Sisi Gelap

1347 Kata
Happy Reading Satu setengah jam berlalu ketika dokter yang bertugas untuk menangani kondisi Emily keluar dari ruang perawatan. Kesya langsung berdiri kemudian berjalan menghampiri dokter itu. Ekspresi Kesya dipenuhi kekecemasan tetapi dia menahan diri seolah tegar, menguatkan hatinya sendiri. "Bagaimana keadaannya." suara Kesya hampir tenggelam di dalam mulutnya yang seperti sedang menyembunyikan tangis. "Jangan khawatir nona. Tidak terjadi hal yang serius dengan nyonya Emily. Anda membawanya tepat waktu sehingga pendarahan itu bisa cepat dihentikan." sahut sang dokter tenang. Keysa terdiam, namun tetap masih belum bisa percaya terhadap penjelasan dokter tersebut. Bayangan ketika pergelangan tangan Emily disayat sedemikian dalam dan merembeskan darah segar yang hampir membasahi seluruh pakaiannya sungguh tidak dapat diterima oleh akal Kesya. Mata Kesya yang berkilat tampak lekat memandangi sang dokter, lalu berucap dengan wajah serius. "Aku tidak percaya. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana darah itu mengalir sangat derasnya dari pergelangan tangan nyonya Emily. Pasti terjadi kekeliruan, aku mohon lakukan pemeriksaan yang lebih teliti lagi dokter." suara Kesya terdengar panik, dia menahan diri sekuat tenaga untuk tak mengguncang bahu dokter tersebut karena geramnya. "Saya memahami kekhawatiran anda nona. Tapi rumah sakit ini adalah milik keluarga Kingston dan dokter Derrick yang mengambil tanggung jawab sepenuhnya disini. Saya masih ingin hidup nona, saya tidak berani berkerja asal-asalan dan mengakibatkan kredibilitas rumah sakit ini menjadi buruk. Sebab kalau itu sampai terjadi, tuan Sean akan memenggal kepala saya." ujarnya sang dokter melempar senyum manis. Mendengar nama Sean disebut, seketika Kesya menjadi salah tingkah. Karena kepanikan yang menyelimuti batinnya dia sampai melupakan kenyataan itu. Kesya menarik wajahnya dari hadapan sang dokter kemudian menggerakkan kepalanya ke sisi kiri dan kanan seolah malu hendak berhadapan kembali dengan dokter tersebut. Cukup lama dirinya tampak seperti orang bodoh yang hanya bisa terdiam sambil menunduk. Lalu Kesya berdehem kecil untuk membersihkan kerongkongannya sebelum mendongak ke arah sang dokter. "Kalau begitu terimakasih dokter." Kesya memasang wajah seperti biasanya, seolah tidak terjadi apa-apa. Sang dokter menerbitkan senyum ramah di bibirnya, lalu membungkukkan punggung sebagai tanda hormat. "Saya permisi nona. Jika anda hendak menengok ke dalam, saya persilahkan. Tetapi anda harus meninggalkan ruangan setelah mencapai batas waktu kunjungan sesuai dengan prosedur rumah sakit yang berlaku." Kesya mengangguk, "Baiklah... sekali lagi terimakasih." tambahnya kemudian. ****** Sean meletakkan berkas itu di atas meja, tangannya yang terbebas dari perban segera diangkat lalu memijat dahinya yang tiba-tiba pening. Sampai sekarang ini, dia masih belum bisa menemukan siapa pelaku dibalik penyerangan itu. Namun satu yang pasti yang bisa dijadikannya kesimpulan bahwa penyerangan itu tidak berasal dari musuh-musuhya melainkan Kesya. Ketika mengingat nama perempuan yang sangat dicintainya itu, kepala Sean bertambah pening dan membuat dadanya sedikit sesak. "Aku tidak mengerti, darimana Kesya bisa mendapatkan musuh seperti mereka. Kau yakin sudah menyelidiki identitas Kesya sampai ke akar-akarnya?" Sean mulai bersuara dan mengangkat wajahnya ke arah Ben. "Tidak ada kesalahan mengenai penyelidikan saya tuan. Hanya saja untuk kepastian informasi nona Kesya, saya tengah berusaha mencari kejelasannya. Nona Kesya sangat misterius, dia hanya memiki riwayat kelahiran saja dan setelahnya semua mengenai latar belakang kehidupan nona Kesya lenyap tanpa jejak sama sekali." sahut Ben, nada suaranya terdengar sangat hati-hati, takut menyinggung perasaan Sean. Sean menghela napas pendek, "Aku merasa ada sesuatu yang disembunyikan Kesya." gumamnya pelan lalu menjeda sebentar sebelum kemudian menyambung. "Terus selidiki mengenai masalah ini dan laporkan padaku tentang perkembangannya." "Baik tuan." sahut Ben dengan optimis Sean lalu bangkit dari kursinya, hendak bergerak melangkah ke arah pintu. "Anda mau kemana tuan?" Ben langsung tergelak pasrah ketika menyadari kelancangan mulutnya itu. Dia buru-buru menunduk, menghindari tatapan Sean yang berubah dingin menusuk. Sean mengernyitkan dahi, menatap Ben dengan cermat seperti menilai. Dia tengah berusaha mempelajari lelaki itu, yang tiba-tiba saja berani menanyakan sesuatu yang terkait dengan urusan pribadinya. Ben telah lama mengabdi padanya dan baru kali lelaki itu bersikap ingin tahu terhadap urusannya. "Apakah aku harus memberitahu mu terlebih dulu kemana aku harus pergi? Kau ingin aku melaporkan apapun yang ingin ku lakukan begitu?" Sean berucap dengan nada suara mengejek yang kental. "Tidak tuan. Mohon ampun atas kelancangan sikap saya tuan." jawab Ben kemudian, tidak berani menoleh pada Sean. Sean menatap Ben datar, "Jangan melewati batasanmu. Aku tidak akan mengampuni mu lagi." "Baik tuan." Ben berucap takut-takut, namun terselip kelegaan di nada suaranya. "Siapkan mobil. Aku ingin menjemput Kesya." perintah Sean kemudian, tanpa repot-repot menunggu balasan dari Bwn, dia segera melangkah melewati lelaki itu hendak menuju ke arah pintu. Ben yang ditinggal sendirian, tampak setengah membeku disana. Otaknya masih bekerja keras untuk menelaah maksud perkataan tuannya. Sayangnya, semakin dirinya mencerna semakin jelas pula kepanikan yang melanda batinnya. Semuanya kacau... nona Kesya pasti ketahuan. ***** Maria yang berencana hendak mengunjungi putrinya tiba-tiba berhenti. Matanya yang bersinar senyum kepuasan seketika bertemu dengan mata hitam pekat Kesya. Rupanya perempuan itu telah menyadari apa yang sudah dilakukannya dan tentu saja hal yang pertama dilakukan Kesya adalah menemui dirinya. Dia tahu Kesya pasti menyimpan kemarahan atas peristiwa yang menimpa Emily. Maria tersenyum miring, lalu melangkah dengan gerakan elegant ke arah Kesya, memangkas jarak diantara mereka. "Kemana mulut manismu yang selalu sangat percaya diri memanggilku dengan sebutan ibu mertua." ujar Maria melemparkan sindiran keras pada Kesya saat dilihatnya perempuan itu hanya diam seperti patung. Kesya menatap dingin ke dalam mata Maria, seolah ingin menusuk ke dalam jantung perempuan itu. "Kau yang melakukan semua itu bukan?" Kesya berucap dengan nada serius, ada amarah tersembunyi disana. "Apa kau memiliki bukti. Kenapa kau menuduhku." Maria mengelak dengan cepat, berharap memberi jawaban menohok namun tanpa disadarinya malah menjadi peluang bagi Kesya untuk menjatuhkannya. "Kau memang perempuan setan." Kesya mendesis dari rahangnya yang mengatup. Mata Maria melebar seolah sedang terkejut, tapi sudut bibirnya menahan senyum. "Kita berdua sama-sama setan. Jangan berucap seolah kau ini adalah malaikat yang tidak pernah melakukan kejahatan." sahut Maria, ekspresinya berubah serius. Sambil memandangi Maria, tiba-tiba Kesya melengkah ke hadapan perempuan itu, tidak memperdulikan apapun lagi, dia langsung mengangkat tangannya dan menarik rambut Maria dengan kuat hingga perempuan itu mengaduh kesakitan. "Lepaskan aku! Dasar perempuan gila!" Maria melontarkan jeritan ngeri lalu menyentuhkan tangannya di tangan Kesya seperti ingin melepaskan. Namun Kesya yang sudah dikuasai oleh kemarahan semakin menguatkanku tarikannya di kepala Maria. Mata perempuan itu menggelap seperti dipenuhi oleh nafsu untuk membunuh. "Aku memang bukan orang baik tapi aku tidak pernah merebut apa yang telah menjadi kebahagiaan orang lain. Kau membuat sisi iblisku terbangun Maria, kau tidak seharusnya melukai nyonya Emily. Kau tidak tahu betapa inginnya aku melenyapkan mu di detik ini juga. Kau sebut aku setan, akan ku tunjukkan padamu bagaimana setan yang sesungguhnya." Kesya melepaskan tangannya dari kepala Maria, dan tanpa sempat perempuan itu menghindar, dia lalu mengangkat tangannya kembali kemudian melayangkan tamparan keras di pipi kiri dan kanan perempuan itu. Maria yang tidak siap menerima serangan berikutnya dari Kesya langsung terjatuh di lantai. Saking kuatnya tamparan itu, dia bahkan bisa merasakan telinganya berdenging dan sudut bibirnya perih karena terluka. Maria hendak bangkit, ingin membalas perlakuan Kesya tapi dia kalah cepat sebab perempuan itu kini telah berjongkok di depan wajahnya. Kesya menatap Maria penuh kebencian, api kemarahannya juga belum padam. "Aku peringkatkan padamu, sekali lagi kau menyakiti nyonya Emily, aku akan membunuhmu. Kau sudah lihat betapa menyeramkannya iblis ini bukan, jadi ku sarankan untuk kau berhati-hati." Kesya menjeda hanya untuk medekatkan wajahnya di wajah Maria. "Kita ini sama-sama iblis, hanya bedanya kau iblis yang dinginkan semua orang untuk mati sementara aku tidak. Camkan itu baik-baik." sambung Kesya lalu melempar tawa meremehkan sebelum kemudian bangkit dari posisi berjongkok. Sebenarnya ada yang baca cerita ini gak sih... sepi bangett ya ellah... buahahahaha ngakak parah aku mah. Kelihatan nie n****+ kagak seru. wkwkwk... Hai... Ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE. Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNGJAWAB. Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH SAYA IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukan kah sama saja mencuri penghasilan saya? Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN