Happy Reading
"Sebenarnya apa yang ada dalam pikiranmu. Kau selalu saja bertingkah layaknya anak kecil."
Diandra Oliver, wanita cantik berusia paruh bayah itu tampak begitu frustasi menghadapi semua tingkah laku Dastan. Suara Diandra yang membahana mengusik ketenangan seluruh penghuni kediaman Oliver.
"Sebenarnya apa yang terjadi disini?" dokter Derrick berujar dengan suara serak, matanya masih terpejam ketika menuruni tangga.
"Ini pasti kak Dastan. Hanya kak Dastan yang dapat mengobarkan api kemarahan ibu."
Daniela Oliver, mulai mengintrupsi pertikaian yang sedang terjadi dari balik punggung ayahnya. Dengan wajah masam, dia menatap dalam-dalam ekspresi wajah Dastan.
"Ada apa lagi ini, mengapa kalian sudah bangun?" Diandra langsung menodong suami dan putri bungsunya sesudah mereka berada di hadapannya.
"Tanyakan yang masuk akal sayang, suaramu sudah seperti gendang yang ditabuh. Jangankan mahkluk seperti kami, makhluk lain juga akan terbangun ketika mendengar suaramu itu." dokter Derrick mendumal dengan rasa jengkel kemudian mengambil duduk di sofa tengah. "Daniela, kesini." perintah dokter Derrick yang hanya diangguk oleh Daniela.
Dastan menunduk dalam, dia sama sekali tidak punya keberanian untuk menatap wajah ibunya. Beruntung ruangan ini dalam kondisi remang, jadi Diandra tidak terlalu memperhatikan wajahnya. jika tidak, habislah sudah kisahnya malam ini.
Diandra menghela nafas pendek. "Katakan darimana saja kau sampai sepagi ini baru pulang?" sahutnya lagi sambil melipat tangan diatas d**a.
"Ibu, aku... aku....
"Aku aku, aku apa? Katakan dengan jelas!" suara Diandra yang tiba-tiba meninggi membuat semua orang tersentak kaget.
Dastan terlihat sedang mengusap tengkuknya dari bulu-bulu yang sudah berdiri.
"Aku... aku baru saja dari rumah Sean." akhirnya setelah otak Dastan kembali bekerja, dia hanya bisa menemukan jawaban satu itu.
"Apa katamu?" suara dokter Derrick terselip nada tidak percaya. "Jangan berbohong Dastan, ayah baru beberapa jam lalu dari rumah Sean. Dan kau tidak terlihat disana, jadi rumah Sean mana yang kau maksud?" sambungnya kemudian.
Daniela tertawa bahagia dalam benaknya ketika melihat ekspresi Dastan yang sudah pucat pasi.
Aku yakin ibu pasti akan sangat marah sebentar lagi. Selamat menikmati hukumanmu, Dastan.
Ketika mendengar kenyataan langsung dari suaminya, Diandra tidak lagi bisa menahan amarahnya yang sudah berada di ubun-ubun.
"Daniela....!!!!" Diandra berseru kencang hingga membuat Danielle memekik kaget. "Hidupkan lampu ruangan ini. Aku ingin lihat tanda apalagi yang tertinggal di leher anak sialan ini!" sambung Diandra dengan nafas memburu karena emosi.
Pandangan Daniella dan dokter Derrick bertemu. Ketika dokter Derrick menggangguk kepala sebagai isyarat perintah, Daniela segera bergegas.
Dan langsung saja, ruangan itu berubah terang benderang. Dastan mengumpat berbagai sumpah serapah, kepalanya masih saja menunduk. Sebentar lagi, kisahnya akan segera berakhir di tangan ibunya.
"Angkat wajahmu!" perintah Diandra dengan suara tegas.
Dastan bergeming, entah mengapa dia tidak punya keberanian jika harus dihadapkan dengan amarah ibunya. Katakan saja dia b******k namun, tidak untuk sikapnya pada ibunya.
"Dastan!"
Sekali lagi, Diandra menyuarakan hal yang sama.
Dastan menarik nafas panjang, tangannya menyatu seolah sedang berbagi kekuatan. Perlahan, dia mengangkat wajahnya, langsung saja kedua tangan Diandra bergerak untuk menutup mulutnya.
"Ibu aku....
