Kontestasi Baru

2998 Kata
Di hari terakhir sebelum pulang, mereka sempat ber-jogging ria. Ayu sudah heboh membangunkan para perempuan di villa mereka. Agar tak ada yang ketinggalan sunrise. Humaira muncul dari kamar mandi usai mencuci muka lalu melanjutkan dengan solat subuh. Setelah itu baru mereka berangkat menyusuri jalan menuju pantai untuk mengejar sunrise. Hari ini akan segera kembali ke Jakarta. Mereka memang tak lama di sini. Tapi rasanya sangat menyenangkan. Meninggalkan hari liburan semacam ini untuk kembali ke Jakarta pasti ada rasa sedih. Bahkan sudah terbayang bagaimana lelahnya tubuh ini. Tapi semua terganti karena di sini begitu indah. Agha, Bani, Bary, dan Indra juga akan menikmati sunrise. Mereka sudah tiba lebih dulu. Agha menoleh ke belakang ketika mendengar suara-suara perempuan yang sangat tidak asing. Bukan suara Maira tapi anggota timses perempuan yang lain. Suara Della yang paling berisik. Mereka memang berjalan bersama menuju pantai. Agha langsung menangkap kehadiran Maira di tengah-tengah. Gadis itu tampak sedang mengobrol dengan Ayu. Agha tersenyum kecil lalu kembali menatap ke arah pantai. Mereka menunggu momen sunrise dengan kamera yang dipasang di belakang sana. Sengaja dipasang untuk mengambil foto mereka yang sedang berdiri berjajaran menghadap ke arah pantai untuk melihat kemunculan matahari yang kini memang sudah mulai tampak. Para perempuan juga heboh mengambil posisi. Tak mau melewatkan momen indah ini. Bani yang mengatur kamera sibuk mengarahkan sambil mengomel yang begitu bawel dengan posisi-posisi yang tidak bagus. Hahaha. Lima menit berlalu, timer kamera sudah dipasang dan akan mengambil beberapa foto dalam setiap menit. Kamera canggih itu dapat terus mengambil foto selama tiga menit dengan jeda didetik-detik tertentu. Mereka bebas bergaya. Tapi gaya pertama tentunya menatap serius ke arah matahari yang mulai muncul. Tak ada yang bersuara karena masing-masing dari mereka memang sangat kagum dengan apa yang terjadi di depan mata. Bukan kah pemandangan itu memang sangat indah? Karena Allah menciptakan segala sesuatu dengan sangat detil. Ya kan? Selesai berfoto ria selama satu jam penuh sejak matahari muncul, mereka bergerak untuk sarapan pagi. Setelah itu baru bersiap-siap untuk pulang. Banyak yang tidak rela sebetulnya. Karena masih ingin menikmati waktu di sini. Tapi mau bagaimana lagi? Mereka tak punya pilihan selain meninggalkan tempat ini dan menjadikan keberadaan mereka di sini sebagai sebuah kenangan. Maira sangat berterima kasih kepada Agha atas hadiah liburan ke sini. Karena tempatnya begitu indah dan sangat menyenangkan. Tak akan terlupakan juga olehnya. Dan setiap ia mungkin akan kembali ke sini, ia akan selalu mengingat momen bahagia ini. Pernah ke Lampung akan menjadi kenangan indah untuknya. Tepat jam sepuluh pagi, masing-masing dari mereka sudah bersiap-siap. Mobil-mobil baru selesai dicek oleh para lelaki untuk memastikan perjalanan pulang mereka ke Jakarta akan lancar. Begitu mereka berkumpul semua, Agha menutup acara liburan ini dengan begitu khidmat. Ada banyak ucapan terima kasih yang mengiringi tapi bagi Agha, justru ia lah yang sangat berterima kasih kepada teman-temannya. Karena atas kerja keras mereka, ia dapat membawa mereka ke sini. Tanpa teman-temannya, liburan ini mungkin tak akan pernah ada. "Terakhir, mari kita sama-sama berdoa untuk kelancaran kepulangan kita ke Jakarta. Hidup kita hanya bergantung pada Allah. Bahkan kita gak pernah tahu apa yang terjadi pada hidup kita beberapa detik setelah ini Mari berdoa menurut kepercayaan masing-masing," tukasnya lalu masing-masing dari mereka menundukkan kepala. Sibuk berdoa dengan sangat khusyuk. Memang benar kata Agha, hidup mereka akan bergantung pada Allah. Mereka tak pernah tahu apa yang mungkin terjadi. Ya kan? Setelah berdoa, mereka bergerak menuju masing-masing mobil. Sebelum benar-benar meninggalkan villa, mereka tentu saja mengecek kembali barang-barang agar tak ada yang ketinggalan. Setelah yakin kalau tak ada yang tertinggal, masing-masing bersiap kembali menuju mobil masing-masing tapi tahu apa yang terjadi pada mobil Agha? "Mai! Mai! Depan aja, Mai! Duh sorry banget nih, ngantuk gue!" Bani beralasan. Della ikut-ikutan sengaja menaruh beberapa barang di bangku tengah yang seharusnya diduduki Maira. Ayu hanya pasrah mengikuti permainan yang sepertinya memang sengaja direncanakan. Ia hanya bisa menahan rasa cemburu di dalam hati. Bary dan Indra hanya menahan senyum sembari masuk ke bangku paling belakang. Tentu saja disusul Bani. Amri sudah pindah ke mobil lain. Hahaha. Ia dibuang. Walau tak bermaksud begitu juga. Tadi mereka semapt ricuh ketika merencanakan ini karena harus ada yang mengalah. Jadi para cowok itu berundi dan Amri yang kalah jadi harus pindah ke mobil lain. "Gak muat kalo di tengah, Mai! Udaaaah temenin aja si Agha!" Della ikut-ikutan. Jelas-jelas gadis itu menahan tawa. Maira tak curiga. Gadis itu manut saja naik ke mobil. Sementara Agha? Berpamitan dengan pengurus villa sembari menyerahkan kunci. Begitu kembali ke mobil, ia jelas kaget lah. Apalagi saat membuka pintu mobil dan menoleh ke arah belakang di mana teman-temannya menahan senyum. Mereka bermain mata sembari menggoda Agha yang geleng-geleng kepala sambil menghela nafas. Ya ia seharusnya sudah tahu permainan semacam ini pasti terjadi kan? Sedari pagi tadi, Bary, Bani, Indra, dan Della memang tak berhenti menyemangatinya. Entah apa yang perlu disemangati. "Terakhir, Gha. Sebelum balik ke Jakarta!" tukas Bani yang disambut tawa. Maira tak paham. Gadis itu hanya geleng-geleng kepala. Teman-temannya justru sudah terbahak. Agha tak mau ambil pusing jadi langsung menyalakan mesin mobilnya. Rasanya grogi sekali karena duduk berdampingan begini dengan Maira. Yaa sebelum-sebelumnya pasti pernah kan? Tapi tak pernah se-grogi ini. Apalagi teman-temannya dengan terang-terangan menonton. Hahaha. Sesekali Agha menggaruk tengkuknya karena gugup. Ia benar-benar tak bersuara. Hal yang membuat Bani terbahak tiba-tiba karena cowok itu memang memerhatikan Agha sejak tadi. "Ya ampuun, Ghaaa!" Yang lain hanya mengerutkan kening melihat kelakuan Bani yang aneh. Maira juga menatapnya dengan sangat aneh. Karena gadis itu benar-benar tak tahu apa yang membuat Bani bisa tertawa sendiri seperti itu. Hanya Agha yang menyadari alasan dibaliknya. Karena ia benar-benar tak bisa menyembunyikan rasa groginya. Jantungnya berdebar dan seakan mau lepas. Allah.....padahal gadis ini hanya berada di sebelahnya. @@@ Mas lo nyuruh gue jemput lo, Mai. Sampe jam berapa? Maira tampak berpikir. Itu pesan dari Andros. Sepertinya Masnya sangat-sangat sibuk akhir-akhir ini. Ia juga tak paham. Mereka mampir dulu ke beberapa toko oleh-oleh sesuai permintaan teman-teman. Tentu tak melewatkan untuk membeli oleh-oleh. Agha