Tengah malam pun tiba. "Bagaimana sudah siap semua?" tanya seorang panitia pada panitia yang berjaga.
"Sudah, semua panitia pelaksana sudah berada di posisinya masing-masing," jawabnya sembari mengecek keberadaan masing-masing panitia di pos menggunakan walkie talkie.
"Bagus, sebentar lagi acara akan di mulai. Dimas, Ema, Rina, Yuni bantu saya untuk membangunkan para siswa, dan menyuruh mereka berkumpul di area api unggun," perintah Raka, panitia pemimpin.
"Baiklah, kami akan membangunkan mereka." Mereka pun menjawab serempak.
"Okey, ini sudah waktunya," ucap Raka seraya melirik jam tangannya yang telah menunjukkan pukul satu dini hari. "Bangunkan mereka semua karena semua pos sudah terisi," ujar Raka lagi.
"Baik." Mereka pun segera menuju tenda masing-masing satu para murid.
Tak berapa lama, semua murid pun bangun dan segera menuju ke tempat yang telah di sediakan dengan keadaan setengah sadar karena masih mengantuk.
"Ayo semuanya berbaris!" perintah para panitia.
Seketika semua murid pun menuruti perintah dan segera berbasis. Saat itu Rya bersama dengan ketiga teman barunya berada di barisan paling belakang, hampir seluruh siswa kedinginan karena ini sudah tengah malam dan tenaga pegunungan seperti ini, Ariya berdesis kedinginan sembari menggosokkan kedua telapak tangannya guna mengurangi rasa dinginnya.
"Sebelum acara di mulai, yang belum pakai jaket, silahkan ambil di tenda dan kembali kemari. Saya beri waktu kalian tiga menit dari sekarang. Mulai!" perintah Raka.
Ariya yang mendengar perintah itu pun segera berlari ke arah tenda karena saat ini ia hanya mengunakan kaos biasa tanpa jaket. Ia memasuki tenda sendiri sembari membuka tas ransel miliknya untuk mencari jaket Hoodie putih kesayangannya. "Ah, ketemu juga," ucap Ariya dan segera mengenakannya.
"Aku harus kembali sebelum tiga menit," gumamnya lirih.
Sreek!
Suara ranting pohon yang terinjak membuat gadis itu terkejut. "Siapa yang ada di luar tenda?" tanya gadis itu lirih. Manik matanya menatap ke arah sekitar. Sontak ia terkejut ketika melihat sebuah bayangan orang dari dalam tenda.
"Apa mungkin panitia?" gumamnya lagi.
"Ayo, cepat! Waktu hampir habis!" teriak Raka dari arah api unggun.
Sontak saja Ariya bergegas keluar dari tenda untuk kembali ke api unggun. Akan tetapi, manik matanya menatap ke arah sekitar tendanya untuk mencari siapa yang ada di sana tadi. Namun, tak ada siapa pun di sana.
"Apa aku salah lihat?" tanya gadis itu, "mungkin cuma pohon," gumamnya lagi seraya berlari menuju api unggun.
Semua telah kembali, panitia mulai melakukan tugas mereka. Panitia memberitahu acara yang akan di lakukan malam ini adalah jurit malam.
"Oke Anak-anak malam ini, adalah acara yang sudah terjadwal. Maka malam ini kalian akan mengadakan jurit malam untuk menguji mental dan nyali kalian. Apa kalian siap?" tanya Raka selaku pemimpin.
"Siap, Pak," jawab mereka serempak walau ada beberapa murid yang ketakutan ketika mendengar kata jurit malam, apalagi di hutan yang sepi dan dingin seperti ini.
"Bagus. Saya akan memberitahu peraturan yang harus kalian ikuti, jangan sampai ada yang melanggarnya. Setiap jalur yang akan kalian lewati nantinya sudah diberikan lilin dengan jarak tiga meter per satu lilin sebagai penanda bahwa kalian ada di jalur yang benar karena ini sudah larut malam. Kalian berjalan dengan tim satu regu, setiap regu berisi dua orang saja. Jalur akan mengelilingi hutan dan juga danau ini, ingat jangan sampai tersesat. Jangan keluar dari jalur, jika kalian keluar dari jalur, usahakan segera cari lilin penanda jalan." Raka menjelaskan tentang jurit malam kali ini.
Setelah mendengar penjelasan dari Raka, sontak saja semua murid berbisik-bisik, mereka ada yang tidak setuju karena harus menjalani jurit malam seorang diri. Tentu saja itu akan menakutkan melewati hutan yang seram begitu hanya sendirian. Semilir angin menemani acara malam ini hingga membuat hawa dingin terasa menusuk tulang.
Sesaat sebelum acara jurit malam di mulai, para panitia menyuruh para siswa untuk menyiapkan senter milik masing-masing. Senter itu akan sangat berguna nantinya di dalam hutan gelap seperti itu.
Terdengar kembali pemberitahuan melalui pembesar suara dari pemimpin panitia. "Jangan sampai ada yang lengah! Ingat sandinya, jangan sampai lupa! Cepat sebutkan sandi jika bertemu dengan pembina di pos yang ada! Satu hal lagi jangan biarkan pikiran kalian kosong. Total ada sepuluh pos yang ada di sekitar hutan, jarak yang kalian tempuh adalah satu kilo meter, tidak terlalu jauh tetapi jalanan memutar, pos terakhir adalah di sini, maka saya akan menunggu kalian di sini," jelas Raka lagi.
"Seluruh anggota diwajibkan menggunakan hasduk, agar memudahkan kami untuk mengetahui siapa kalian sebenarnya," ujar sang pemimpin dengan tegas.
"Baik, Kak." Seluruh siswa pun menjawab dengan sedikit takut. Masing-masing siswa segera mengenakan hasduk sebagai pengenal bahwa mereka adalah siswa dari SMU Bunga Bangsa.
Acara jurit malam pun di mulai, setiap siswa menunggu giliran masing-masing, jarak antar siswa adalah sepuluh menit atau bahkan lebih, guna menghindari siswa yang bertemu dengan teman lainnya dan membuat rencana menjadi runyam.
Satu persatu siswa di panggil, total siswa yang mengikuti perkemahan atas izin orang tua sebanyak tiga puluh lima orang mereka adalah siswa dari kelas X A.
Setelah setengah jam menunggu, akhirnya giliran Ariya semakin dekat.
"Ema, sekarang giliranmu. Ayo jalan, jangan lupa berdoa. Ariya, setelah ini giliran kamu, siap-siap ya," pinta panitia.
"Iya, Pak." Ariya menjawab.
Tak lama, Ema pun segera memulai perjalanannya. Ia terlihat sangat ketakutan, beberapa kali Ariya mencuri pandang ke arah Ema, terlihat gadis itu bergetar, kemungkinan besar ia sangat takut akan kegelapan.
Sepuluh menit pun berlalu. Nama Ariya pun di panggil untuk segera menjalani acara kali ini.
Tak lupa gadis itu pun mengucapkan doa dan mengharapkan keselamatan selama perjalanannya nanti.
Ariya segera melangkah dengan penuh keyakinan menuju jalur yang telah di siapkan sebelumnya, gadis itu pun berjalan sembari terus berdoa ketika memasuki hutan lebat, senter ia arahkan ke depan sembari mencari jalur yang di tandai oleh lilin.
Suara binatang malam terdengar sangat dekat, begitu juga dengan embusan angin yang kian menambah kesan menyeramkan di hutan ini.
Melewati hutan yang menyeramkan hanya bermodalkan sorot cahaya senter yang tak seberapa membuat Ariya menjadi semakin cemas. "Apa benar ini jalan yang benar?" batinnya terus bertanya-tanya.
Sepanjang perjalanan, ia menemukan adanya lilin menyala di sisi jalan. Akan tetapi, Ariya sudah mulai merasakan keanehan.
Wussshh!
