Rasanya Sofia mau bunuh diri saja, dengan cara melompatkan tubuhnya dari atas gedung tinggi yang sedang dia pijak saat ini. Tapi, saat dia akan menerjunkan bebas tubuhnya, tiba-tiba saja dia mendengar suara bisikkan dari almarhumah mamanya yang sudah tiada.
Dalam halusinasinya saat ini, mamanya mengatakan padanya agar dia tetap bertahan pada kehidupannya saat ini dan selanjutnya. Ketika dia mendengar suara itu, niatnya untuk bunuh diri akhirnya dia urungkan
**
“Saya terima nikah dan kawinnya Sofia Savanna binti almarhum Budi Sutanto dengan mas kawin yang tersebut tunai.”
Sah!
Pernikahan itu akhirnya benar-benar terjadi, betapa hancurnya hati Sofia setelah dia dipinang oleh pria tua yang tidak dia sukai sama sekali. Untuk membayangkan akan disentuh oleh pria tua itu saja sudah membuatnya menangis deras, apalagi kalau dia benar-benar akan disentuh seluruh tubuhnya hingga yang terinti dari mahkotanya malam ini juga. Sofia merasa tidak sanggup lagi.
Tapi, tubuhnya dan hidupnya sudah dibayar mahal oleh pria itu. Hutang bapaknya yang sudah tiada pun telah lunas. Namun, sisa uang yang pria tua itu berikan pada Sari, sama sekali tidak Sari berikan pada Sofia walau hanya sepeser pun. Semua uang itu Sari pakai bersama dengan Anya untuk melanjutkan hidup mereka yang selama ini hidup dalam kemiskinan.
Usai pernikahan yang dilangsungkan di tempat berbeda dari keberadaan Sofia yang tetap diam di rumahnya. Dua pria berjas hitam rapih langsung menjemputnya ke rumah dan membawa Sofia ke sebuah Apartement mewah, tempat pria yang kini sudah berstatus suaminya berada.
Sofia bersama dua pria itu memasuki Apartement mewah yang berada di kawasan lingkungan elit. Sofia mengabaikan semua fasilitas mewah yang tidak pernah dia rasakan seumur hidupnya. Dia lebih fokus pada dirinya sendiri, yang sebentar lagi harus melayani suami tuanya itu.
Saat Sofia dan dua pria berjas hitam tiba di depan pintu Apartement, Sofia langsung dibawa masuk ke dalam untuk diserahkan pada suaminya, lalu dia ditinggal pergi sendirian oleh dua pria itu.
Sofia tak sanggup untuk mengangkat wajahnya yang sejak tadi tertunduk ketakutan. Wajahnya sudah bersimbah air mata dan tubuhnya gemetaran tanpa bisa dia kontrol dengan baik.
Sofia berdiri di belakang pria itu setelah ditinggalkan oleh dua pria tadi, dan kini dia hanya berdua saja bersama suaminya di dalam Apartement.
“Pernikahan kita bukanlah pernikahan sungguhan. Aku akan menceraikanmu setelah satu bulan pernikahan ini dilakukan.” Ucap pria itu.
Suara yang berbeda dari suara seorang pria muda yang ada di depan Sofia saat ini, membuat Sofia merasa ada yang aneh. Karena dia masih ingat betul seperti apa suara pria tua yang dia temui di hotel beberapa waktu yang lalu. Tapi, suara pria yang ada di depannya saat ini jauh lebih terdengar ringan daripada suara yang sebelumnya.
“Ayo. Kita lakukan dengan cepat, agar tujuan pernikahan ini bisa segera diwujudkan.” Kata pria itu, yang kemudian memutar tubuhnya perlahan untuk menghadap ke arah Sofia.
Bersamaan dengan pria itu memutar tubuhnya, Sofia pun mengangkat wajahnya dengan hati-hati dari rasa ketakutannya saat ini.
Betapa terkejutnya Sofia ketika yang dia lihat di depannya saat ini bukanlah pria tua yang dia temui bersama Sari waktu itu, melainkan seorang pria muda bertubuh atletis dan berwajah manis.
Netra di antara mereka pun bertemu. Untuk beberapa saat keduanya hanya saling diam sambil menatap satu sama lain.
Tak bisa dipungkiri, Yesaya memiliki getaran menggebu untuk melakukan satu aktifitas yang kini hadir dalam dirinya, yaitu bercinta.
Tak ingin melamun terlalu lama, Yesaya segera berjalan cepat menghampiri Sofia. Dia langsung meraih tubuh Sofia dan mencium Sofia dengan liar. Tak ada sedikit pun tubuh Sofia yang tidak Yesaya sentuh, entah dengan jari jemarinya maupun dengan lidahnya yang menjilati seluruh bagian tubuh Sofia.
Sofia berusaha mendorong kuat tubuh suaminya agar dia bisa lepas dari kebrutalan suaminya sebelum suaminya sampai menyentuh area intinya. Tapi, tubuh Yesaya terlalu kuat hingga cengkramannya membuat Sofia kesakitan dan Sofia akhirnya pasrah.
Peluh keringat mulai keluar dari setiap celah wajah Sofia dan air mata pun tidak berhenti mengalir deras. Tapi, Yesaya tidak berhenti sedikit pun menyusuri seluruh bagian tubuh Sofia yang sudah dia lucuti tanpa sehelai pakaian yang menutupi tubuhnya lagi.
Yesaya menghempaskan tubuh Sofia di atas lantai tanpa alas. Terasa dingin dari suhu AC yang membuat tubuh Sofia kedinginan. Dia harus menahannya, apalagi saat Yesaya berhasil menyentuh area intinya. Tubuh Sofia langsung lemas tidak berdaya. Dia seperti boneka yang mematungkan tubuhnya dan membiarkan Yesaya berperan sendiri dalam aktifitas yang terasa nikmat namun sangat menyakitkan perasaannya.
Saat berada di puncak klimaks, Yesaya mengeluarkannya di dalam area inti Sofia dan aktifitas intim itu pun berakhir. Dia merasa puas dan langsung menelentangkan tubuhnya di atas lantai di samping Sofia.
Nafasnya terengah-engah. Dia berusaha mengabaikan air mata Sofia yang tak kunjung berhenti meski aktifitas itu sudah berakhir.
“Berhentilah menangis. Aku tidak sedang menyiksamu, aku hanya melakukan nafkah batin padamu. Jadi, jangan membuat aku terkesan seperti orang yang jahat padamu.” Ucap Yesaya dengan kesal.
Biar sudah dikatakan seperti itu, isakan tangis Sofia tetap tidak berhenti. Dia hanya mengurangi tangisannya, bukan mengurangi air matanya.
Yesaya pun membangunkan tubuhnya dari atas lantai. Dia mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk, lalu melihat ke arah Sofia.
“Tenang saja. Aku tidak akan membuatmu hamil, karena tujuan pernikahan ini bukan untuk membuatmu hamil, melainkan untuk melepaskan keperwananmu saja.”
“A-aku pikir, pria yang menikahi aku adalah pria tua yang aku temui waktu itu.”
“Dia adalah pamanku. Dia orang yang memilki kuasa setelah—“ Yesaya langsung berhenti bicara saat dia hampir saja kelepasan bicara. “Sudahlah. Jangan pikirkan soal itu. Tugasmu akan selesai dalam waktu satu bulan ke depan, karena setelah kita bercerai nanti kita tidak perlu saling bertemu lagi.” Ucap Yesaya, lalu melepaskan tatapan matanya dari wajah memelas Sofia.
Dia segera bangkit dari lantai. Tapi, sebelum dia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, dia meminta Sofia untuk segera bangun terlebih dahulu dari atas lantai yang terasa sangat dingin.
“Aku tidak suka merawat orang sakit, jadi cepatlah bangun agar kamu tidak sampai sakit karena terlalu lama berbaring di lantai.” Ucapnya, tanpa melihat ke arah Sofia.
Kemudian, dia meninggalkan Sofia yang masih tergeletak di lantai untuk berjalan masuk ke dalam kamar mandi.
Yesaya menyalahkan keran shower untuk membasahi seluruh tubuhnya dari atas. Dia mengusap seluruh kepala hingga wajahnya dengan derasnya air yang membasahi tubuhnya.
“Aku memang sudah gila!”
***