juga membeli banyak untuk keluarga besarnya. Walau ia harus berbagi tempat dengan teman-teman yang lain. Diam-diam ia melebihkan satu kotak untuk Maira. Ia hendak memberikannya saat sudah tiba di Jakarta nanti. Ya barangkali Maira perlu untuk membawa oleh-oleh ke Bandung bukan? Karena ia melihat kalau Maira tak banyak membeli oleh-oleh. Maira hanya membeli oleh-oleh untuk Masnya, ayahnya, Andros, dan Saras. "Udah semua?" Agha memastikan teman-teman satu mobil. Agar tak ada yang ketinggalan. Setelah itu, mereka kembali berangkat menuju Pelabuhan Bakauheni. Tiba di sana, mereka turun dari mobil dan kebanyakan memilih untuk tidur di atas kapal. Tempat duduk yang lumayan empuk menjadi sasaran. Agha juga lelah karena harus menyetir jauh sekali. Tak banyak yang berfoto ria karena mereka sudah banyak mengambil foto saat keberangkatan ke Lampung. Kini karena masing-masing lelah, waktu banyak dihabiskan untuk mengobrol, makan atau tidur. Meski sebagian besar memang memilih tidur. Termasuk Maira yang tampak terlelap. Ia juga tak begitu banyak bicara ketika berada di mobil tadi. Agha juga begitu. Karena gugup dan harus fokus pada jalanan. Apalagi perjalanan masih panjang meski setelah ini, yang menyetir tentu bukan dirinya. Masih ada Bary, Bani, dan Indra. Mereka bisa bergantian. Dan urusan barang di bangku tengah akan segera dipindahkan begitu mereka mendarat di Pelabuhan Merak nanti. Satu jam berlayar, mereka akhirnya tiba di Pelabuhan Merak. Satu per satu mobil keluar dari bagian parkiran mobil. Agha dan teman-teman tentu menunggu di bagian luar untuk bisa naik kembali ke mobil. Yang membawa mobil Agha kali ini adalah Indra. Tujuan pertama mereka tentu saja Kampus Salemba. Setelah itu baru ke Depok. "Kalau mau duluan, gak apa-apa!" Agha mengatakan itu pada teman-temannya yang berada di dua mobil lainnya. Mereka bisa langsung berpisah tapi para penumpang di dua mobil itu sama-sama menolak. "Kita anterin bareng aja ke Salemba, Gha!" Begitu keputusan akhirnya. Ya sudah. Agha mengikuti. Maka perjalanan segera berlanjut dari Pelabuhan Merak menuju Salemba yang jelas cukup jauh. Baru setengah perjalanan, ketiga mobil itu berhenti di sebuah masjid yang ada di tempat peristirahatan tol untuk solat Ashar. Tadi kan mereka solat zuhur di pelabuhan. Bertepatan dengan waktu mereka tiba di Pelabuhan Bakeuhuni. Gue kayaknya nyampe Depok malem deh, Dros. Lo ngapain masih di Depok? Gak balik ke rumah? Nanti gue bisa naik ojek aja kok. Maira tak mau merepotkan Andros. Gadis itu memang baru membalas pesannya. Tadi sudah dibuka dan dibaca lalu pikirannya malah teralihkan pada hal lain dan akhirnya malah lupa. Kini ia menjajagi teman-temannya untuk solat Ashar. Setelah itu kembali ke mobil, gantian Bani yang menyetir menuju Salemba. Jalanan di hari ini terbilang tak begitu macet. Sehingga kurang dari tiga jam, mereka sudah tiba di kampus Salemba. Itu sekitar jam lima sore. Sesuai perkiraan Maira. Mereka tiba di sana di jam seperti itu dan pasti akan tiba sekitar magrib di Depok. Indra, Ayu, Bary, dan Della turun di sana. Beberapa anak kampus Salemba yang ada di mobil lain juga ikut turun. Setelah memastikan barang-barang teman-temannya tak ada yang tertinggal, tiga mobil kembali melanjutkan perjalanan menuju Depok. Agha kembali menyetir karena ia sudah cukup istirahat. Bani menitahkan agar Maira duduk di samping Agha. Kali ini alasannya adalah ia ingin tidur di bangku tengah. Karena tahu kalau Bani lelah, Maira mengiyakan. Gadis ini kembali duduk di samping Agha. Tapi suasananya jauh berbeda dibandingkan saat berangkat dari Pahawang tadi. Tahu kenapa? Karena sudah tak ada teman-teman yang akan memerhatikan tingkahnya dan Maira. Haaha. Jadi ia sudah tak grogi. Ya kalau gugup pasti masih ada. Namun jauh lebih terkontrol dibandingkan saat berangkat tadi. Ia juga bisa sedikit bersantai. Setidaknya, ini jauh lebih tenang dibandingkan tadi. Apa tadi ia grogi karena takut diperhatikan? Ah ia juga was-was sih. Takut Maira menyadari perasaannya. Udah. Gue jemput aja. Gue banyak urusan kali di kampus. Lu enak udah dapat tempat magang. Maira terkekeh mendapat balasan itu. Ia mengiyakan saja kalau maunya Andros begitu. Agha menoleh ke arah Maira. Sadar kalau Maira tampak terkekeh sendirian. Ada apakah? "Kenapa?" Maira tersadar. Ia menggeleng kecil. Kemudian menyimpan ponselnya. Ini bukan sesuatu yang penting untuk dibahas menurutnya. "Capek gak?" "Bukannya lo yang capek?" Agha terkekeh. Maira benar. Para lelaki di dalam perjalanan ini memang capek karena harus bergantian menyetir. Apalagi perjalanan juga cukup panjang dan lama. Setidaknya mereka bsia saling beristirahat. "Tapi menyenangkan bukan?" Maira mengangguk. Tentu saja. Liburan ini adalah salah sagu liburan terbaik untuknya. Liburan yang tak akan pernah ia lupakan. "Setelah ini mungkin akan kecil kemungkinan bisa kayak gini lagi. Karena pasti sudah sibuk masing-masing. Masing-masing dari kita punya tujuan kalau udah lulus." Maira mengangguk-angguk. Ia setuju. Ia juga begitu. Rencananya adalah menyelesaikan magang secepat mungkin sembari menyusun skripsi. Ia tak ingin berlama-lama walau untuk urusan ini, hanya Allah lah yang tahu. "Abis lulus, bakal kerja, Mai?" Maira mengangguk. Tentu saja. Cita-citanya adalah tidak ingin menjadi beban untuk Masnya. Ia sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikannya lebih awal. "Lo koas?" Agha mengangguk. Walau itu masih lama. Ia kan belum skripsi. Masih harus menyelesaikan skripsi untuk kemudian lanjut koas. Ia masih belum terbayang akan bagaimana hidupnya ke depan. Maira tersenyum kecil. Ia sempat menatap Agha sebentar lalu kembali menatap ke depan. Ya, Agha dan kehidupannya yang sangat beruntung. Agha memiliki keluarga yang sempurna. Bukan hanya dengan penuh limpahan kasih sayang tetapi juga harta. Yaa intinya, kehidupan yang semua orang inginkan dan Agha memiliki itu. "Liburan cuma ke Bandung?" Maira mengangguk-angguk. Ia tak mungkin datang ke Yogyakarta bukan? Yang ada malah diusir oleh ibu tirinya. Ah bahkan perempuan itu telah menjadi mantan istri ayahnya. Meski ia masih menganggap sama. Baginya perempuan itu tetap lah ibunya. Tiba di kampus Depok, Agha menurunkan teman-temannya di dekat halte Stasiun Universitas Indonesia. Biar beberapa dari mereka yang ingin pulang dengan naik kereta jadi lebih gampang. Apalagi tak ada bikun alias bis kuning di hari-hari ini. "Balik sama siapa, Mai?" Ia sebetulnya ingin menawarkan diri untuk mengantar Maira ke rumah tadi. Tapi berhubung masih ada dua mobil yang mengiring di belakang, ia tak enak hati kalau harus memutar jalan agar bisa mengantar Maira. Ia harus mendahulukan kepentingan bersama bukan? "Oh," gadis itu tampak mengalihkan tatapan. Tak lama memang muncul Andros dengan motornya. Cowok itu tersenyum kecil. Muka Agha langsung berubah. Kehadiran Andros tentu dilihat oleh teman-teman yang lain yang sedang menurunkan barang-barang. Satu per satu saling menyenggol lengan teman-teman di sebelah masing-masing. Hahaha. "Waw! Ini ada kontestasi politik jilid dua? Pertarungan belum usai nih?" Yang lain langsung tertawa. Yeah, kemunculan Andros di sini tentu saja siapapun tahu untuk siapa ia datang. Pasti menjemput Maira bukan? "Bukan kontestasi politik, Ban. Tapi kontestasi perasaan dan cinta!" Terbahak lagi. Lalu mereka berdeham-deham takut terdengar oleh yang dibicarakan. Meski Bani masih nyengir ria. Ia akan menggoda Agha lagi setelah ini. Maira? "Udah? Ini aja?" Andros bertanya. Ia membantu Maira mengambil beberapa barangnya lalu menaruhnya di bagian depan motornya. Setelah itu menyerahkan sebuah helm pada Maira. Agha menyesal tadi tak memutar dulu untuk mengantar Maira. Hahaha. Nasi memang sudah menjadi bubur. Urusan mendahului kepentingan bersama memang tercapai. Meski harus menyedihkan dibagian urusan pribadi. "Pamit ya teman-teman," gadis itu pun pamit. Ia mengucapkan banyak terima kasih pada Agha dan juga teman-teman yang lain. Melihat Maira dibonceng oleh Andros, hatinya tentu merasa miris sekali. Hahaha Bani merangkul Agha yang melihat kepergian Andros dan Humaira. Semakin jahh motor itu bergerak, matanya semakin nelangsa. Teman-teman yang lain kini terang-terangan tertawa. "Apapun bentuk kontestasinya, bro. Yang namanya perasaan juga butuh strategi untuk mendapatkannya. Iya gak?" Ia meminta persetujuan dari teman-teman di belakang. Lalu mereka kembali terbahak. Yeah, paling menyenangkan memang bisa menggoda Agha. Agha hanya tersenyum kecil saja. Sudah biasa dengan kondisi ini. Hal ini kerap terjadi kalau apa-apa yang terjadi padanya dan Maira. Tentu saja ada sangkut pautnya juga dengan lelaki-lelaki lain yabg disebut teman-temannya sebagai pesaingnya. @@@ Beberapa hari ini memang sepi. Agha tak punya alasan untuk menghubungi Maira. Ia hanya bisa melihat isi kontak laku media sosial namun Maira tak memposting apapun. "A'aaaak!" Kedua adiknya muncul dengan sepeda. Entah habis main dari mana. Ia hanya tersenyum kecil saja melihat mereka berlari. Mereka tampak tertawa-tawa. Asal tak bertengkar saja. Kalau sudah bertengkar, biasanya memang akan lucu. Apalagi kan tahu sendiri bagaimana tipikal Adel. Namun semakin beranjak besar, Adel semakin tahu caranya mengalah pada Adeeva yang jauh lebih kecil meski perbedaan usianya tak begitu jauh. Ya maklum lah, Adel memang sering dimaklumi karena masih kecil juga. Jadi terkadang kurang bisa bersikap sebagai kakak bagi Adeeva. Apalagi apa sepupu juga sangat memanjakan Adel. "Aaak!" Umminya memanggil. Ia membalik badan lalu menoleh. "Gak siap-siap? Besok mau berangkat lagi loh, Ak. Biar gak ada yang ketinggalan." Ia mengangguk. Liburan memang telah tiba. Adik-adiknya juga heboh. Mereka berencana liburan ke Bandung. Ini kah yabg agak menggelisahkan bagi Agha. Karena ia hendak ke Bandung dan ia tak tahu apakah Maira sudah berangkat ke Bandung atau belum. Gadis itu memang mengatakan kalau akan liburan ke Bandung bukan? Namun tak mengatakan kapan akan berangkat dan seberapa lama di sana. Ia hanya tahu kalau Maira juga harus bersiap-siap ke tempat magang. Hanya itu. "Adeel mau bawa baju renang, Ummik!" "Emangnya di Bandung ada kolam, Del?" Adrian mengolok. Cowok tengil itu baru saja berlari menuruni tangga saat mendengar teriakan Adel. Ya beginilah keriuhannya. "Iih! Adel gak kecil kayak Adeev tauk, Aak!" Ia tak terima kalau harus ditipu dengan lelucon semacam itu. Hahaha. Adrian hanya terkekeh. Ia seharusnya menipu Adeeva dengan lelucon semacam itu. Agha geleng-geleng kepala. Akhirnya cowok itu naik ke lantai atas dan ikut berkemas. Ya tidak banyak yang dibawa karena toh mereka juga tak akan lama di sana. Ia tahu kalau Abinya pasti sangat sibuk. Jadi kesibukan itu memang harus dimaklumi. Ia memasukan beberapa baju dan kebutuhan lainnya ke dalam koper kecil. Kemudian duduk di atas tempat tidur sembari melihat isi ponselnya yang masih bergeming. Tak ada satupun pesan atau yang lainnya. Saking ia terlaku sering mekiaht ponsel. Ya satu minggu setelah kembali dari Lampung, ia memang tak berhenti melihat ponsel. Berharap setidaknya ada satu pesan saja dari Maira. Kalaupun ada, untuk apa pula Maira mengirim pesan? Ia benar-benar sadar akan hal ganjil ini. Meski tetap saja. Hati masih berharap. Lalu menghela nafas panjang saat tak menemukan siapapun dengan pesan apapun. Lantas di mana Humaira? Nah inilah yang sedang hatinya dan pikirannya cari jawabannya. Ia tak mungkin menyelidiki keberadaan Maira dengan aplikasi dan ponsel khusus yang ia punya bukan? Ferril pasti akan mencurigai pergerakan itu karena aplikasi itu memang dibawah pengawasan sehingga tak akan bisa dipergunakan secara sembarangan. Ia menghela nafas panjang lantas merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Rasanya menyedihkan sekali bukan? Disaat rindu begini, eeeh tidak tahu harus bagaimana? Tapi bukan kah Farrel pernah mengatakan kalau.... "Kalo kangen ya doa, Gha. Doa kan satu-satunya cara yang bisa menyampaikan segala hal pada orangnya langsung lewat Yang Maha Kuasa. Bayangin aja, doa ke orang meninggal aja bisa sampai apalagi ke orang yang masih hidup?" Kata-kata itu benar sekali. Indah bukan? Maknanya juga begitu dalam. @@@ Sejak berangkat dari rumah Opa, memang suasananya sudah heboh sekali. Untuk ke sekian kalinya, ia bersama keluarga besarnya berangkat untuk liburan sejenak ke Bandung. Perjalanan ini sesungguhnya tak terencana. Tapi terasa menyenangkan. Ia dan Abinya bergantian menyetir. Keluarganya juga komplit. Aidan tentu saja sudah di rumah sejak beberapa hari yang lalu. Itu pun harus diingatkan terus oleh Airin untuk pulang ke rumah dan tidak ada acara naik gunung. Berhubung keluarga mereka juga hendak liburan bersama. Karena Aidan kan lebih banyak di Yogyakarta. Jadi wajar kalau Umminya sedikit bawel pada Aidan hanya agar anak lelakinya itu segera pulang. Memasuki Bandung, perjalanan mereka tentu belum tiba begitu saja. Tujuan utama adalah vila milik Om Wira. Mobil yang dikendarai abang sepupunya, Ardan, sudah tiba lebih dulu di sana. Sedangkan Agha dan yang lain baru tiba Dua puluh menit kemudian. Ardan, Mamanya, dan Papanya tentu sengaja berangkat lebih dulu untuk melihat isi vila yang jarang ditempati ini. Tiba di vika, Agha segera turun. Ia membawa barang-barang milik keluarganya. Tak lupa membantu Opa dan Oma yang turun dari mobil. Meski ada para sepupunya yang lain. Selesai membawa semua barang, ia merebahkan diri sebentar. Tadi ia sempat merekam Adel yang turun dari mobil. Gadis kecil itu berteriak-teriak Bandung. Karena mereka tadi memang baru saja tiba. Lalu apa yang menyenangkan dari story yang baru saja ia buat itu? Bandung? @@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN