Bapak tahu kondisi bapak sekarang...'' ujar Pak Arga melanjutkan kata-katanya. Aruna terdiam kaku, dia heran sekaligus bingung, tubuhnya juga gemetaran. Dia gugup menanggapi ucapan ayah tirinya yang sedang dalam keadaan memprihatinkan. "Bapak!'' seru Aruna memanggil ayahnya dengan wajah memelas, ''Udah deh... Jangan ngomong kek gitu! Entar Runa nangis nih...'' ujar Aruna melanjutkan dengan wajah hampir menangis. ''Neng... Anak bapak. Denger!'' seru Pak Arga tegas, ''Bapak udah janji mau jagain kalian bedua. Tapi, bapak udah gagal laksanain itu... Salah satunya, Emak lu, Run... Bapak gagal selametin dia,'' ujar Pak Arga dengan nada suara serius. ''Pak!'' seru Aruna langsung menyambar kata-kata ayah tirinya, ''Itu takdir Allah... Bapak sama sekali enggak punya kuasa buat itu. Jangan salahin diri sendiri!... Itu dosa pak, enggak boleh...'' seru Aruna menghardik ayahnya tegas, padahal dia sendiri gemetaran menahan tangis. ''Iya...'' angguk ayahnya sambil tersenyum, ''Makasih Run... Runa mau mahamin posisi bapak,'' ujar ayahnya sambil meremas tangan Aruna, ''Sekarang, bapak minta satu lagi... Runa, mau ya jadi bininya Ardan!... Ardan, adek bapak...'' pinta Pak Arga pada Aruna. ''Bapak!'' seru Aruna dengan wajah panik. ''Iya,'' angguk pak Arga memahami perasaan hati Aruna, ''Bapak tahu pikiran Runa pas denger ini. Tapi, Run... Ini pemikiran orang tua'' ujar Pak Arga agar mau mengerti maksud dari tindakan Pak Arga, ''Runa udah jadi yatim piatu sekarang...'' ujar Pak Arga melanjutkan tapi belum selesai Aruna langsung menyambar. ''Enggak pak!'' seru Aruna menampik kata-kata Pak Arga. ''Runa masih punya bapak, Jangan bilang Runa yatim piatu!... Hik...'' seru Aruna membantah ucapan Pak Arga sambil menitikkan air matanya yang terlanjur jatuh, karena Aruna tak kuasa menahannya. Pak Arga diam sejenak, menunggu Aruna yang sedang terisak untuk sedikit menenangkan diri. Pak Arga ingin Aruna menyimak penjelasannya dengan baik. ''Runa... Bapak denger dari Ardan, emak lu emang udah meninggal, tapi anak di dalam kandungannya selamat, sekarang lagi kritis ada di inkubator... Run... Insyaallah ada umur panjang buat tuh anak dua. Bapak cuma bisa percaya sama Runa yang bisa jagain dan urus tuh dua anak bayi. Bapak tahu... Ardan ama Gavin pasti urus tuh anak dua. Tapi, enggak akan sama kaya Runa yang urus...'' ujar Pak Arga kemudian melanjutkan penjelasannya yang sempat terjeda. ''Tapi, pak... Kalau pun Runa enggak jadi bini Mang Ardan, Runa pasti akan tetap akan urus mereka. Mereka 'kan juga adek Runa'' jawab Aruna dengan sangat hati-hati, setelah dengan tenang memberikan kesempatan pada Pak Arga untuk bicara dengan tenang. ''Runa, maaf kalau bapak ngungkit...'' ujar Pak Arga, kemudian mengambil nafas untuk melanjutkan, ''Tapi... Runa inget enggak? Bagaimana nasib Runa sebelum jadi anak bapak?'' tanya Pak Arga dengan sangat hati-hati pada Aruna, ''Waktu Aisyah masih berstatus janda.'' Aruna terperangah dengan mata berkaca-kaca, dia terhenyak mendengar ucapan ayahnya. ''Runa... Neng... anak bapak yang cantik...'' panggil Pak Arga merayunya, ''Jangan ngambek begitu dong!'' seru Pak Arga dengan nada merengek, ''Denger alasan bapak...'' ujar Pak Arga berusaha melanjutkan penjelasannya, ''Runa inget kejadian waktu Runa mau lulus SMP dulu?'' tanya Pak Arga, membuat Aruna lebih terkejut lagi, kenapa ayah tirinya harus mengungkit kejadian yang ingin di lupakannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN