Kerumunan werewolf tengah menonton dua hewolf yang bertarung di arena yang berbentuk bulat dalam sebuah ruangan besar yang bisa memuat ribuan werewolf. Mereka semua menyuarakan nama jagoan mereka masing-masing dengan penuh semangat.
Serra masuk ke dalam kerumunan itu. Membelah kumpulan werewolf hingga ia bisa berdiri di barisan paling depan dan menonton pertarungan tinju.
"Nona, taruhanmu?" seorang pria berpakaian seperti preman menengadahkan tangan ke Serra.
"Aku akan melihat-lihat dulu," jawab Serra.
"Baiklah. Jika kau sudah menentukan pilihan maka panggil aku. Aku berada di sana." Pria itu menunjuk ke sisi barat arena judi.
"Ya."
Serra mengamati pertarungan setelah pekerja di arena itu pergi. Ia hanya memiliki sedikit uang yang ia peroleh dari meminjam di Olyn. Dan ia berjanji akan mengembalikan uang itu sepuluh kali lipat. Jadi ia harus berhati-hati. Dunia werewolf tidak semaju dunianya di dimensi lain. Tidak satupun casino di sana. Padahal jika ada casino, Serra akan dengan mudah menjadikan uangnya seratus kali lipat. Serra tidak hanya pandai dalam beladiri dan bersenjata. Ia adalah dewanya judi. Ia bisa membuat lawannya berhutang jutaan dollar pada bos casino dan berakhir dengan kebangkrutan.
Serra selesai mengamati. Ia segera melangkah menuju ke pria yang tadi mendekatinya.
"Kau sudah menentukan pilihanmu, Nona?" tanya pekerja arena tarung.
"Jika aku ingin menjadi salah satu dari mereka, berapa bayaranku kalau aku menang?" tanya Serra datar.
Tatapan menilai terlihat dari lawan bicara Serra, kemudian ia tertawa geli. "Jangan bercanda, Nona. Arena itu bukan tempat bermain. Jika kau tidak punya uang maka pergilah." Ia mengusir Serra.
"Aku tidak bercanda. Aku ingin menjadi penantang untuk pemenang pertarungan saat ini."
Lawan bicara Serra diam sesaat. "Tunggu di sini, aku akan bertanya pada Tuanku." Kemudian ia pergi menuju ke sebuah ruangan.
"Tuan. Nona di sana ingin ikut bertarung." Ia menunjuk ke arah Serra.
"Kenapa kau bertanya padaku, arena ini bebas untuk pria ataupun wanita," jawab pria berambut coklat gelap yang saat ini menatap ke arah Serra.
"Baik, Tuan." Pekerja tempat itu keluar dari ruangan si pemilik tempat judi dan kembali ke Serra.
"Kau boleh bertarung, Nona. Uang yang kau peroleh jika kau menang adalah 100 koin emas."
"Baiklah."
"Siapa namamu, Nona?"
"Ariel." Serra menggunakan mama samaran yang terakhir ia pakai semasa hidup di dunia manusia.
"Baiklah. Aku akan memanggilmu setelah pertarungan antara Jhon dan Douglas selesai."
"Ya," jawab Serra singkat.
Di arena tarung, pria yang bernama Jhon telah dikalahkan. Pria terluka parah hingga tidak bisa bangkit lagi.
"Penantang kita kali ini adalah orang baru. Mari kita sambut, Nona Ariel!"
Serra melangkah menuju ke arena ketika ia dipanggil. Ratusan pasang mata tertuju padanya, tatapan merendahkan yang sangat dibenci olehnya. Apakah salah jika seorang wanita berada di arena tarung? Memangnya hanya laki-laki saja yang bisa menang dalam sebuah pertarungan?
"Apakah kau sudah bosan hidup, Nona?" Douglas menatap Serra dengan seringaian meremehkan.
Serra tak menjawab, ia hanya menatap Douglas datar. Ia tidak mau berbicara dengan pria yang angkuh seperti Douglas. Ia hanya ingin mempermalukan dan menghancurkan harga diri Douglas. Akan ia tunjukan pada pria di depannya seberapa ia ingin hidup untuk mempermalukan pria itu saat ini.
"Pantas saja kau berada di sini, tidak ada pria yang menyukaimu dengan penampilanmu seperti ini dan ditambah bisu pula. Baiklah, aku akan mengirimmu kembali ke moon goddes hanya dalam 5 detik." Douglas kembali bersuara.
Hitungan mundur untuk memulai pertarungan telah terdengar. Semua orang di arena itu telah menyerahkan uang taruhan mereka. Yang akan digandakan jika jagoan mereka menang. Hanya ada satu pria yang bertaruh untuk Serra. 100 koin emas, taruhan yang cukup besar untuk seorang pendatang baru seperti Serra.
Douglas menyerang Serra, tetapi Sera cepat menghindar. Kemudian Serra membalas serangan Douglas dengan terjangan keras di kepala Douglas.
Denginan kuat terdengar di telinga Douglas. Darah keluar dari telinga, hidung dan mulutnya. Tak lama kemudian tubuhnya ambruk ke lantai.
Serra berhasil membuat lawannya jatuh dalam hitungan detik. Namun, itu bukan akhir pertarungannya. Jika di dunia manusia, satu pukulan keras Serra bisa berakibat fatal, tetapi di dunia werewolf pukulan Serra tak cukup untuk membuat lawannya berakhir di rumah sakit.
Douglas bangun, ia menggelengkan kepalanya. Mengusir rasa sakit yang tadi menghantamnya. Matanya menatap Serra murka. Ia telah dipermalukan di depan semua orang oleh Serra. Dengan harga dirinya yang terluka, Douglas mengumpulkan tenaganya, kembali menyerang Serra. Andai saja dalam pertarungan ini ia bisa berubah wujud ke dalam bentuk serigalanya, maka ia akan mencabik-cabik Serra dengan cakarnya yang tajam.
Namun, sayangnya pertarungan di arena itu tidak memperbolehkan perubahan wujud ke serigala. Para petarung harus bertarung menggunakan bentuk manusia mereka.
Pukulan keras Douglas melayang. Serra dengan cepat menghindar. Tak hanya pukulan, Douglas juga melayangkan tendangan. Namun, lagi-lagi Serra berhasil menghindar. Douglas merasa semakin terhina oleh Serra. Nampaknya, wanita yang tengah ia hadapi sengaja menghindar tanpa menyerang untuk mempermalukannya karena tidak bisa melukai seorang wanita.
Senyuman iblis terlihat di wajah Serra. Ia berhasil mempermalukan pria yang telah meremehkannya.
"Wanita yang sangat menarik." Pria yang bertaruh 100 koin emas untuk Serra tersenyum melihat pertunjukan di depannya.
Sementara pemilik tempat itu hanya memperhatikan Serra dari kaca ruangannya. Mungkin seisi arena tidak tahu siapa Serra, tetapi pemilik tempat itu mengenal Serra meski tidak pernah bicara dengan Serra.
"Berhenti bermain-main, Sialan!" Douglas menggeram murka.
Serra tertawa kecil, tatapan matanya menyiratkan penghinaan besar untuk Douglas. "Aku memang sudah berencana untuk berhenti. Aku sudah menunjukan kepada semua orang di arena ini bahwa kau tidak bisa mengalahkan seorang wanita."
"Jalang sialan!" maki Douglas. Pria bertubuh atletis itu mengayunkan tinjunya lagi, tetapi Serra menangkap tangan itu. Ia memutar tangan Douglas hingga terdengar suara retakan yang diiringi teriakan kesakitan Douglas. Tidak cukup hanya tangan, Serra mematahkan kedua kaki Douglas tanpa merasa iba sedikitpun. Dari wajahnya terlihat sekali bahwa ia begitu menikmati teriakan pilu Douglas.