Udara terasa semakin dingin. Ariya menghentikan langkahnya, ia menatap ke arah sisi jalur perjalanannya. "Siapa orang itu?" tanyanya seraya melihat ke arah seseorang yang berdiri di gelapnya malam dan Ariya hanya bisa melihatnya bayangan dari seseorang itu dengan bantuan sinar rembulan temaram.
Harum dupa tercium hingga ke Indra penciumannya. Rasa aneh sudah ia rasakan, ia pun sudah merasakan adanya kehadiran para mahluk lain di sekitar, wajar karena ini adalah tengah hutan, tempatnya para arwah berkumpul.
"Aku harus cepat pergi dari sini," ujarnya seraya kembali berjalan.
Gadis itu mempercepat langkahnya agar ia segera menyelesaikan tugasnya di acara kali ini. Ia sedikit ketakutan, seluruh bulu kuduknya meremang hebat, ini bukanlah rasa yang biasa. Setiap kali manik mata Ariya menatap ke arah sosok di kegelapan malam itu, ia merasakan sesuatu yang janggal. Seperti ada bahaya di balik sosok yang entah apa itu.
Akan tetapi, tiba-tiba saja langkahnya terhenti saat melihat seorang gadis mengenakan pakaian seragam olahraga terdiam di tengah jalur perjalanan.
Jantung Ariya berdegup kencang, ia merasa sedikit ketakutan, tetapi ia mencoba untuk menahannya. Ariya memberanikan dirinya untuk mendekat ke arah gadis itu. "Kamu siapa?" tanya Ariya lirih pada gadis itu.
Perlahan, sosok gadis itu pun menoleh ke arahnya. Wajahnya pucat ketika terkena cahaya senter milik Ariya.
"Kenapa kamu diam? Kenapa senternya tidak kamu nyalakan?" tanya Ariya lagi karena ia mengira bahwa sosok gadis yang ada di hadapannya ini adalah teman kelasnya.
"Aku takut, senterku mati. Aku gak berani jalan," jawab gadis itu lirih.
"Kalau begitu, ayo kita jalan sama-sama," ajak Ariya.
"Baik, terima kasih. Kamu baik sekali," ujar gadis itu.
Ariya hanya tersenyum. Ia menggandeng tangan gadis itu. Akan tetapi, ia tiba-tiba saja merasa aneh saat tangan sang gadis terasa sangat dingin. "Mungkin karena kedinginan," batin gadis itu sembari mengajaknya berjalan.
"Ayo, kita pergi," ajak Ariya lagi, ia menarik tangan gadis itu agar ikut bersama dengan dirinya. Akan tetapi, hadis itupun diam bergeming ketika Ariya menarik tangannya.
"Kamu dengar aku 'kan?" tanya Riya yang mulai curiga karena gadis itu hanya diam tanpa merespons.
Perlahan, tubuh gadis mulai berubah menjadi seorang gadis dengan rambut terurai dan tubuh yang bersimbah darah bau menyengat keluar dari tubuhnya yang membusuk, senter yang ia bawa berubah menjadi sebuah kepala dengan rambut panjang, gadis itu dengan santai menenteng kepala yang terus berkedip.
"Aaaarrrggghhh!" teriak Ariya yang terkejut melihat sesosok yang ia kira adalah teman kelasnya, ternyata adalah sosok mahluk halus di hutan ini. Ia masih tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya saat ini.
Sontak saja, melangkah mundur dan segera melepas tangan gadis itu yang membusuk, cairan kental berwarna putih keluar tertinggal di telapak tangan Ariya dan menimbulkan bau busuk yang amat menyengat.
Ariya tak memperhatikan jalan yang ia tapaki hingga kakinya kembali tersandung semak belukar dan membuat tubuhnya terjatuh di atas semak-semak. Ia terus berlari dengan mengaduh beberapa kali.
"Aaaarrrggghhh! Setaan!" teriak Ariya seraya mencoba untuk berlari dari para hantu penunggu hutan ini.