Chapter 3

2053 Kata
“Kemana kau akan membawaku pergi?” tanyaku kebingungan sambil melihat Beno memegang tanganku. Kami sudah berlari cukup jauh dari tempat tadi. Sedangkan Beno, juga terlihat sama-sama kebingungan sama sepertiku “Entahlah, yang jelas aku akan membawamu keluar dari tempat ini” balasnya dengan penuh keyakinan. Aku menoleh ke belakang, dan melihat kalau ada dua anak yang berlari tepat di belakang kami. Aku sudah merasa berlari cukup kencang, namun ternyata kecepatanku masih bisa terkejar oleh mereka. Sejujurnya, kami tidak tahu seluk beluk tentang kampus ini. Baru dua hari sejak kami masuk ke dunia perkuliahan dan sudah terlibat masalah seperti ini. Aku tidak tahu mana saja jalan atau tempat yang aman bagi kami untuk bersembunyi. Lagipula aku yakin kalau Beno juga tidak terlalu mengenal universitas ini. Universitas yang aku pilih ini memang cukup terkenal. Seringkali disorot oleh TV atau koran karena prestasinya, namun tentu saja seterkenal apapun universitas itu, tidak mungkin akan langsung mudah dikenali. Untuk masuk ke dalam universitas ini, aku berusaha cukup giat. Aku tahu hanya belajar dengan tekunlah satu-satunya senjata yang kupunya saat itu. Tanpa koneksi, harta, ataupun lainnya. Saat aku menginjak kelas 3 sma, aku benar-benar memutus hubungan dengan dunia gelap itu. Hanya fokus untuk belajar agar masuk ke dalam universitas ini. Tidak ada alasan khusus sebenarnya aku memilih Universitas ini, hanya saja aku sudah memikirkan dampak ke depan bila aku berkuliah di sini. Jarak antara rumah dan universitas ini cukup dekat, dan itu tentu saja akan menghemat tingkat ekonomiku. Hanya itu saja, tidak ada yang lain. Tapi sialnya aku malah terseret masalah, bahkan sebelum kuliah dimulai. Mungkin memang nasib sial selalu menimpaku, hanya saja aku tidak tahu harus protes dan marah kepada siapa... “Bagaimana kalau kita kembali ke barisan ospek jurusanmu. Pasti mereka akan berhenti mencari dan mengejarmu. Aku yakin tindakan ketua hima itu tidak pernah di setujui oleh para anggota yang lainnya” sahut Beno mengusulkan sesuatu. Untuk sementara, aku sempat berpikir kalau itu adalah usulan yang baik. Namun instingku berkata usulan yang sangat aman seperti itu tidak mungkin memiliki risiko “Tidak, tidak bisa. Semuanya akan menjadi makin kacau jika aku kembali ke barisan” balasku kepada Beno. “Apa maksudmu? Jika kau kembali ke barisanmu, orang-orang itu mungkin akan malu ataupun takut untuk mengejarmu. Mereka tidak mungkin tetap mencoba berbuat jahat padamu sambil dilihat oleh banyak orang?” Beno kebingungan dengan jawabanku. “Tidak semudah itu. Jika aku masuk ke dalam barisan kembali sekarang, mungkin mereka akan menuduhku hal yang macam-macam seperti memberontak ataupun hal-hal lainnya. Mereka akan sangat dengan mudah membalikkan fakta dan menuduh sesuatu yang jelas-jelas tidak aku lakukan. Karena hierarki mereka yang lebih tinggi, membuat para murid akan mudah percaya kepada mereka” jawabku dengan hal paling logis. Aku tidak mempunyai kekuatan untuk bisa membantah ataupun melawan mereka jika tuduhan itu benar-benar ditujukan kepadaku. “Baiklah” Beno terlihat setuju dengan usulanku, “Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanyanya dengan pikiran buntu. Sebenarnya aku tidak berpikiran untuk melakukan ini, tapi ini adalah satu-satunya cara yang seringkali berhasil aku lakukan saat masih menjadi berandalan dulu. Aku tidak tahu cara ini akan berhasil atau tidak, tapi setidaknya aku akan mencobanya. “Kita akan ke WC bersama!” tanyaku dengan mata tajam memandang Beno. Dia langsung saja melambatkan laju kakinya, kaget dengan apa yang baru saja kukatakan. “Apa yang baru saja kau ucap. Kita tidak mungkin bersembunyi di WC bersama!” “Tidak, dengarkan aku” aku tahu apa yang ada di pikiran orang-orang saat bersembunyi di WC bersama. Meskipun aku seorang wanita, aku juga merupakan orang berumur 18 tahun. Namun rencanaku bukan tentang rencana semacam itu. “Aku tidak mengatakan kalau kita akan benar-benar ke satu bilik bersamaan. Aku hanya ingin kau ke bilik wanita, dan aku ke bilik pria” ucapku. Beno masih kebingungan tidak mengerti apa yang akan aku hendak rencanakan. “Lalu? Apa lagi setelah itu?” tanyanya kebingungan sambil menoleh ke belakang. Aku dapat mendengar kata-kata mereka yang meneriaki kami untuk segera berhenti. Tapi tentu saja aku tidak menghiraukannya. “Karena posisi kita sudah tidak mungkin bersembunyi ke tempat yang aman lagi. Aku akan mengelabuhi mereka dengan bersembunyi di tempat bilik pria. Dengan begitu mereka akan kebingungan, mereka akan masuk ke bilik pria lebih banyak dari pada ke bilik wanita, mereka akan menganggapku remeh” “Tunggu, bukannya akan lebih berbahaya jika kau menghadapi lebih banyak orang? Aku tidak akan membiarkanmu melawan mereka sendirian!” ucap Beno peduli padaku. “Tidak, aku punya rencana lain. Kau hanya harus percaya padaku, dan mengikuti kata-kataku. Mengerti?” Beno menganggukkan kepalanya. Aku tahu dia masih kebingungan, namun hanya rasa kepercayaan itulah yang aku bisa berikan kepadanya. Tidak adalagi orang yang kupercaya selain dia saat ini. Kami terus saja berlari, dan kami sudah terbiasa berlari tanpa kelelahan. Kami tak menyangka kalau universitas ini benar-benar luas. Tak heran juga banyak sekali parkir kendaraan ada di setiap gedung, pasti para mahasiswa di dosen ini enggan untuk berjalan kaki untuk bisa sampai ke tujuan yang mereka inginkan di area ini. Jika saja ini bukan mendesak, aku juga sebenarnya enggan untuk berlari seperti sekarang. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah bangunan tua dengan cat luntur dan tembok yang rapuh. Di setiap kusen pintu gedung itu sudah ditumbuhi oleh jamur dan lumut, membuatku semakin yakin kalau ini adalah gedung tua yang sudah lama tak terpakai. Pintu yang ada di gedung itu juga terbuka sebelah, tapi tidak ada jejak kaki ataupun sepatu menempel di sana. Aku tidak tahu apakah memang pintu itu sengaja di buka di sana atau memang ada seseorang yang sudah masuk di gedung itu. Karena tidak memiliki pilihan lain, aku pun langsung saja bergegas masuk ke dalam gedung tua itu. Tak kusangka, kondisinya benar-benar gelap dan sulit untuk melihat sesuatu. Aku yang hendak mencari jalan untuk masuk ke dalam kamar mandi harus membuka telepon genggamku dan menyalakan senter. Aku menyorot senter handphone ku atas pintu, dan disana terlihat tulisan yang jelas merupakan tulisan tangan mengatakan kalau ini adalah gedung bekas perkuliahan. Ada ruang dekan, kelas, TU, dan semacamnya. Yang membedakan hanyalah isi dari setiap ruangan ini kosong dan penuh debu. “Ini kamar mandinya, ayo cepat masuk” bisikku kepada Beno, dia pun langsung berbalik dan menuju kamar bilik laki-laki. Begitu juga dengan aku. Tapi saat aku mencoba membuka pintu, ternyata sudah tertutup rapat dan sulit sekali untuk dibuka dengan normal. Aku berulang kali mencoba untuk emmutar gagangnya dan tetap tidak bisa terbuka. “Apakah pintu itu sulit untuk kau masuki?” tanya Beno sadar dengan aku yang kesusahan membuka pintu. Sebelum aku membalas, dia pun langsung saja menendang pintu itu dengan keras sampai terbuka dengan lebar. Tendangan Beno tersebut juga membubarkan tikus dan burung-burung aneh yang aku tak tahu jenisnya lari berhamburan. Aku pun langsung saja masuk ke dalam bilik itu. “Hei, mereka kemari! Cepat panggil yang lainnya!” ucap salah satu orang dari luar gedung. Aku bisa mendengar mereka, bahkan dengan adanya suara mereka membuat telingaku berhenti berdengung karena suasana suram dan sunyi di tempat ini. Aku sekarang berada di wc. Meskipun sudah terlihat lama tak ditinggali, tapi entah kenapa WC ini tidak tercium bau atau menjijikkan seperti WC di tempat umum lainnya. Bahkan, aku bisa yakin kalau WC di sini lebih baik daripada WC gedung utama. Hanya saja aku tidak bisa duduk di kloset sekarang, ada lumut dan juga sarang laba-laba yang dapat mengotori kain di rokku. Aku tidak bisa mengorbankan mereka hanya untuk itu. Walaupun bajuku sudah robek, aku tidak bisa mengorbankan rokku juga. “Hei... apakah kau yakin rencanamu akan berhasil?” tanya Beno bisik-bisik. Aku bisa mendengarnya, sangat lirih dan juga pelan. Bahkan bisa bersaing dengan suara jangkrik yang sedang bersenandung di tempat ini. “Diamlah, atau mereka akan menghampirimu!” balasku dengan pelan juga. Kami tidak boleh membuat kebisingan atau suara sekarang ini. Karena aku yakin, mereka sendiri belum tentu yakin akan keberadaan kami di tempat ini. Mereka mungkin akan berpikir kalau kami akan terlalu nekat untuk bersembunyi di sini. “Sudah cukup bersembunyi, kemari keluarlah!” Suara Sang Ketua Hima memanggil kami. Suaranya berbarengan dengan banyaknya suara langkah kaki. Aku tidak bisa menghitung berapa jumlah langkah kaki yang ada di sana. Tapi menurutku jumlah kaki itu lebih banyak daripada lima orang. Aku mungkin salah menghitung, karena suara yang aku dengar tercampur dengan suara gema di tempat ini yang memantul ke segala area. Tidak hanya derap kaki, aku juga mendengar suara logam dan rantai menempel bergesekan dengan lantai. Aku yakin betul dengan suara itu, itu adalah suara senjata atau semacamnya. Mereka memang berniat menghajar dan membunuh kami jika sampai mengeluarkan benda-benda semacam itu. Aku tidak bisa tinggal diam, aku akan berencana untuk melakukan sesuatu di kamar mandi ini sesuai dengan rencanaku. Pertama-tama aku akan mencari sebuah botol bekas, kain putih, dan juga kain pel. Atmosfer di tempat ini benar-benar mendukung rencanaku sekarang ini. Mungkin Dewi fortuna terlalu kasihan kepadaku. Aku akan berpura-pura menjadi hantu. Aku menggunakan senter yang ada di hpku, berputar-putar mengelilingi kamar mandi untuk mencari botol bekas. Dan ternyata ketemu, itu adalah botol bekas berisi karbol. Aku membuang isinya, dan hanya memerlukan botol itu. Untungnya juga, aku membawa sebuah cutter, aku memotong bagian tutupnya, dan jadilah sebuah pengeras suara buatan, Tapi itu saja belum cukup, aku tidak bisa berpura-pura menjadi hantu hanya dengan meninggikan suaraku. Aku perlu mengunduh beberapa sound effect hantu. Sementara menunggu unduhan selesai, aku sadar kalau baju ospek yang aku gunakan saat ini berwarna putih. Aku jadi tidak perlu bersusah payah untuk mencari kain pelnya lagi. Dan yang terakhir tentang kain pel. Sebenarnya bahan ini cukup opsional, aku boleh tidak menggunakannya jika rambutku cukup panjang. Namun aku tidak berhasil menemukannya di kamar mandi ini. Rambutku sendiri sebenarnya tidak terlalu panjang, hanya sampai se pundak. Dan karena tidak ada pilihan lain. Aku pun akan melaksanakan rencana hidup dan mati ini. “Bos, gedung apa ini? Aku tidak pernah masuk ke dalam sini” suara salah satu orang yang langkah dan gemanya makin mendekat ke arahku. Dari perkataannya itu, aku jadi tahu kalau ruangan ini memanglah ruangan yang jarang dikunjungi bahkan oleh mahasiswa lama sekalipun “Aku mendengar kalau gedung ini dulunya adalah sebuah gedung perkuliahan. Sama seperti gedung yang kita gunakan saat di kelas. Tapi karena terlalu banyak hal angker dan horor terjadi di sini, rektor memutuskan untuk menutup gedung ini selamanya. Maka dari itu sekarang gedung ini terbengkalai” ucap salah satu orang dengan nada rendah di sana. Seakan-akan keberuntungan berada di pihakku, aku benar-benar bersyukur bisa menemukan gedung ini. Semua cerita yang berkembang tentang tempat ini benar-benar membuatku bisa menjalankan rencana dengan mudah. “Lupakan tentang rumor-rumor itu! Kita di sini tidak sedang memburu hantu, melainkan bocah-bocah yang kabur tadi” sahut Sang Ketua Hima dengan keras mencegah membuat moral para pengikutnya menjadi turun. Tapi semakin Sang Ketua Hima melarang topik itu, para pengikut itu semakin percaya dengan rumor yang berkembang. “Jadi apakah benar rumor itu nyata adanya? Aku juga pernah mendengar seorang mahasiswi aborsi di gedung ini, dan rohnya bergentayangan meneror orang-orang berhati jahat!” balas orang satunya lagi. Aku tidak bisa mengenali suara mereka, karena bagiku semuanya sama. Sama-sama busuk. Aku merasa ini adalah saat yang tepat. Aku menyetel alarm di handphoneku. Dan sekitar 30 detik, dan aku berdandan sambil mencoba untuk mencoret-coret bajuku dengan debu. Membuatnya terlihat berantakan dan suasana benar-benar seperti hantu. Aku melakukannya dengan singkat. Dan akhirnya aku menendang pintu yang aku masuki tadi. Aku bisa mendengar semua orang kaget, mereka dengan bodohnya tidak menggunakan senter atau semacamnya di gedung se gelap ini. Aku pun menunduk, menyembunyikan wajahku agar tidak dikenali oleh mereka. Hingga aku akhirnya muncul di hadapan mereka. “WAAAA!!!! Siapa Kau!???” Sang Ketua Hima berteriak dengan keras. Aku sangat ingin tertawa mendengarnya berlagak sangat bodoh seperti itu. Namun aku harus tetap menjadi karakter seorang hantu sekarang. Aku tak menjawab pertanyaan itu, aku hanya diam menunduk agar terlihat seperti seorang misterius. Hingga akhirnya cukup lama sampai alarm ku berbunyi. Sebuah suara cekikikan dan tangisan bersaut-sautan. Aku bisa melihat mereka kebingungan, aku yang berada di tepat di depan hadapan mereka namun suaranya berada di tempat lain. Bergema mengelilingi seluruh ruangan. Mereka semakin ketakutan, aku pun mencoba untuk mendekat untuk kembali menakuti mereka. “SELAMATKAN DIRI KALIAN!!!” Semua orang lari. Termasuk Sang Ketua Hima yang berlari paling kencang. Setelah melihat mereka pergi dari gedung, aku tak bisa menahan tawa. Beno pun akhirnya juga keluar dari biliknya dan tertawa dengan sangat keras bersamaku
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN