Subuh esok harinya, Claris yang terbangun dengan mata masih terpejam, merasakan kesulitan bernapas, seolah-olah ada batu besar tak terlihat menekan paru-parunya.
Wanita itu menggerung pelan dengan bulu mata bergerak-gerak, tangan satunya hendak melepas apa pun yang tengah membuatnya sesak napas.
“Berat...” gumamnya dengan suara serak, keringat dingin sekujur tubuh.
Kesadaran Claris masih belum mencapai 100 persen, maka dari itu dengan santai menghempaskan tangan Damian yang tengah memeluknya sepanjang malam.
“Apa, sih, ini? Kenapa berat sekali?” gerutu Claris kesal, dan perlahan mulai melihat sosok berwajah tampan tengah tertidur lelap di sisinya.
Jeritan panik dan kaget langsung saja keluar dari mulut Claris, mengisi udara dengan cepat, membuat Damian yang tengah menikmati tidurnya l