"Kau bisa merendahkan siapapun, tetapi tidak denganku. Tidak aku izinkan siapapun menghinaku!" Kaki Serra melayang ke wajah Douglas, menendangnya kuat hingga Douglas kehilangan kesadaran.
Semua penonton di arena terdiam. Mendadak arena yang tadinya sangat bising itu menjadi sunyi. Mereka terpukau sekaligus merasa ngeri melihat ekspresi dingin Serra.
Serra keluar dari arena tarung. Ia mendapatkan 100 koin emas lalu pergi dari arena itu setelah membuat banyak orang kehabisan uang mereka karena mempertaruhkan seluruh koin mereka untuk Douglas.
"Tuan, apakah aku harus mengejar Nona itu agar menjadi petarung kita?" Pekerja di tempat itu bertanya pada tuannya.
"Tidak perlu." jawab pria bermanik coklat sembari membalik tubuhnya kembali ke meja kerja.
"Baiklah. Kalau begitu aku permisi, Tuan."
Tak ada jawaban dari pria tampan dengan ekspresi tenang yang sudah duduk di kursi. Hal yang sudah dihafal oleh pekerja yang baru saja keluar dari ruangannya.
Serra pergi ke pasar di kota Silverstone. Ia masuk ke toko pakaian dan membeli beberapa pakaian yang cocok untuknya. Ia juga mampir ke toko alat rias. Meskipun Serra menyadari bahwa wajah yang ia gunakan memiliki kecantikan yang langka, tetapi ia masih perlu memoles wajah itu agar tak ada satupun orang yang bisa berpaling dari wajahnya. Dahulu pekerjaannya sebagai agen mengharuskan ia untuk tidak terlalu menarik perhatian, jadi ia agak sedikit menahan dirinya untuk menunjukan seberapa mampu wajahnya menyihir orang yang melihatnya. Namun, saat ini ia adalah seorang yang direndahkan karena tidak menarik sama sekali, oleh karena itu ia akan menunjukan kepada semua orang bahwa orang-orang telah salah karena merendahkan pemilik tubuh sebelumnya.
Selesai dari toko alat rias, Serra pergi ke toko perhiasan. Ia membeli beberapa perhiasan untuk dirinya pakai ketika ada pesta. Meskipun ia tak tahu apakah ada kesempatan baginya untuk pergi ke pesta, Serra tetap membeli untuk persiapan.
Keperluan pokoknya sudah ia dapatkan. Kini Serra mampir ke sebuah kedai. Ia memesan teh dan daging bakar untuk dinikmati sendirian.
Setelah menunggu beberapa saat, pesanannya datang. Ia menyantap makanannya yang sudah tersaji di meja.
"Boleh aku bergabung denganmu, Nona?" Pria yang bertaruh 100 koin emas untuk Serra duduk di kursi kosong di depan Serra.
Serra berhenti menyeruput tehnya, ia mengangkat wajahnya lalu tertegun melihat pria tampan di depannya. Rasa sakit menusuk hatinya saat itu juga.
"K-kau." Serra bersuara terbata. Matanya yang tadi tak menunjukan ekpresi selain dingin kini menyiratkan kesedihan.
"Querro De Agleo. Kau bisa memanggilku, Querro," pria itu memperkenalkan dirinya.
Dylan. Serra terus memandangi pria di depannya.
Serra terus memandangi pria di depannya
"Maaf, Nona. Apakah ada yang salah dengan wajahku?" Querro mendekatkan wajahnya ke wajah Serra.
Apa yang Querro lakukan membuat Serra semakin merasa sesak. Pria di depannya jelas bukan Dylan - teman satu perjuangannya yang tewas karena melindunginya. Namun, apa yang pria itu lakukan barusan sama seperti yang suka Dylan lakukan padanya. Dylan suka mendekatkan wajah kearahnya.
"Nona, kau baik-baik saja?" Querro menatap wajah Serra seksama. "Nona?" suara Querro akhirnya menyadarkan Serra.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Querro lagi.
"Aku baik-baik saja," jawab Serra.
Querro tersenyum. "Ah, aku tahu. Kau seperti tadi karena wajahku terlalu tampan, bukan?"
Serra memutar bola matanya. "Terlalu percaya diri." Kemudian ia tersenyum.
Querro suka senyuman wanita di depannya. Entah kenapa rasanya begitu hangat. Senyuman yang tampak femilier dalam ingatannya.
"Aku suka senyumanmu."
"Dan perayu." Serra mengangkat gelasnya, menyeruput teh yang ada di dalam sana sembari menatap Querro dengan mata melengkung indah.
Mungkinkah Tuhan mengirim Querro dalam kehidupannya saat ini untuk menemaninya seperti yang Dylan lakukan dahulu? Tuhan sudah mengabulkan permintaannya untuk bertemu kembali dengan Dylan si kehidupan yang lain. Tak mengapa jika Dylan tak bisa mengingat dirinya. Yang pasti ia tidak akan melupakan kenangannya bersama satu-satunya sahabat yang ia miliki di dunia manusia.
"Kau adalah wanita pertama yang aku rayu, Nona...,"
"Agatha Serraphine. Kau bisa memanggilku, Serra."
"Ya, Serra." Querro mengedipkan matanya. "Jadi, setelah perkenalan ini. Aku pikir kau tidak keberatan jika aku duduk di sini."
"Kau bisa duduk di manapun tanpa meminta izin dariku, Querro. Aku bukan pemilik tempat ini."
"Kau benar." Mata Querro melirik ke daging bakar kemudian kembali ke Serra, "Kalau itu. Aku harus meminta izin darimu."
"Ah, kau bisa memakannya." Serra menggeser piring berisi daging bakar mendekat ke Querro.
Querro mengambil satu potong daging bakar lalu memasukannya ke mulut tanpa segan sedikitpun. Di pertemuan pertamanya dengan Serra, ia sudah merasa sangat akrab dengan Serra. Ia yang biasanya cuek dan tidak peduli terhadap siapapun dan apapun, kini tersenyum sambil mengunyah makan yang dibeli oleh seorang wanita. Hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya.
Selama ini ia tidak mengizinkan siapapun mendekatinya. Ia juga tidak mau mendekati orang lain, tetapi berbeda dengan Serra. Ia merasa Serra adalah wanita yang istimewa. Wanita yang membuatnya ingin dekat dan semakin dekat.
‘Alpha, aku sudah menemukan di mana Damien dan kawanannya berada.’ Querro mendengar suara Alexander, beta pack-nya bicara.
‘Aku akan segera ke sana.’ Querro membalas pemberitahuan Alexander melalui pikirannya.
"Serra, di mana kau tinggal?"
"Aku putri beta Dark Moon pack."
"Ah, rupanya kau bukan wanita sembarangan." Querro mengenal siapa beta Dark Moon Pack. Meskipun ia masih muda, tetapi ia cukup mengenal orang-orang terkuat di benua yang ia tempati. "Aku akan mentraktirmu makan daging lain kali, saat ini aku harus pergi.
"Kau tahu caranya membalas juga rupanya." Serra tersenyum mengejek.
Querro bangkit dari tempat duduknya. "Setelah urusanku selesai, aku akan berkunjung ke kediaman Beta Steve."
"Aku tidak akan menunggumu.
"Aku pasti akan datang." Querro melambaikan tangannya sebagai salam perpisahan sementara mereka. Querro pasti akan menemui Serra lagi.
Wajah ceria Serra yang ia perlihatkan pada Querro kini kembali kesemula. Tatapan matanya kembali dingin.
Usai makan Serra segera melanjutkan perjalanannya. Ia harus kembali ke kediamannya sebelum gelap.
Serra melangkah di tengah hutan sendirian. Kedua tangannya membawa belanjaan yang ia beli di pasar.
Krak! Suara dahan patah membuat langkah Serra terhenti. Ekor matanya melihat ke arah kiri dan kanan. Telinganya semakin tajam mendengar. Ia yakin pasti ada yang mengikutinya.
