Setibanya di mansion, Leo menggenggam pergelangan tangan Shafira dengan erat. Disaksikan oleh beberapa pelayannya, Leo terus menyeret paksa Shafira untuk membawanya masuk ke dalam kamar utama. Mereka melihat, namun tidak ada satupun diantara mereka yang dapat melakukan apapun untuk membantu Shafira.
"Gadis yang malang." ucap Huria, salah satu pelayan kepercayaan Leo.
Brrruukkk....
Tubuh Shafira jatuh keatas ranjang setelah Leo menghempaskannya begitu saja. Shafira membulatkan kedua matanya ketika ia melihat Leo segera menanggalkan pakaiannya. Wajah Shafira memerah menononton setiap inci tubuh Leo yang begitu gagah. Leo lantas menindih tubuh Shafira yang tampak gemetar ketakutan.
"Gairahku sudah tak bisa kubendung lagi!" ucap Leo seraya mengendus bagian leher Shafira yang membuatnya menggelinjang.
"Tu-tuan... jangan!" pekik Shafira ketika merasakan tangan Leo sudah menggobrak-abrik pakaian yang ia kenakan.
Leo tak menggubrisnya dan terus melakukan apa yang menjadi keinginananya. Ia terus saja menciumi tubuh Shafia dan menyentuh bagian-bagian tubuh yang membuat Shafira mengeluarkan pekikan tertahan dari mulutnya. Pekikan pelan itu ternyata semakin membangkitkan gairah Leo untuk mencapai tujuan akhirnya.
"Tuan! Jangan lakukan itu!" pekik Shafira lagi sembari mendorong Leo.
Merasa kesal lantaran Shafira mendorong dirinya, Leo lantas menghentikannya sejenak dan menatap wajah Shafira dengan tatapan tajam serta marah. Shafira membalas tatapan Leo dengan kedua matanya yang sayu.
"Kenapa? Kau lupa dengan janjimu dirumah sakit tadi, hah? Kau bilang kau akan melakukan apa saja, bukan?" kata Leo seolah mendesaknya.
"Ta-tapi... ini tidak boleh, Tuan." Kata Shafira dengan tubuhnya yang gemetar ketakutan.
"Berhentilah mengeluh! Kau sudah menjadi milikku setelah aku membayar semua biaya operasi ibumu, kau paham?" bentak Leo tak ingin terbantahkan.
"Jadi, mulai sekarang kau adalah wanitaku... kau harus menuruti semua keinginanku sampai aku benar-benar bosan denganmu!" ucap Leo lagi.
Kemudian Leo kembali melumat bibir Shafira dengan paksa. Shafira tak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya bisa meneteskan air mata kesedihannya yang tak dapat terbendung lagi. Leo semakin bersemangat ketika Shafira menerima setiap perlakuannya dengan pasrah.
Keesokan paginya, kediaman Leo kedatangan seseorang yang paling dihormati semua pelayan disana. Semua pelayan bergegas berbaris di halaman depan guna menyambut kedatangan orang tersebut.
"Nyonya besar datang... cepat berbaris!" bisik para pelayan itu sembari bergegas.
Turunlah seorang wanita paruh baya yang masih terlihat sangat elegan dan cantik dengan pakaian mahal serta menenteng tas branded. Ia lantas melangkah di antara para pelayan yang siap menyapa dirinya.
"Leoooo!!!" teriak wanita itu membuat semua pelayan tersebut kaget.
"Cih, dia datang lagi!" gerutu Leo yang baru saja mengencangkan ikatan dasinya di depan cermin.
Leo kemudian melirik Shafira yang masih tertidur pulas dengan balutan selimut di tubuhnya.
"Uugghh, kalau mama tau aku membawa gadis ini kesini ... dia pasti akan mengacaukan semua rencanaku!" gerutu Leo lagi.
Leo segera keluar dari kamar dan menuruni anak tangga menuju lantai bawah. Ia berbisik sejenak kepada Reno, sang asisten.
"Leoooo!!! Dimana kau???" teriak wanita paruh baya itu lagi sembari melangkah masuk ke dalam ruangan dimana Leo tengah bicara bersama asistennya.
Leo dan wanita paruh baya yang diketahui adalah ibunya serta sering disapa Miya.
"Cih, pagi-pagi sudah datang dan langsung berteriak!" gerutu Leo merasa tak senang atas kehadiran ibunya.
"Kau ingin menghindariku lagi, hah? Aku datang kesini untuk menagih janjimu!" teriak Miya.
"Haaah, aku tidak punya waktu ... aku harus buru-buru ke kantor karena ada meeting penting! Mama sudah sarapan? Kalau belum sarapanlah ... aku pergi dulu!" kata Leo beralasan guna menghindari ibunya.
Saat Leo hendak melewatinya, Miya lantas menarik kerah kemeja yang ia kenakan.
"Mana janjimu? Kapan kau akan memberikan aku dan papamu cucu???" pekik Miya pada putranya tersebut.
"Uuugghh, itu lagi yang di pertanyakan! Aku ini sibuk ... aku tidak punya waktu untuk memenuhi keinginan papa dan mama," sahut Leo.
"Kau sibuk atau kau memang belum bisa karena kau memiliki masalah dengan tubuhmu, hah?" tanya Miya sembari melirik bagian tubuh putranya.
"Aku bukannya…."
“Kalau kau memang tidak bisa, lebih baik kau ikut mama keluar negeri dan obati penyakitmu itu!" pekik Miya seolah kehilangan kesabarannya ketika menghadapi putranya yang memiliki sikap dingin dan keras kepala.
Leo tak ingin menggubris teriakan demi teriakan ibunya. Ia terus melangkah dan pergi begitu saja tanpa menghiraukan kekesalan ibunya. Miya semakin kesal lantaran putra sematawayangnya itu belum juga memberikan cucu sebagai garis keturunan keluarga mereka.
"Leo! Bagaimana mungkin kau akan punya keturunan kalau kau tidak mengobati penyakitmu itu???" pekik Miya kesal sejadi-jadinya, sementara Leo terus masuk ke dalam mobil lalu pergi ke kantor.
Miya kemudian membanting tas brandednya ke lantai lantaran kesal setengah mati karena diacuhkan oleh putranya yang dingin itu.
"Uugghh, kapan aku akan mempunyai cucu yang bisa aku bangga-banggakan ke semua teman sosialitaku kalau putraku sendiri saja tidak bisa menghamili wanita manapun??? Aaaarrggghhhh!!!" teriak Miya kesal sendirian.
Huria datang menghampiri Miya lalu menyapanya dengan sopan seperti biasa.
"Nyonya, semalat datang." ucap Huria.
"Huria, betapa malangnya nasibku ... aku sudah berusia setengah abad tapi aku belum memiliki cucu yang ingin aku timang-timang, hiks...hiks...hiks...." ucap Miya nangis bombai seolah mengadu pada pelayan kepercayaan keluarganya itu.
"Nyonya, ada kabar gembira!" bisik Huria pada telinga Miya.
"Kabar apa?" tanya Miya sambil mengelap air matanya serta.
"Semalam tuan muda membawa seorang gadis!" bisik Huria lagi.
"Apa? Seorang Gadis?" ucap Miya terkejut.
Huria menganggukkan kepalanya.
"Dimana dia?" tanya Miya lagi.
"Di kamar utama... di kamar tuan muda." sahut Huria.
"Apa???" pekik Miya semakin terkejut.
"Apa maksudmu semalam putraku dan gadis itu sudah...."
"Tentu saja, nyonya! Hehehehe...." sahut Huria.
"Aaaaarrggghhh!!! Aku akan segera punya cucu!!!" teriak Miya kegirangan dan langsung berlari menaiki anak tangga menuju lantai atas untuk pergi ke kamar utama.
Sampai di depan pintu kamar utama, Miya langsung membuka pintu tersebut dan masuk ke dalam. Ia melihat sosok gadis belia yang tertidur pulas dalam balutan selimut tebal. Miya sangat menyadari bahwa saat itu gadis yang tengah ia perhatikan tidak mengenakan pakaian sama sekali.
"Putraku benar-benar sudah sembuh!" ucap Miya sembari menyeringai lebar.
Lalu kembali memperhatikan wajah Shafira dengan seksama.
"Eeeemmm sepertinya dia masih begitu muda... apa dia anak ABG?" gumam Miya sembari terus memperhatikan.
"Hehehe, aku akan memotretnya dan aku akan memperlihatkan calon menantuku pada semua teman sosialitaku! Aku bangga karena sebentar lagi aku akan membuat acara pesta pernikahan yang sangat megah untuk putraku!" gumam Miya sambil memotret wajah Miya dengan camera ponselnya.
"Aku juga akan memberitahukan kabar gembira ini pada suamiku, hehehe... dia pasti akan sangat senang nanti!" gumam Miya lagi.
Setelah mendapatkan begitu banyak foto Shafira, Miya kemudian berlalu keluar dari kamar dan pergi dari kediaman putranya dengan perasaan yang girang. Lalu Huria masuk ke dalam kamar utama dengan membawakan makanan enak untuk Shafira serta membangunkannya.
Shafira terbangung ketika sinar matahari mengenai sisi wajah juga matanya. Ia mengernyitkan dahinya lalu membuka kedua matanya secara perlahan. Shafira teringat apa yang telah terjadi kepadanya semalam.
"Pria itu benar-benar melakukannya semalam dan aku sudah tidak berharga lagi sekarang." ucap Shafira dalam hatinya.
"Nona... selamat pagi." ucap Huria menyapa Shafira dengan sopan.
Shafira lantas menoleh dan tampak kaget lalu berusaha menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
"Si-siapa kau?" tanya Shafira ketakutan.
"Nona, jangan takut... aku adalah pelayan dirumah ini. Panggil saja aku, Huria." kata Huria.
Huria menatap wajah Shafira dan sekilas melihat bercak darah yang tertinggal di kain seprai.
"Matanya bengkak, pasti habis menangis semalam! Tuan Leo sudah memaksanya." gumam Huria dalam hatinya.