Reinkarnasi Sang Permaisuri

Reinkarnasi Sang Permaisuri

book_age12+
443
IKUTI
1.3K
BACA
revenge
reincarnation/transmigration
HE
time-travel
drama
sweet
expert
kingdom building
slice of life
war
like
intro-logo
Uraian

“Jika memang cinta, lindungi dia dengan sepenuh hati, jangan biarkan dia pergi,” ucap Styx pada pria muda yang terlihat khawatir itu.

Adrasta mendongak, tertawa kecil. “Bukankah itu yang kau alami, Panglima Styx?”

“Bukan, dia tidak pergi, dia masih di sini. Namun, dengan pria lain. Dan saya masih mencintainya, saya berjanji akan terus melindunginya, tentu saja dengan cara saya sendiri.”

°°°

Kembali ke masa lampau, memang terdengar mustahil. Namun, itulah yang dialami Cordelia dan Adrasta, mereka kembali pada zaman yang tercipta jauh sebelum keduanya lahir. Mereka harus menyelamatkan reinkarnasi ke enamnya guna memperbaiki kehidupan mereka sendiri di masa depan.

Mungkinkah mereka mampu menyelamatkan kehidupan di Kerajaan Bergelmir? Atau malah mereka mati di tangan makhluk pemangsa seperti iblis, serigala, dan vampir yang sudah menjadi musuh bebuyutan bangsa manusia?

ic_default
chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1. Tanda Lahir
Badai bergemuruh, hujan yang begitu deras, petir di malam hari membuat semua penduduk kota ketakutan. Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, hal seperti ini menandakan akan ada bayi yang lahir.  Benar saja, seorang wanita muda baru saja melahirkan putri sulungnya. Namun, sang ibu terlihat kecewa setelah melihat wujud anaknya, dia terlahir dengan luka berwarna hitam yang menutupi separuh lehernya.  Wanita itu menggeleng tidak terima. "Tidak mungkin anakku memiliki luka hitam di lehernya, bahkan dia baru saja lahir di dunia!" ucapnya pada dokter yang menangani persalinannya.  "Ini bukanlah luka, Ibu. Namun, tanda lahir yang berada di leher putri Anda," jelas wanita berjas putih itu. "Anda harus menerimanya, berdo'a saja supaya tanda lahir itu bisa hilang seiring berjalannya waktu."  °°° Delapan belas tahun kemudian ....  Seorang gadis terus saja menunduk ketakutan di bangku sekolah menengah atas. Semua orang mengejeknya karena tanda lahir berwarna hitam yang terlihat seperti bekas luka itu. "Dasar penyakitan!"  "Kau tau? Kau itu menjijikkan!"  "Untuk apa kau bersekolah? Lebih baik mengemis di lampu merah."  Gadis bernama Cordelia itu terus menundukkan dirinya selama berjalan di koridor sekolah. Ia sungguh lelah dengan semua ejekan dari teman-temannya, bahkan ia tidak memiliki seorang teman sama sekali.  °°° Setelah kembali dari sekolahnya, Cordelia segera membantu orang tuanya untuk memanen tanaman obat-obatan yang akan disetorkan ke pabrik nantinya. Rasa syukur masih Cordelia miliki karena ia memiliki kedua orang tua yang sukses dan menyayanginya dengan sepenuh hati.  "Ibu." Wanita setengah tua yang dipanggil 'Ibu' itu segera menoleh ke arah putri semata wayangnya.  "Cordelia lelah." Cressida, sang ibu segera menghiraukan tanaman jahe di tangannya dan segera memeluk putrinya.  "Lelah kenapa, sayang?" tanyanya lembut. Gadis remaja itu segera menangis dan mengatakan keinginannya untuk ke rumah sakit dan menghilangkan tanda lahir yang ada di lehernya.  "Nanti setelah dari kebun kita ke rumah sakit, ya?" Cordelia mengangguk antusias, ia sudah tidak sabar menjadi gadis yang sempurna kecantikannya.  °°° Kedua orang tua dan anak itu sudah sampai di sebuah rumah sakit pinggir kota. Sang dokter segera memeriksa kulit di leher pasien.  Tak berselang lama, wanita itu menggeleng pasrah. "Mohon maaf, Ibu dan Bapak, tapi tanda lahir Cordelia ini sangat unik, itu bukan hanya warna di lapisan epidermisnya. Namun, juga warna dari kulit itu sendiri. Jika kita menghilangkannya, itu sama saja dengan menghilang semua lapisan kulitnya. Tentunya hal itu tidak baik bagi kesehatan dan penampilan Cordelia. Kami mohon maaf sebesar-besarnya, Tuan dan Nyonya."  Gadis remaja yang masih duduk di ranjang pemeriksaan itu kembali menampakkan wajah mendungnya, ternyata harapannya sia-sia, bahkan dokter spesialis kulit sepertinya pun tidak tahu jawaban untuk menghilangkan tanda lahirnya.  "Saya memiliki saran, lebih baik jika Cordelia keluar ruangan memakai syal atau baju berkerah tinggi saja, selain untuk mempercantik penampilannya, tanda itu pun tidak tersengat matahari."  Kedua orang tua Cordelia hanya mengangguk menerima saran dari dokter spesialis kulit itu. Setelahnya mereka berpamitan pulang.  Di perjalanan pulang gadis itu hanya diam, enggan mengucapkan sepatah kata pun, ia sudah putus asa, mungkin kehidupannya akan sama saja seperti ini, tidak memiliki teman, kekasih, atau pun mahkluk hidup yang bisa menganggapnya sebagai manusia. Entah ke mana lagi ia harus mencari tempat berobat?  Brakk! Mobil yang dikendarai Sao, ayah Cordelia tiba-tiba saja berhenti setelah menabrak sesuatu. Sepasang suami-istri itu segera turun dan mengecek apa yang mereka tabrak. Namun, tidak dengan Cordelia yang tengah berdiri di depan seorang wanita tua dengan tongkatnya yang terlihat menyeramkan.  "Permaisuri? Benarkah Anda Permaisuri Himalia?" Cordelia hanya menatap nenek-nenek itu bingung, apa yang ia katakan? Permaisuri? Memangnya di zaman seperti ini masih ada yang namanya permaisuri? Ini adalah negara Republik, pikirnya.  "Maaf, Nek. Mungkin nenek salah orang."  "Tidak, yang mulia Ratu, Anda adalah Permaisuri Himalia." Gadis itu menggaruk kepalang yang tidak tiba-tiba gatal, ia bingung dengan ucapan wanita tua itu.  Cordelia hanya diam tak ingin menjawab, karena ia pikir percuma membantah perkataannya. "Maafkan hamba, yang mulia karena belum mendapatkan obat yang Anda perlukan. Saya tersesat. Bahkan saya tidak tahu ini di mana."  "Nek, udah, ya? Saya ga ngerti sama omongan Nenek. Saya pulang dulu, ya? Nenek hati-hati, ini jalan raya." Gadis itu segera beranjak menaiki mobilnya karena kedua orang tuanya sudah menunggu.  "Baik, Permaisuri. Mungkin ini tugas lengkap dari Anda, saya akan terus berusaha untuk keselamatan kerajaan Bergelmir."  °°° "Cordelia, kamu lulus SMA tahun ini, 'kan?" Gadis itu mengangguk, mengiakan pertanyaan dari ayahnya.  "Kamu ingin kuliah, Nak?"  "Boleh, Yah?" tanya gadis itu dengan mata berbinar, ia tidak pernah menyangka kedua orang tuanya akan mendukung belajarnya hingga perguruan tinggi.  "Boleh ... kita sebagai orang tua selalu mendukung apa pun yang terbaik untuk putrinya."  "Cordelia ingin masuk fakultas kedokteran, Yah!" Sepasang suami-istri itu segera memeluk putrinya penuh haru, tidak menyangka putri semata wayangnya itu adalah gadis yang kuat, ia tetap berani melangkah walaupun sudah berkali-kali dijatuhkan oleh orang lain.  Tidak ada yang menghargai kerja keras Cordelia selama ini kecuali kedua orang tuanya. Namun, gadis itu tetap semangat menjalani hidup. Dari orang tuanya dan untuk orang tuanya pula. Ia ingin menjadi gadis yang berguna untuk semua orang.  °°° Seorang pria berusia dua puluh tahun baru saja menyelesaikan tulisannya. Sudah hampir tiga tahun ia menggeluti profesinya sebagai penulis novel bergenre fantasy. Semua pembacanya sangat mengidolakan pria bernama Adrasta. Namun, tidak ada satu pun pembacanya yang tahu bagaimana rupa dari pria idolanya itu. Adrasta selalu menutupi identitas aslinya.  Hari sudah larut malam, pria berparas tinggi itu segera beranjak, mencuci tangan, kaki, dan wajahnya sebelum tidur. Ia menatap bayangannya sendiri di cermin kamar mandi. "Tanda lahir s****n!" umpatnya sambil memukul tembok.  Tanda lahir berwarna hitam yang terlihat seperti cakaran hewan buas itu mengisi sebagian wajahnya, tepatnya memenuhi pipi sebelah kanannya.  Adrasta tentu malu memiliki tanda lahir yang aneh seperti itu. Ia pernah menjadi korban bully dulunya karena tanda lahir yang mengganggu penampilannya. Namun, pria itu tidak pernah menyerah, ia selalu menggali informasi mengenai bagaimana caranya menghilangkan tanda lahir s****n itu. Namun, hingga saat ini Adrasta belum juga menemukan jawabannya, ia hanya mencegah orang-orang melihat wajahnya, pria itu selalu memakai masker dan topi hitam jika beraktivitas di luar rumah.  Pria jangkung itu pun segera kembali ke dalam kamarnya tanpa mengucapkan selamat malam kepada siapa pun karena memang ia hidup sendirian tanpa adanya orang tua, mereka tidak ingin mengakui Adrasta sebagai putranya karena berwajah buruk.  "Selamat malam, Panglima kerajaan mimpi," ucapnya kepada diri sendiri sambil menatap langit-langit kamarnya.  Sebelum menutup matanya, Adrasta melihat sebuah cahaya kecil yang terletak di sudut atas kamar tidurnya, pria itu terus memperhatikannya. Namun, cahaya itu tak kunjung menghilang.  Pria itu nampak mulai mengantuk dan mengabaikan cahaya misterius itu. Sebenarnya Adrasta sangat penasaran. Namun, hari ini terlalu melelahkan untuknya. Jadi, ia pikir lebih baik ia tidur dan melupakannya.  °°° Tring! Ting!  Suara pedang yang tengah diadu membuat tidur seseorang terganggu. Ia terbangun. Namun, yang ia lihat bukanlah suasana kamarnya di pagi hari ataupun ranjang dan lemarinya yang tinggi, tetapi tanah dan beberapa karung goni berisi pasir yang kemungkinan besar adalah benteng pertahanan prajurit kerajaan.  Adrasta terlihat kebingungan, ia hanya duduk di balik tumpukan karung itu. "Aku mimpi?" Ia melihat sekitar, tempat apa ini? Mengapa semua bangunan terlihat sangat kuno? Sulit dipercaya. Namun, pemandangan ini sama persis dengan imajinasinya ketika menuliskan cerita fantasy.  "Hei! Kau siapa?!" Tiba-tiba seseorang berpakaian aneh menodongkan tombaknya pada Adrasta.  "Saya Adrasta, Om."  "Om?" Pria dengan pakaian adat Jepang yang terlihat seperti pejuang itu terlihat kebingungan, apa maksud dari kata 'Om' yang orang di depannya itu katakan?  "Iya, ini saya di mana, ya?"  "Kamu berada di wilayah kerajaan Bergelmir, siapa kamu sebenarnya?! Penyusup atau hanya rakyat biasa?!" Pria dengan piyama biru itu mengernyitkan dahinya bingung. Kerajaan Bergelmir? Apa itu?  "Hey, jawab atau saya bawa kamu menghadap Raja?!"  "Hah?" Pria itu masih terlihat bingung, drama macam apa ini? Pikirnya "Kamu sangat mencurigakan, lagi pula pakaian macam apa yang kamu kenakan ini? Tidak seharusnya wujud bulan yang sempurna ini tergambar di bajumu, apa kamu berniat menghina patokan kepercayaan kami?! Lebih baik kamu ikut saya menghadap Raja!"  Pria itu segera menarik lengan Adrasta kuat, ia hanya pasrah, entah apa yang akan terjadi padanya? Ini hanyalah sebuah mimpi, pikirnya. Padahal tidak ... ini akan berpengaruh pada kelangsungan hidupnya.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

The King's Slave (Indonesia)

read
190.6K
bc

Istri yang Terlupakan

read
12.7K
bc

Wolf Alliance Series : The Path of Conquest

read
41.8K
bc

Selir Ahli Racun

read
10.9K
bc

Wolf Alliance Series : The Gate of Sin

read
41.5K
bc

Romantic Ghost

read
165.5K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
150.2K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook