Pertarungan Sengit

1973 Kata
Happy reading Seketika ruangan itu hening mencekam. Sean sendiri, yang menerima todongan pistol di pelipisnya sama sekali tak gentar. Malahan bibirnya menyunggingkan senyum sinis sementara ekspresinya tampak begitu tenang. Melupakan rasa sakit di bahunya, dengan gerakan cepat Sean langsung menangkap tangan lelaki itu dan memelintir kebelakang kemudian mengambil senjatanya. Suara teriakan membahana menyusuk sedetik kemudian, memantuk di udara. Mata Sean berkilat, seolah-olah sedang menertawakan lelaki itu. Dia bukannya takut tapi terlihat menahan senyum mencemooh. Sean lalu mengangkat pistol itu dan menodongkan ke kepala lelaki tersebut.   "Bagaimana kalau kau yang mati hari ini dan bukan aku." Ujarnya dengan nada dingin, dan mengencangkan cengramannya di bahu lelaki itu. "b******k! Lepaskan aku!" Di detik yang sama Sean langsung mengerutkan dahinya dalam, merasa tidak asing dengan suara itu. Dimiringkannya wajahnya dengan hati-hati, hanya untuk melihat wajah lelaki itu. "Dastan?" ucapnya dengan suara tertahan, seolah berjaga-jaga jika tebakannya tidak tepat sasaran. "Lepaskan tanganku Kingston!" Dastan memberontak sekuat tenaga, lelaki itu langsung melepas topeng yang tampak sempurna menutupi wajahnya dan menghadapkan pada Sean. "Aku Dastan Oliver, kau sudah bisa mengenaliku dengan jelas bukan!" mata Dastan tersirat kesakitan yang luar biasa karena Sean seperti sedang berusaha untuk mematahkan tangannya. Sean mendegus kesal, mengutuki tingkah konyol Dastan yang mencoba untuk membuatnya terintimidasi. "Lain kali gunakan otakmu dengan benar." Sean berujar dengan ekspresi wajah datar. Sean lalu melepas tangan Dastan dengan gerakan kasar hingga lelaki itu jatuh tersungkur karena kehilangan keseimbangan. "b******k! Kau menyakitiku!" Dastan berseru keras, rasa sakit ditangannya belum juga hilang kini dia juga harus merasakan sakit di area bokongnya. Sean bergeming tanpa kata sejenak, melemparkan tatapan menusuk pada Dastan. “Aku sedang dalam suasana hati yang buruk. Berhenti bersikap kekanak-kanakan.” Mendengar itu Dastan menjadi salah tingkah dipenuhi perasaan bersalah. "Maafkan aku. Aku sama sekali tidak bermaksud meremehkan mu. " jawabnya pelan, lalu bangkit dari permukaan lantai. "Lebih baik kau tutup mulutmu dan mulailah bersikap serius. Kita sedang dikepung saat ini.” ucap Sean mengubah ekspresi wajah menjadi waspada. Dastan terkekeh pelan. "Memangnya apa lagi yang kau takutkan, seluruh penyusup itu sudah musnah di tanganku." sahutnya dengan ekspresi sumringah, sambil menepuk-nepuk dadanya seolah memuji kehebatannya sendiri. Sean mengangkat sebelah alisnya. "Benarkah? Aku penasaran bagaimana kau melakukannya?" ujarnya memberi sindiran pedas lalu berlari cepat dan mengambil posisi di balik tembok. Mata Dastan melebar melihat kepongahan Sean yang seolah meremehkan kemampuannya. Suaranya setengah menggeram ketika berucap. "Kau tidak percaya padaku? Aku memang sudah menghabisi semu..... DOR....! Refleks Dastan menunduk, melindungi dirinya dengan cekatan akibat suara peluru yang tiba-tiba menembus jendela kaca itu. "b******k!" hardiknya dengan mengutuk. Peluru bertimah panas itu hampir saja mengenai kepalanya, jika dia tidak cepat menghindar.  Ketika matanya tak sengaja melihat ke arah Sean, Dastan langsung mendengus saat menemukan ekspresi wajah lelaki itu yang menghina dengan kental. Darren menggulum senyumnya sendiri. "Ku sarankan untuk tidak banyak berbicara sebelum timah panas itu menembus jantungmu." sahut Sean kemudian. Dan benar saja, di detik selanjutnya suara tapak kaki yang berbondong-bondong mulai menyapa pendengaran mereka. Sean dan Dastan saling berpandangan sebelum kemudian ekspresi mereka berubah dingin. "Sepertinya tamu kita sudah tiba." Sean tersenyum penuh arti lalu melepas dasi di lehernya karena merasa gerah, dengan gerakan dagunya dia memberi perintah kepada Dastan untuk bersembunyi. Dastan memahami isyarat itu, seketika dia berdiri dan melesat pergi ke salah satu tembok besar untuk bersembunyi. "Aku mulai bosan. Tampaknya aku harus menunjukkan diriku yang sesungguhnya."Sean menatap ke arah Dastan penuh arti, seringai tajam yang terukir di wajahnya membuat Dastan semakin bersemangat. "Tidak masalah. Aku juga sudah bosan dengan olahraga ranjang." Dastan mengedip sebelah matanya penuh arti, membuat Sean semakin jengkel. Sean melepas kasar jasnya, kemudian menarik dasi yang sedari tadi begitu mencekik lehernya dan membuang ke lantai. Perlahan dia keluar dari balik tembok disusul oleh Dastan dibelakangnya, kemudian kedua lelaki itu berdiri tepat di depan pintu yang masih tertutup rapat. Keduanya berdiri layaknya para penjaga dengan tubuh terlatih yang siap memberi sambutan hangat kepada para tuannya. Mereka tampak menunggu, yang satunya dengan wajah datar nan menakutkan sementara yang lainnya tampak bereaksi tenang. Dasten menoleh diam-diam kea rah Sean, menjatuhkan padangannya pada luka tembak di bahu lelaki itu yang masih merembeskan darah segar seolah tiada habisnya.   "Kingston, ingatlah satu hal. Jika kau mati maka Kesya akan jatuh ke pelukanku. Sebab itulah, kau tidak boleh sampai mati." dengan sengaja Dastan menyulut kemarahan dalam diri Sean. Luka lelaki itu sangatlah parah, tidak ada cara lain yang bisa dilakukan Dastan untuk menguatkan Sean selain Kesya. Dan berhasil, seketika Sean menolehkan kepala ke arah Dastan. Matanya menggelap sementara rahang lelaki itu seketika mengetat. "Aku tidak akan mati." Desisnya dengan suara tajam. Dastan tak lagi berucap, hanya melempar senyum samar. Dia sudah cukup puas ketika mendengar jawaban singkat lelaki itu. Tatapannya kembali tertuju pada pintu yang sebentar lagi pasti akan terbuka lebar. Dan tidak perlu menunggu lama lagi, pintu besar itu pun akhirnya didobrak paksa dan langsung memunculkan siluet para lelaki bertubuh tegap dan besar. Sean sama sekali tidak terpengaruh, dia malah balas menatap mereka dengan santai. Sementara Dastan tetap berusaha tenang meskipun detak jantungnya mulai tak karuan. Bagiamana tidak, saat ini dihadapan mereka puluhan lelaki berbadan tegap lengkap dengan senjata tengah ditodongkan pada mereka. Dastan menggunakan ekor matanya untuk melirik ekspresi Sean sekilas. Sial! Si Kingston ini memang tidak mengenal rasa takut. Bagaimana mungkin ekspresinya tetap datar seperti itu? "Wah... sambutan yang begitu luar biasa." ujar salah satu dari antara penyusup itu. "Dimana wanita cantik itu, Aku sama sekali tidak tertarik dengan Kingston ataupun Oliver. Wanita itu adalah alasanku untuk datang kesini." sambungnya kemudian. Sean tersenyum sinis. "Wanita yang kau cari adalah wanitaku. Perhatikan ekspresi wajahmu jika berbicara tentangnya, aku sedikit terusik dengan ekspresi wajah menjijikkan itu." "Kurang ajar!" Dastan dengan gesit meringsut maju lalu mendaratkan pukulan keras di d**a penyusup itu hingga tubuh lelaki tersebut tersungkur dan keningnya membentur lantai lantai. "Jaga mulutmu sebelum ku robek sekalian." Geramnya dengan d**a naik turun karena emosi. Rupanya perkataan itu langsung mengobarkan api kemarahan diantara mereka. Para penyusup itu seketika melangkah maju hendak meringkus Dastan. Tetapi Sean segera menghadang, dan menembakkan pistolnya tepat sasaran. Darah segar nan kental mengalir dari sana, membuat sebagian penyusup itu terjerambab tak berdaya di atas lantai. Pertarungan itu sengit, menguras secara fisik dan mental. Sean dengan cepat memukul mundur para penyusup itu tanpa perlu terlalu membuang banyak tenaga. Dastan tersenyum miring, Sean memang tidak pernah diragukan jika menyangkut dengan keahlian bela diri. Di tengah Dastan mengamati tubuh para penyusup itu yang terkapar tak berdaya, tiba-tiba tubuhnya terjungkal ke belakang saat mendapat pukulan kuat di wajahnya. "b******k kau!" Dastan bangkit dengan cepat, lalu melayangkan tinjunya di rahang lelaki itu. "Rasakan ini. Kau merusak aset berharga ku! Kau tidak tahu betapa mengerikannya ibuku jika melihat wajah ku ini lecet." Dastan meracau sendiri seperti orang pesakitan sambil mendaratkan pukulan bertubi-tubi,  lelaki yang berada di bawahnya sudah tak sadarkan diri. Sean mengumpat ketika melihat Dastan malah sibuk sendiri dengan mayat lelaki itu sementara dirinya tengah berjuang seorang diri. Darren menangkap pukulan yang hendak dilayangkan pada rahangnya dan langsung memelintir ke belakang, begitu kuat hingga menimbulkan bunyi tulang yang patah. Sean  menarik pistolnya dan langsung menembakkan pelurunya dan menembus kepala lelaki itu. Dengan gerakan kasar, Sean mendorong tubuh lelaki itu dan ambruk di lantai dengan bagian tubuh depannya menempel disana. Mata tajam Sean memindai satu per satu tubuh yang sudah tergeletak tanpa nyawa. Pandangannya seketika terjatuh pada tiga sosok lelaki yang meringsut ketakutan di sudut pintu.  Dia lalu mengarahkan pistolnya kepada mereka, dan tanpa pikir panjang menarik pelatuknya. "b******k! Kau membunuh mereka!" teriak Dastan dengan tatapan tidak percaya, refleks bangkit dari atas tubuh mayat tersebut. "Aku sudah terlanjur basah, kenapa tidak sekalian mandi saja." Sean berucap dengan santai tampa perlu menoleh pada Dastan. "Ambil pelurunya, aku ingin menyelidiki lebih dalam kasus penyerangan ini." sambungnya kemudian beranjak keluar melewati tubuh manusia yang berserak di ruangan itu. "Mau kemana kau?" Dastan berseru ketika melihat Sean meninggalkan dirinya begitu saja. Sean menghentikan gerakannya seketika dan menoleh pada Dastan. "Tentu saja hendak menemui Kesya. Menurutmu kemana lagi, rumahku hanya Kesya seorang. Aku merindukannya" Sambungnya kemudian tanpa beban,dan tak perlu menunggu balasan Dastan, dia langsung berbalik dan melanjutkan langkahnya. Mulut Dastan ternganga, sementara matanya melebar dipenuhi ketekejutan. "Mati saja kau Kingston! Teganya kau meninggalkanku bersama sekumpulan mayat ini! Dasar b******k!" Meskipun Sean tak lagi terjangkau oleh pandangannya, Dastan tetap saja berteriak untuk melampiaskan kekesalannya. Dia lalu mengambil sebuah pistol yang berisi peluru  dan menatapnya sebentar. Kemudian dengan cepat dia menyelipkan pistol itu dipinggangnya. Perkataan Sean adalah perintah dan dia tidak ingin lelaki kejam itu murka lalu menelannya hidup-hidup. Tangan Dastan terulur untuk mengusap wajahnya dengan frustasi, ekspresinya berubah menjadi masam. Brengsek! Ibu pasti akan membunuhku setelah ini. Enjoy everyone, tapi maaf yah tidak updated rutin karena kontrak masih di awang-awang. Sampai jumpa di next chapter.    Thank you guys…Buat semua yang sudah support. Tapi maaf sekali novelnya harus terpaksa di gantung, karena kontrak belum turun sampe sekarang. Sebab itulah aku meminta tap love tetapi sepertinya belum rezeki dapat kontrak melalui jalur love. Novelnya pasti lanjut tapi sabar yah karena masih ajukan kontrak baru lagi saya ini. Pokoknya terimakasih banyak yah buat semuanya, sampai jumpa di “Arti KehadiranMu part 2” Love you gaes….   Spoiler-spoiler di “Arti KehadiranMu part 2” 1.      “Aku tahu kau mencintai Kesya. Bagaimana jika kita bekerja sama, dengan begitu kau bisa memiliki Kesya dan aku bisa memiliki Sean. Kita impas bukan?” Sheila memberi penawaran yang menggoda pada Adrian, membuat lelaki itu membeku seketika.   2.      Maria mencengkram rahang Keysa dengan kuat, “Perempuan sialan! Aku bersumpah akan menghancurkanmu. Berhenti untuk mengusikku Kesya, kalau kau tidak ingin berakhir seperti Emily.” Ucapnya mendesis.   3.      “Kau memang perempuan gila Sheila. Aku sudah memperingatkanmu sebelumnya jika kau berani menyentuhku, akan ku pastikan kau membayarnya sepanjang hidupmu.” Ujar Kesya dengan tatapan tajam.   4.      Sheila tertawa keras, keberuntungan ternyata masih berada di pihaknya. Dia memandangi berkas itu dengan mata berbinar. “Penari telanjang eh? Aku tahu kau memang serendah itu Kesya.”   5.      “Ibu, bukankah kau selalu berhasil menyingkirkan siapapun yang berani menghalangimu?” Sheila memajukan tubuhnya supaya lebih dekat dengan Maria, kemudian menyambung sambil menatap perempuan paru baya itu dengan dalam. “Aku juga ingin kau melakukan hal yang sama seperti dulu. Segeralah bertindak dan bunuh Kesya, dia penghalang terbesar bagi kita.”   6.      “Kesya memiliki masa lalu yang kelam. Ibunya pernah berada di balik jeruji dan  kau tahu semua itu karena apa?” ujar lelaki berkepala plontos itu, mengamati wajah Sean dengan seksama lalu melanjutkan perkataannya. “Karena Elisabeth ingin melindungi Kesya,dia mengorbankan dirinya hanya untuk perempuan itu. Kesya adalah pembunuh yang sebenarnya bukan Elisabeth. Perempuan yang kau cintai itu menghabisi ayahnya sendiri.”   Kalau kalian mau cepat acc kontrak tolong tap love yah, saya janji bukan untuk di lock…. Kalau sampai aku bohong, terserah kalian dah mau ngapain, aku bakalan terima. Sampai jumpa lagi….. Hay terimakasih sudah mendukung saya sampai sejauh ini teman-teman. Mohon menunggu karena kontranya masih di awang-awang, tapi tenang sesekali saya akan upload yah. Tolong tap love nya jika berkenan, jika tidak juga gak apa-apa. Bukan maksud supaya cerita saya berkoin tapi hanya ingin proses kontraknya bisa cepat. Kalau ada yang kurang di n****+ ini mulai dari seasoon 1- 2, tolong kritik dan saran yang membangun ditinggalkan. See you guys, very very soon. Thank you for all the support.  Hai... Ini karya orisinal aku yang hanya exclusive ada di Innovel/Dreame/aplikasi sejenis di bawah naungan STARY PTE. Kalau kalian membaca dalam bentuk PDF/foto atau di platform lain, maka bisa dipastikan cerita ini sudah DISEBARLUASKAN secara TIDAK BERTANGGUNGJAWAB. Dengan kata lain, kalian membaca cerita hasil curian. Perlu kalian ketahui, cara tersebut tidak PERNAH SAYA IKHLASKAN baik di dunia atau akhirat. Karena dari cerita ini, ada penghasilan saya yang kalian curi. Kalau kalian membaca cerita dari hasil curian, bukan kah sama saja mencuri penghasilan saya? Dan bagi yang menyebarluaskan cerita ini, uang yang kalian peroleh TIDAK AKAN BERKAH. Tidak akan pernah aku ikhlaskan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN