Prolog
Angin berhembus cukup kencang di pinggir pantai. Membuat rambut yang dikuncir kuda itu sesekali menerpa wajahnya sendiri, tapi ia tidak merasa terganggu. Hanya degup jantungnya saat ini tak terkendali. Hingga pria yang ia tunggu-tunggu akhirnya datang dengan nafas terengah.
"Lo telat lima menit," ucap gadis itu sembari melirik jam tangannya.
Nafas pria berseragam putih biru itu masih terengah lalu membenarkan posisi kacamatanya. "Maaf. Lagian lo tumben ngajak ketemuan di sini. Padahal sebentar lagi hujan," ucapnya sembari menatap langit yang tampak berwarna abu-abu itu. Meski matahari masih terlihat sedikit dengan sinarnya yang mulai redup.
"Ini kan tempat lo nyatain perasaan ke gue. Inget nggak?" tanya gadis itu sembari menatap pria bermata cokelat di sampingnya.
Pria itu langsung mengangguk. Bagaimana bisa ia lupa dengan moment sekali seumur hidupnya itu? Ia yang pemalu dan cuek ini, baru pertama kalinya menyatakan perasaan pada gadis yang sangat ia sukai. Yang berhasil menjadi pacarnya selama satu tahun terakhir. "Terus kenapa?"
Nathania, gadis berambut hitam lurus itu menatap ke deburan ombak di depannya. Kedua sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman. "Gue capek, Er."
"Maksud lo?"
"Gue capek sama sifat lo yang dingin dan cuek, bahkan ke pacar lo sendiri."
"Nat... "
"Gue mau kita putus." Potong Nathania tanpa membiarkan Erfan mengatakan apapun. "Gue capek, padahal lo yang nyatain cinta duluan. Tapi selama kita pacaran, seolah gue yang ngejar-ngejar elo. Sementara lo sibuk sama dunia lo sendiri. Lo pacaran aja sama buku sana, jangan ngajak gue pacaran!" ucapnya lagi dengan nada sengit.
"Bukan gitu Nat... "
Nathania hanya mengangkat satu tangannya ke depan Erfan, pertanda pria itu harus berhenti bicara. "Toh gue nggak bakal masuk SMA yang sama kayak lo, jadi lebih baik semua kita akhiri dari sekarang." Ia langsung beranjak dari tempatnya dan meninggalkan Erfan yang masih terdiam, berusaha mencerna semua ucapannya.
Dulu, Nathania pikir pacaran dengan cowok cuek dan dingin adalah suatu hal yang keren. Apalagi Erfan terkenal tampan dan pintar, juga idola satu sekolah. Tapi pria itu ternyata menyukainya. Sayangnya setelah pacaran, Nathania malah merasa tertekan karena sifat cuek Erfan yang keterlaluan. Ia pikir, sifat Erfan akan berubah ke pacarnya. Namun sama saja. Sama-sama cuek. Gadis mana yang suka dicuekin sama pacarnya?
Nathania mengusap sudut matanya yang basah. Meski ia mencintai Erfan, ia lebih memilih mengakhiri hubungan ini. Ia ingin Erfan sadar jika sifatnya itu harus diubah. Setidaknya perhatian sedikit saja ke pacarnya, jangan selalu para gadis yang seakan mengejarnya.
"Lagian gue juga mau pergi. Biarin aja dia sadar dengan artinya kehilangan." Nathania mencoba menguatkan dirinya sendiri dan berjalan semakin menjauh.
Sementara Erfan masih duduk di tempatnya, menatap hamparan pasir putih yang tersapu oleh ombak. Perasaannya hancur, hatinya sakit... tapi ia tidak bisa menangis. Ia tahu sifatnya ini memang tidak bisa diterima oleh gadis mana pun. Tapi kenapa para gadis itu seolah tergila-gila dengan sikap dinginnya? Dan setelah dijadikan pacar, para gadis itu malah memutuskannya secara sepihak begini. Katanya suka dengan sikap dinginnya, tapi setelah menjalani hubungan dengannya malah meninggalkannya.
"Emang harusnya gue nggak pacaran sih. Gue kan bukan Arfan, yang bisa supel pada siapa pun," ucap Erfan yang malah teringat dengan saudara kembarnya yang ada di Bandung. Rasanya jika sudah seperti ini, ia ingin sekali ke Bandung dan menghabiskan masa liburannya di sana. "Dasar gadis aneh."