TIGA BELAS : The Team Has Coming

1703 Kata
Ini adalah hari pertamaku bekerja setelah kemarin aku sudah sibuk berurusan dengan sisa pekerjaanku--aku menyebutnya pekerjaan karena Rendi benar-benar menggajiku sebagai suatu apresiasi karena aku telah membantunya untuk mengerjakan setengah pekerjaannya, dan date untuk Mila tentu saja. Setelah aku menghubungi Mila, ia mengirimiku beberapa link yang menghubungkannya dengan sosok Emil si social media awkward. Ia setuju untuk mencoba bertemu dengan Emil meski dengan sedikit paksaan dariku. Oke, persoalan tentang Mila selesai, dan kini saatnya aku harus berhadapan dengan dunia kerja pertamaku di Sydney. Seperti biasa, setelah selesai dengan berbagai pekerjaan rumah, aku pergi mengendarai bus menuju kantor. Aku datang jam delapan setelah selesai masak dan mengepak bekal untuk makan siangku dan Rendi. Perasaanku sekarang sudah tidak terlalu nervous lagi setelah aku tahu bagaimana kantor Zoe dan bagaimana satu karyawannya itu bertingkah. Semoga saja dalam kehidupan bersosial dengan Beth, aku tidak akan merasa darah tinggi karena kelakuannya. Jam delapan tepat aku sudah sampai di gedung yang aneh ini. dan dengan satu tarikan napas, aku masuk ke tempat yang akan menjadi naunganku ini. Beth sudah ada di tempatnya dengan kemeja putih dan hem hitam, terlihat cantik namun kaku. “Hai, pagi, Beth.” Sapaku pada Beth yang hanya melirikku sekilas dan tersenyum. “Kau tahu… di mana mejaku?” tanyaku. Beth kembali tersenyum dan tidak berdiri sesuai dengan harapanku untuk memberi tahu aku yang clueless ini di mana mejaku untuk bekerja sebenarnya. Tak mungkin kan aku menunggu Zoe yang entah kapan akan datang semau hati dengan duduk di sofa seorang diri. “Di sebelah ruangan Zoe.” Katanya singkat dengan memandangku sekilas dan kembali melihat layar laptopnya. “Trims.” Ujarku singkat. Aku melangkahkan kaki hati-hati ke lantai dua di mana ruangan Zoe berada. Sialnya, kenapa semua orang di kantor ini belum datang selain Beth karena saat pertama kali aku datang, kantor ini dipenuhi orang sekitar sepuluh sampai dua belas, entahlah. Dan sekarang aku tidak menemukan satu orang pun di ruangan lain selain di depan tadi. Anxiety mulai menyerang sampai telapak tanganku keringatan. Untungnya setelah menikah, Rendi bukanlah orang yang memandangku aneh dengan segala pil yang aku konsumsi setiap harinya. Dan ketika aku melongok ke ruangan di sebelah ruangan Zoe, aku melihat seorang pria dengan dandanan rock-nya, leather pants, kaus Led Zeppelin--Band rock kesukaan Ayah yang dulu pernah membuatnya bolos kuliah untuk menonton konsernya di Zurich, dan jaket hitam dengan nuansa Grunge yang kental. “Hai, selamat pagi.” Sapaku pada si pria yang menoleh dan tersenyum ramah. “Hai, selamat pagi. Ada yang bisa aku bantu karena aku tahu kalau Beth tidak terlalu membantu di sana.” Katanya ramah. “Terima kasih,” aku berjalan ke arah mejanya, “aku pegawai baru di sini. Aku tidak tahu Zoe sudah memberi tahu atau belum tapi aku harap kau bisa memberi tahuku di mana aku harus menaruh hand bag milikku dan juga pantatku untuk duduk.” Si pria tertawa dan berdiri untuk menjabat tanganku, “I like you, namaku Matt dan kau bisa duduk di meja yang tidak ada apa pun di atasnya. Itu artinya kosong dan kau bisa tempati. Kau bisa mengambil laptop barumu di Apple Store setelah Tres datang dan mengurus semua keuangannya, namun untuk sementara kau bisa melihat katalog dan daftar klien yang akan kita tangani beserta keinginan ajaib mereka. Dari yang ingin seperti sleeping beauty dan lengkap dengan rambut tujuh puluhannya beserta lusinan burung yang terlatih untuk bernyanyi, sampai yang tak kalah ajaib dengan keinginan seksinya dengan gaun dan gather belt. Tapi tenang saja, semua keinginan bisa dilakukan di sini, kita semua adalah ibu peri dengan keringat, darah, dan semosi yang akan meluap. Zoe akan menyewa psikiatri untuk kita ketika beberapa orang sudah mulai berteriak tidak jelas.” Aku menelan ludah saat mendengar omongan dari Matt. Sedikit khawatir, namun entah kenapa aku merasa kalau semua ini adaah tantangan baru yang membuatku semangat dan tak sabar untuk melakukan semua hal dijabarkan oleh Matt. Ini seperti melangkah ke satu panggung baru dan menunggu unutk bisa menjadi kontestan yang menghasilkan satu hal baru yang membuat diriku bangga. Paling tidak aku tidak sabar untuk membuat diriku menang di tantangan baru dan di kehidupan baru ini. Aku pun menaruh hand bag milikku ke meja dengan Matt yang menggeser tempat duduknya jadi mendekat dengan mejaku. Paling tidak, aku merasa kalau ia welcome dengan keberadaanku dan akhirnya kau memiliki teman mengorol selain Rendi dan Zoe di sini. “Kau yang akan menggantikan Carla, selamat kalau begitu.” Katanya dengan senyum penuh makna. “Kenapa kalau boleh aku tahu?” “Kau akan mengerjakan semua pekerjaan Zoe dan itu artinya… Zoe akan mulai kembali jarang datang ke sini dan perusahaan ini akan kembali dijalankan oleh kita bersama secara keseluruhan, harfiah, dan tanpa sang pemilik peduli dnegan perusahaannya.” Tanpa sadar aku langsung menelan ludah. “Oh, satu kejutan yang… oke.” Kataku yang kedengaran mungkin agak tidak bersemangat. “Jangan khawatir, tanpa Zoe semuanya akan baik-baik saja.” Matt mengedipkan satu matanya dan kembali menuju di mana mejanya berada. Aku pun segera mengirimkan pesan pada Zoe untuk mengabarkan kalau aku sudah sampai ke kantor karena aku belum memiliki kartu id seperti pegawai lainnya untuk absen. Tapi aku juga tidak yakin dengan sistem absensi di sini apakah berpatokan pada jam atau tanpa absensi seperti itu pun aku masih dihitung masuk. “Matt, apakah katu id itu penting untuk absensi?” tanyaku. Matt mendongakkan kepalanya dan tersenyum, “itu hanya formalitas. Selama kau dilihat anak-anak di kantor, artinya kau masuk meski pun hanya beberapa jam saja dan harus mengurus entah apa di luar kantor. Bekerja di sini santai, namun kadang bisa menyebalkan.” “Terima kasih atas penjelasannya.” Kataku. Ponselku berdenting berkali-kali. Pesan masuk dari Zoe membuatku agak sedikit gugup akan apa yang harus aku lakukan di hari pertamaku bekerja.             Zoe - Pagi! Oke, tunggulah Tres datang dan minta padanya untuk memberikan kartu kredit perusahaan untuk ke Apple Store Zoe - Dan kalau Gaby sudah datang, kau bisa minta dia membuatkan id card kantor untukmu Zoe - Matt mengurus semua hal tentang IT kalau kau sudah membeli Macbook, minta ia urus untukmu Zoe - Anita mengurus semua daftar klien dan seua berkas-berkas berharga, ia akan memberimu daftar klien kita yang harus kita urus Zoe - Aku akan datang di jam makan siang Zoe - Semoga harimu menyenangkan!   Aku terdiam sebelum membalas pesan yang dikirimkan oleh Zoe. Kini aku paham maksud dari Matt yang mengatakan kalau Zoe tidak terlalu peduli akan kantornya ini karena ia sudah memiliki beberapa pegawai yang ia percayai untuk menjalankan bisanisnya ini tanpa ia perlu banyak campur tangan di dalamnya. Tak heran juga kalau dalam satu musim saja ia bisa mendapatkan sepuluh klien yang jauh-jauh hari sudah mem-booking jasanya d tengah persaingan Wedding Organizer yang ketat dan marak di luar sana. Saat aku menikah dan mendatangi Wedding Expo saja aku cukup kaget dengan jumlah para Wedding Organizer yang ada di dalam list yang terdaftar di acara tersebut. Itu baru yang terdaftar, bagaimana yang lain? Yang tak perlu mempromosikan karena sudah tenar, atau yang tak ingin ikut acara Expo seperti itu karena slotnya sudah penuh atau karena alasan lain.             Bianca - Oke, noted, Zoe. Terima kasih   Pada akhirnya aku hanya membalas kalimat template yang biasa ku gunakan ketika aku sedang malas, bingung, atau tak memiliki banyak waktu untuk membalas pesan dari atasan. Dan ketika aku sedang mengeluarkan semua keperluan kerja berupa alat tulis, pegawai lain di kantor ini mulai datang satu per satu. Dari yang gayanya sangat fashionable sekali, sampai yang cuek setengah mati pun ada di sini. “Halo! Oh ini pegawai baru yang akan menggantikan Carla? Kenalkan aku Anne.” Kata si perempuan yang tampilannya sangat fashionable sekali seperti Mila, namun terlihat cerah tanpa pandangan tajam. “Hai, aku Bianca yang menggantikan posisi Carla, ya.” Jawabku sambil menjabat tangan yang lawan bicaraku ini ulurkan. “Selamat datang di kantor ini, semoga kau betah.” Katanya dengan senyum manis sebelum meninggalkanku dan berjalan menuju ke mejanya yang berada di sebelah Matt. “Hai, aku Deby. Zoe bilang kau butuh id card, akan segera aku buatkan untukmu.” Kata Deby si santai yang pakaiannya hanya berupa jeans dan kaus putih polos serta sepatu kets hitam seperti anak sekolah yang tersenyum simpul. “Hai, aku Bianca, terima kasih Deby.” Jabatan tangan lain pun mengawali pagiku di sini. “Tres sedang memarkir mobilnya, kau bisa meminta kartu kredit perusahaan padanya. Tres yang mengurus semua keuangan di sini dibantu dengan Diane yang seringnya datang telat.” Jelas Deby yang mau berbaik hati megajakku mengobrol lebih jauh dan memperkenalkan struktur organisasi di kantor ini. “Oh, hanya dua orang yang mengurusi keuangan?” tanyaku sekenanya. “Ya, tak perlu banyak orang untuk mengurus semua kantor kecil yang seringnya berantakan ini.” Balasnya. Deby duduk di seberangku dengan meja yang sangat minimalis dan rapi terstruktur. Feeling-ku ia menganut paham minimalis yang sekarang sedang menjamur di berbagai belahan dunia, dan perfeksionis sekali sampai membuat semua barang yang ada di mejanya harus pada tempatnya. Aku baru saja memergokinya menjejerkan alat tulis dengan begitu rapi dan sejajar. “Oke.” Jawabku singkat. Orang yang bernama Tres akhirnya datang. Ia adalah wanita yang mungkin lebih tua dariku dan datang berjalan dengan tergopoh-gopoh dengan tas besar dan tas bekal yang juga aku bawa dari rumah untuk menampung makan siangku. Ia tersenyum melihatku dan menaruh semua barang bawaanya ke meja kemudian mendatangiku dan membawa satu Filofax besar yang berisi banyak kertas di dalamnya. “Hai, aku Tres yang mengurus keuangan di sini. Zoe sudah memberi tahuku kalau aka nada pegawai baru yang akan menggantikan Carla di sini. Dan sebagai pegawai baru,” Tres yang agak bertubuh besar, menarik kursi kosong yang ada di sebelahku karena terlihat kelelahan entah mengapa, “oke, dan sebagai pegawai baru. Ada kontrak kerja yang harus kau tanda tangani.” Ia mengeluarkan kertas-kertas itu dari dalam Filofax dan memberikannya padaku, “baca dengan baik, isi, dan kemudian berikan padaku agar aku bisa memproses semua keperluanmu secepatnya agar kau bisa bekerja hari ini.” Tres tersenyum padaku dan kembali ke mejanya dengan cepat seakan ia sedang dikejar-kejar waktu. Aku mulai membaca semua kertas yang diberikan oleh Tres dan merasa sepenuhnya akan berada di kantor ini setelah menandatangai lembar kontrak kerja. Oh God, aku tak sabar lagi! -Continue-
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN