3 Desember 2020
Suara dari Adrian
Mungkin keputusanku kembali ke Indonesia bukan merupakan sesuatu yang buruk. Aku tidak tau jika Andra, sepupuku, sebrengsek itu.
Semalam, Aruna menceritakan hal yang terjadi pada hari pernikahannya. Dia tidak berhenti menangis di depanku, selama itu aku hanya bisa mendengarkan dan menyodorkan lembar demi lembar tisu untuknya.
Aruna bercerita, jika pada hari itu dia mendengar jika Riska, -wanita MUA yang mendandani Aruna- berkata bahwa anak yang dikandungnya adalah anak Andra.
Sebenarnya, sedikit banyak aku sudah mendengar semua rencana jahat kedua wanita itu, saat berada di ruang wardrobe. Namun, aku pura-pura diam dan memasang earphone tanpa memutar lagu.
Tapi sebenarnya, hal yang dialami Aruna itu biasa saja. Seandainya Aruna tahu, aku bahkan mengalami hal yang lebih mengenaskan darinya.
Dua tahun yang lalu tepatnya. Saat itu, aku juga sudah memutuskan untuk menikahi seorang gadis pilihanku. Gadis yang telah menjadi kekasihku selama tiga tahun lamanya.
Tapi ... Dia tak lebih dari seorang gadis murahan yang menjual tubuhnya pada seorang pria. Dua hari sebelum pernikahanku, aku mendapatinya sedang digagahi oleh teman sekampusnya, dan aku melihatnya. Saat itu, mereka melakukannya di apartemen kekasihku. Apartemen yang aku beli untuknya.
Namun bukan itu bagian terburuknya.
Setelah itu aku mencoba memaafkannya, karena aku tidak mau mengecewakan kedua orang tuaku dan seluruh keluargaku, jika pernikahanku dibatalkan. Aku mencoba menerima kembali dirinya, dan melupakan kejadian itu.
Hanya saja, haha, aku ingin tertawa sampai mengeluarkan air mata bila mengingatnya. Hanya saja dia malah berkata tidak ingin melihatku lagi. Dia tak ingin menjadi perempuan yang terikat dalam pernikahan. Dan dia juga berkata, bahwa aku tidak bisa memuaskannya di atas ranjang. Karena selama berpacaran kami memang tidak pernah melakukannya.
Nista!
Aku paham yang dirasakan Aruna. Aku sudah melihat gelagat aneh saat ia datang dan kembali dari ruang wardrobe, kemudian masuk lift dengan tergesa, riasan wajah yang masih menempel, menggunakan baju seadanya tanpa ditata, dan saat dalam lift ia terus menunduk yang aku tau jika dia sedang menyembunyikan air mata.
Saat itu, seharusnya dia sudah menggunakan gaun kebayanya. Entah kenapa, melihat hal itu aku tiba-tiba langsung teringat kejadian yang menimpaku dulu.
Tak terasa satu jam sudah aku berkendara, jalan bercabang dengan lampu merah yang memiliki tulisan "Belok kiri jalan terus" di bawah lampu, membuatku menginjak pedal rem dan menghentikan kendaraanku saat itu juga. Aku akan belok kanan ke arah pasar Banjaran, sehingga aku tidak bisa terus melaju saat lampu merah.
Aku hapal dengan jalanan di daerah Bandung. Bahkan hingga ke ujung Bandung selatan, daerah Cukul yang sangat berkabut. Itu karena aku memiliki banyak properti yang dulu aku beli sebelum aku pergi kuliah dan bekerja ke Australia.
Aku sudah suka berbisnis sejak aku duduk di SMA. Bahkan orang tuaku menghadiahiku 12% saham dari salah satu usaha hotel & resto milik keluarga Surya Atmadja saat aku berulang tahun yang ke-17.
Keuntungan dari saham itu yang aku gunakan untuk modal berbisnis properti. Aku melakukan jual beli tanah, rumah, vila dan apartemen. Dan lokasi yang menjadi sasaranku saat itu adalah daerah yang dekat tempat wisata seperti di Pangalengan. Termasuk vila yang saat ini menjadi persembunyian Aruna, itu adalah salah satu vila milikku.
Sekarang, rencananya aku ingin pulang ke rumah orang tuaku. Namun sebelum ke rumah mereka, aku harus ke rumah utama terlebih dahulu untuk menjenguk kakek dan nenek.
*
"Kenapa semua cucu laki-lakiku mengalami hal yang seperti ini?" Nenek mengeluh saat kami berkumpul di rumah utama.
Sekarang aku sedang bersama keluarga besarku. Di sini ada orang tuaku dan keluargaku yang lain, termasuk Andra dan kedua orang tuanya.
"Padahal amih sangat menaruh harapan besar pada Aruna. Keluarga kita sudah kurang apa padanya?" Sepertinya nenekku, dan yang lainnya belum tahu perbuatan Andra yang membuat Aruna kecewa.
Aku melirik pada Andra, wajahnya terlihat gelisah. Bukannya seharusnya dia senang? Dia bisa bebas berpacaran dengan selingkuhannya dan tidur lagi sambil menanam benih untuk wanita itu?
Mendengar nenek menyalahkan Aruna, aku jadi sangat kesal pada Andra. Padahal Andra lah biang masalah dari semua ini. Tapi, aku yakin jika dia tidak akan mau mengakuinya.
"Tapi ... Aruna sama sekali tidak seperti Lydia!"
Hah? Mama? Kenapa mama tiba-tiba ikut bicara?
"Saat mengenal Lydia dulu, saya sudah tidak merasa cocok dengan perempuan pilihan Adrian itu. Dan ... Benar saja, terbukti jika Lydia bukan gadis baik-baik!" d**a mamaku kembang kempis, sepertinya dia masih menyimpan amarah pada Lydia, mantan yang telah berselingkuh dariku. "Tapi Aruna? Saya merasa klop dengan gadis itu ... Aruna tidak mungkin ber-"
"Jadi maksud Teteh, Andra yang salah begitu?" Tante Sukma, -mamanya Andra- memotong perkataan mamaku. Sepertinya dia tak terima jika mama malah membela Aruna.
"Bukan begitu ... Teteh hanya menilai jika kasus gagalnya pernikahan Andra ini, tidak bisa disamakan dengan gagalnya pernikahan Adrian dulu. Karena ... karena kita tidak punya bukti jika Aruna sudah berselingkuh dari Andra. Dan, Aruna sendiri malah hilang tanpa jejak." Mamaku melanjutkan pembicaraannya.
Mama memang selalu punya insting yang tepat.
"Mungkin dia kabur dengan lelaki selingkuhannya," cibir tante Sukma lagi.
Para orang tua ini masih saja membahas tentang Andra dan Aruna. Andra sudah meninggalkan pembicaraan dari tadi. Dia izin ke toilet, tapi sampai sekarang dia tidak kembali. Mungkin dia takut diinterogasi.
"Kemana Andra?" Nenek sepertinya sudah gatal pada anak itu.
"Dia ke toilet, Mih." Tante Sukma menjawab pertanyaan nenek. Kami semua memanggil nenek dengan sebutan amih.
"Kenapa lama sekali dia?" Kini giliran om Hans, papanya Andra yang bicara.
"Kyara, cari aa! Suruh cepat kembali!" Om Hans menyuruh Kyara, adik Andra, untuk mencari kakaknya.
Tidak seperti aku yang anak tunggal, Andra memiliki dua orang adik kembar perempuan bernama Kyara dan Kyana.
Kyara belum juga kembali, sebenarnya kemana perginya Andra? Ini sudah lima belas menit semenjak om Hans menyuruh Kyara mencari kakaknya.
Tak lama setelah nenek menggerutu, aku melihat Kyara kembali.
Ada apa dengan anak itu? Ekspresinya aneh sekali.
"Aa nggak ada, Mah, Pah, Mih," ucap Kyara sambil memelintir ujung bajunya seperti orang yang sedang gelisah.
Kami semua memandangi gadis itu, dia kelihatan sangat kikuk. Dia pun kembali duduk di samping saudara kembarnya, Kyana.
"Apa Andra tidak mengatakan sesuatu pada kalian?" tanya amih pada tante Sukma dan Om Hans, mama papanya Andra.
Keduanya menggeleng.
"Sejak kejadian gagalnya pernikahan Andra dengan Aruna, anak itu tidak henti-henti keluar rumah sampai pulang larut malam, Mih. Dia sangat bersedih dan berusaha mencari Aruna. Andra begitu terpukul karena kepergian Aruna yang tanpa sebab." Tante Sukma berusaha menunjukkan sisi baik Andra.
"Dia tidak berkata apapun, kenapa Aruna pergi?" tanya amih kali ini dengan nada agak tinggi.
"Tidak, Mih."