"Mai berhak tahu!" Wajar kalau rasanya ia marah. Tapi para bibi dan omnya tak punya pilihan. Fokus mereka tentu saja pada Maira. Agar keponakan mereka ini segera sembuh. Tidak terbebani pikiran tentang apapun. Setidaknya dapat melakukan panggilan video dengan Rangga pun sudah cukup menjadi hiburan. Harusnya sih begitu. Mereka biarkan Maira menangis. Ya kan tak ada pilihan lain. Mereka juga tak bisa menghalangnya bukan? Wajar rasanya kalau Maira bersedih. Ia kehilangan ayahnya. Ia juga telah lama kehilangan ibunya. Masnya malah di penjara. Bagaimana ia bisa senang dengan keadaan semacam ini? Sementara Agha hanya bisa menghela nafas. Ya ia sudah di rumah. Rasanya sungguh aneh karena ia tak ahrus datang ke Malaysia. Tak harus mengurus Maira lagi. Tak tahu harus berbuat apa-apa lagi. Padah