Angin berhembus kuat. Serra segera membalik tubuhnya. Ia melangkah ke kiri, menghindar dari wanita yang mencoba menyerangnya.
"Siapa kalian?" Serra menatap ke tiga pria dan satu wanita yang mengepungnya.
"Aku adalah mate pria yang sudah kau lukai!" wanita yang menyerang Serra menatap Serra menyalak.
"Ah, pria lemah itu." Serra bersuara pelan, tetapi mengejek.
"Jalang sialan! Matilah kau!" maki mate Douglas. Wanita itu melayangkan serangan cepat pada Serra.
Belanjaan yang Serra bawa terlepas dari tangannya. Serra meladeni wanita di yang menyerangnya.
Serra berhasil menerjang lawannya. Satu terjerembab ke tanah kini tiga pria menyerangnya bersamaan.
Menghadapi situasi seperti ini bukan hal asing bagi Serra. Ia tak akan mundur barang selangkah saja.
Tiga pria dalam bentuk manusia bisa ia buat terjerembab ke tanah, tetapi saat ini serigala berwarna coklat bercampur hitam berdiri tegak di depannya dengan tatapan membunuh. Wanita tadi telah berganti shift. Dengan cepat serigala itu mengayunkan cakar padanya, secepat itu pula ia menghindar.
Namun, detik kemudian dengan kecepatan yang diluar batas wajar, serigala itu berhasil menerjang Serra hingga Serra terjatuh ke tanah. Kemudian suara retakan tulang disusul geraman memekakan telinga terdengar. Tiga pria telah berubah menjadi serigala. Mereka telah siap mecabik-cabik tubuh Serra.
Manusia mungkin bisa ia lawan dengan tangan kosong, tetapi empat serigala? Itu terlalu mustahil baginya yang tidak memiliki kekuatan apapun.
Meski tahu mustahil menang dari empat serigala besar di depannya. Serra tetap akan berusaha untuk melawan. Ia tak akan menyerah pada mereka yang mencoba untuk membunuhnya.
Satu serigala menyerang Serra. Serra berhasil lolos tetapi ia gagal menghindari dari serangan lainnya. Lengannya terkena cakaran. Berdarah dan terasa pedih. Tidak bisa meratapi luka di lengannya. Serra kembali menghindar dari serangan serigala lain. Ia berhasil, tetapi ia terguling karena serangan lainnya.
Serigala wanita menggeram. Ia melompat hendak mencabik tubuh Serra. Ketika itu Serra refleks menutup matanya. Hingga akhirnya ia membuka matanya ketika suara debuman terdengar. Ia melihat serigala wanita yang hendak membunuhnya telah terkulai di dekat pohon besar yang bergoyang.
Auman keras terdengar memekakan telinga. Bahkan daun-daun di hutan itupun bergoyang karenanya. Asal auman itu bukan dari tiga serigala jantan yang hendak menolong Serra, tetapi dari serigala berwarna emas yang berdiri di depan Serra, seakan ia adalah perisai bagi Serra.
Mata merah serigala emas membuat tiga serigala di depannya mundur. Mereka jelas tidak mungkin bisa mengalahkan serigala yang berdiri angkuh di depan mereka. Tiga serigala itu membantu serigala betina untuk berdiri. Kemudian mereka meninggalkan hutan itu.
Serigala emas berubah wujud ke bentuk manusia. Ia berbalik menatap Serra yang sudah berdiri di depannya.
"Allard...," Serra mematung setelah menggumamkan sebuah nama pelan nyaris tak terdengar oleh telinga manusia biasa. Sebuah nama yang tak pernah hilang dalam hatinya. Sebuah nama yang mengajarkannya jatuh cinta untuk pertama kali lalu mematahkannya bahkan sebelum ia sempat mengucapkan kalimat cinta.
Tuhan, kenapa dia harus menghantuiku sampai ke sini?
Air mata Serra terjatuh begitu saja. Detik kemudian ia membalik tubuhnya dan pergi berlari di tengah hutan yang mulai menggelap.