"Apa yang terjadi dengan wajahmu Dastan!" suara Diandra menggeram marah, kedua tangannya terkepal kuat, siap untuk menyerang lelaki dihadapannya.
Sontak saja Daniela dan dokter Derrick mengubah posisi dari terlentang menjadi duduk. Keduanya kompak menghela nafas pasrah seolah sudah mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Aku... aku.... terjatuh Bu." kebohongan sudah disusun rapi oleh Dastan musnah sudah saat berhadapan langsung dengan kemarahan ibunya.
Diandra menyipitkan kedua matanya, wajahnya bergerak maju menatap lekat-lekat ekspresi wajah Dastan. Seringai tajam menguasai bibir Diandra tatkala menemukan celah kebohongan disana.
"Kau berbohong, dan kau sudah membuat ibu marah." Suara merendah Diandra membuat punggung Dastan menegang.
Dan di detik selanjutnya, Dastan berteriak kesakitan ketika tangan Diandra menarik kuat sebelah telinganya.
"Ibu ibu, ini sakit sekali. Tolong lepaskan Bu, rasanya sungguh sakit." layaknya seorang anak kecil yang sedang mendapat hukuman seperti itulah Dastan saat ini. "Ibu tolong lepaskan tangan ibu. Sakit ibu, ampun Bu, ampun. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ibu, sakit sekali." sambungnya dengan suara lirih berisi permohonan.
"Diam.... Kau harus dihukum anak sialan."
Tanpa rasa kasihan, Diandra semakin menguatkan tangannya di telinga Dastan. Lelaki itu menjerit-jerit ketika Diandra menyeret tubuhnya dengan paksa menaiki tangga tanpa melepaskan tangannya dari telinga Dastan.
Dokter Derrick dan Daniella tertawa terbahak-bahak. Keduanya sudah mengetahui bahwa Dastan akan berakhir tragis di tangan Diandra. Wanita cantik itu, yang juga seorang dokter sangat tidak menyukai jika salah satu wajah Oliver terluka. Pekerjaannya yang seorang dokter dermatology membuat Diandra begitu posesif dengan kecantikan dan penampilan. Itulah mengapa wanita itu sangat marah ketika mengetahui wajah Dastan terluka.
"Ayah yakin sayang, ibumu pasti akan menghabisi Dastan." suara dokter Derrick terputus-putus karena tawa.
"Ayah benar. Kak Dastan pasti sudah menjadi zombie esok harinya." Danielle pun turut bersuara dengan terputus-putus.
"Ayah jadi tidak sabar menunggu Sang mentari terbangun. Rasanya tidak asyik jika kebahagiaan kita berdua cepat berakhir." ujar Derrick setelah berhasil meredam tawanya.
"Aku setuju. Dastan yang malang."
Tawa dokter Derrick kembali membuncah ketika Daniella memasang wajah pura-pura berduka.
Semua orang yang melihat keharmonisan keluarga Oliver tidak akan pernah berpikir bahwa semua keturunan Oliver rupanya sakit jiwa. Hanya keluarga Oliver yang bahagia melihat salah satu anggotanya ditindas.
*****
Kesya terbangun ketika cahaya sinar mentari pagi mengintip dari celah kecil. Mencoba mengumpulkan nyawa sepenuhnya, kelopak mata Kesya mengerjap perlahan mengusir kegelapan yang telah lama menemaninya. Dan berhasil, akhirnya mata coklat jernin nan terang itu terbuka lebar. Kesya menggerakkan bola matanya hingga tanpa saja menjatuhkan pandangannya di wajah tampan yang tampak tertidur dengan pulas.
Kesya mengulas senyum manis, lalu mengubah posisinya menjadi miring menghadap Sean supaya leluasa memandangi lelaki itu. Pandangannya kemudian berpindah, menatap d@da Sean yang dibebat oleh perban itu. Secara perlahan, diangkatnya kepalanya lalu mendaratkan kecupan diatas permukaan perban itu seolah sedang mencium d@da Sean yang terluka.
"Aku mencintaimu."
Bibir Kesya telah berpindah untuk kemudian berbisik lembut di telinga Sean. Dia menjaga tubuhnya supaya tidak menimpa Sean, khawatir mengenai luka lelaki itu.
Bisikan lembut yang berada tepat ditelinganya berhasil mengusik tidur Sean. Dengan cepat, kedua mata birunya terbuka lebar dan langsung disuguhkan dengan pemandangan wajah cantik Kesya. Jika pada umumnya perempuan akan terlihat sangat tidak menarik ketika bangun tidur namun, semua itu tidak berlaku bagi Kesya. Perempuan itu tetap saja cantik dengan wajah bantalnya.
"Aku bermimpi seseorang mengatakan cinta padaku. Aku masih ingin mendengarnya lagi Dan lagi tapi sepertinya tidak mungkin karena aku sudah bangun." suara serak Sean terdengar begitu seksi, wajah lelaki itu cemberut tampak seperti anak kecil Yang sedang merajuk pada ibunya.
Kesya terkekeh, entah kenapa tingkah laku Sean Yang seperti ingin bermanja-manja dengannya membuat hatinya menghangat. Kemudian dia kembali menunduk, mendekatkan wajahnya di wajah Sean lalu mengecup lembut bibir lelaki itu.
"Aku mencintaimu. Sudahkan?" Kesya langsung menarik wajahnya menjauh ketika dirasakannya bibir Sean hendak memagut bibirnya seolah mengundangnya ke dalam ciuman basah lelaki itu. Beruntung dirinya sudah terlebih dulu mengetahui niat licik Sean sehingga dirinya terbebas dari lelaki itu.
Bibir Sean menipis, matanya menatao jengkel pada Kesya, "Kau ini pelit sekali. Aku hanya ingin menciummu saja pun tidak boleh. Kau sangat menyebalkan." sahutnya lagi memasang wajah masam.
Kesya menggulum senyummya, sekuat tenaga untuk tidak menertawakan tingkah lucu Sean.
"Apakah kau sedang marah?" tanyanya dengan ekspresi senang Yang tidak bisa disembunyikan.
Sean melempar tatapan sinis, "Tidak. Aku hanya sedang tidak ingin berbicara padamu." sambungnya kemudian dengan nada ketus.
Lalu Kesya tampak memamerkan senyum tak berdosa, kemudian dia menarik tubuhnya menjadi duduk tegap di atas permukaan ranjang. Kedua tangan Kesya terlipat di depan d**a sebelum berbicara.
"Baiklah kalau kau tidak ingin bicara padaku maka aku akan berbicara dengan Adrian. Kau tahu bukan, aku dan Adrian memiliki hubungan yang sangat spesi-"
Kata-kata Kesya terpaksa berhenti karena ada sesuatu yang menghalangi bibirnya untuk berkata.
Sean menciumnya. Lelaki itu tiba-tiba menciumnya.
Sebuah ciuman yang dipengaruhi emosi yang membuat Kesya sangat kewalahan dalam membalas ciuman menuntut lelaki itu. Ketika dadanya mulai penuh akibat pasokan udara yang menipis, Kesya mengangkat tangannya menempelkan di d@d@ Sean berharap lelaki itu akan mengerti maksudnya.
Sean langsung menghentikan cumbuannya, meskipun dengan kepala yang hampir meledak karena hasratnya belum terpuaskan, tetapi Kesya membutuhkan waktu untuk mengambil napas. Sean menatap wajah Kesya Yang merah padam, sudut bibir perempuan itu sedikit bengkak karena diciuminya sementara dad@ Kesya bergerak tidak normal. Sean mengulurkan tangannya, mengusap lembut permukaan bibir Kesya yang lembab.
"Lain kali hati-hati ketika berbicara. Sekali lagi kau menyinggung lelaki lain di hadapanku, kau akan ku hukum." Sean menekankan kata-katanya, memberi penegasan supaya Kesya tidak mengganggap perkataannya sebagai lelucon. "Bersihkan dirimu, kita akan segera pergi."
"Kemana?" Kesya Yang masih berjuang dalam mengatur laju napasnya tidak bisa menahan diri untuk bertanya, ditatapnya wajah Sean dengan mata besarnya Yang menggenaskan, menyiratkan rasa keingintahuan Yang besar disana.
Sean tersenyum tipis, "Tentu saja pergi untuk mencoba gaun pengantinmu. Aku tidak sabar Dan ingin cepat-cepat menikahimu supaya tidak ada lagi Yang bisa mengambilmu dariku." sambungnya sambil tertawa pelan ketika melihat ekpresi Kesya Yang berubah shock seketika.
Hai...
Ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE.
Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNGJAWAB.
Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH SAYA IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukan kah sama saja mencuri penghasilan saya?
Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan.