Bab 5

4416 Kata
Jamuan makan malam sudah disiapkan sebelum pukul tujuh dan para pria yang sedari tadi berkumpul di pondok hingga sore, baru menampakkan wajahnya di depan pintu. Greta bertanya-tanya bagaimana para pria itu dapat berkumpul di suatu ruangan selama berjam-jam hanya untuk merencanakan sebuah perjalanan berburu. Ia penasaran apa yang membuat mereka terlihat begitu bersemangat sore itu. Namun, Daphne dan para Lady berhasil menyibukkannya untuk melihat kuda-kuda yang dirawat di dalam istal. Daphne menunjukkan beberapa kuda terbaik yang nantinya akan mereka bawa untuk lomba pacuan kuda yang berlangsung setiap tahun di sepanjang musim panas. Setelahnya, para Lady diajak berkeliling di sekitar taman untuk sekadar berjalan-jalan menikmati udara segar sore itu. Meskipun itu bukan kali pertama Greta berkunjung kesana, ia tetap saja masih merasa terpikat oleh keindahan tempat yang masih menjadi bagian dari properti milik keluarga Somerset. Tempatnya cukup luas dan dikelilingi oleh bukit-bukit rendah. Setidaknya ia sudah menemukan dua danau tersembunyi yang cukup bagus di belakang properti itu sendiri, dan beberapa tempat yang cukup indah untuk berpiknik. Sudah bukan hal yang baru untuk mengetahui bahwa Daphne dan keluarganya suka memasang perangkap di sekitar propertinya untuk menjebak siapapun yang bermaksud memasuki properti itu tanpa izin. Seluruh tamu yang hadir tidak bisa berjalan lebih jauh dari seratus meter jika tidak ingin menjumpai perangkap. Karena itu, para pelayan disana bekerja untuk menandai tiap perangkap menggunakan balok kayu. Para tamu khusus juga biasanya diberi tur singkat untuk mengetahui dimana saja letak perangkap itu. Tapi kejutannya adalah, beberapa perangkap yang terpasang sama sekali tidak ditandai. Hal itu sengaja dilakukan untuk menjerat para tamu yang biasanya melanggar aturan berkunjung dengan mendekati beberapa titik tertentu di properti itu yang terlarang untuk dikunjungi. Dan setelah berkeliling selama hampir dua jam di sekitar taman, Greta yang kelelahan memutuskan untuk kembali ke kamar untuk membersihkan tubuhnya dan bersiap-siap untuk jamuan makan malam. Daphne sudah menunggu di ruang makan ketika Greta datang, begitupun dengan Anne, adik bungsunya, dan juga Lady Sabrina dan Philippa. Tidak lama setelah Greta bergabung dengan mereka, para pria hadir dan membuat kegadungan di sekitar lorong dengan suara percakapan dan tawa mereka. Greta mengamati mereka satu persatu. Beberapa diantara mereka wajahnya tidak asing. Ia pernah bertemu dengan Clydesdale, Duke of Wellington sesekali dalam sebuah jamuan makan malam di kediaman salah satu bangsawan. Sementara itu, wajah Jeffrey dan William sudah tidak asing lagi baginya. Dua laki-laki itu beberapakali juga menghadiri pesta dansa dan bahkan pernah berbicara dengannya. Greta mendapati Jeffrey cukup cerdas dan menarik, namun sebatas itu saja. Sudah menjadi rahasia umum kalau sang Marquess sangat pandai bersilat lidah. Sementara itu, Greta hanya pernah beberapakali mendengar nama Lord Caspian, Viscount of Cavendish disebutkan. Reputasinya terkenal buruk dikalangan ton. Seseorang berusaha menjatuhkan namanya dengan menyebar rumor tentang ‘kebiasaan sang viscount nakal’ yang gemar mengencani para wanita dan menjadikan mereka sebagai teman ‘bersenang-senangnya’ saja. Rumor itu menyebar dengan cepat, bahkan Greta sempat mendengar kabar kalau rumor yang beredar adalah salah satu pemicu besar batalnya pertunangan sang Viscount dengan Lady Ophelia. Butuh waktu bertahun-tahun sebelum rumor itu akhirnya surut, meskipun begitu, tidak ada Lady yang cukup berani untuk mendekati Caspian saat ini meskipun pesonanya akan terasa sangat sulit diabaikan. Sang Viscount sendiri tampaknya tidak begitu acuh menanggapi rumor buruk yang beredar tentangnya karena beberapakali orang-orang melihatnya masih berkeliaran di sekitar bar pada waktu malam. Greta sendiri pernah mencantumkan nama Caspian dalam daftarnya sebelum mencoret nama itu dengan cepat. Keluarganya sudah menyimpan cukup banyak skandal untuk ditambahkan lagi ke dalam daftarnya. Di antara semua pria yang hadir di ruangan itu, pandangannya sepenuhnya terikat pada Lord Cleveland yang berpakaian rapi dengan mengenakan tunik hijau malam itu. Rambut yang jatuh secara tidak beraturan di atas dahinya itu anehnya membuat wajahnya terlihat semakin menarik. Sang Earl berjalan dengan tenang dan percaya diri, nyaris tidak tergesa-gesa sama sekali. Begitu memasuki ruangan, sepasang mata birunya memandang ke sekitar, dahinya berjengit sebelum tatapan itu tertuju ke arah Greta. Sang Earl terpaku selama beberapa saat tapi kemudian menyuguhkan senyuman paling hangat yang pernah dilihat Greta dalam sosok laki-laki. Begitu dipersilakan, pria itu langsung memilih kursinya di seberang meja, berhadap-hadapan dengan Greta, sementara para pria lain menempati kursi-kursi kosong di sebelahnya. Untunglah orang-orang disana disibukkan oleh percakapan mereka, sehingga mereka tidak begitu memerhatikan saat Greta sesekali mencuri pandang ke arah sang Earl. Ia menyadari bahwa laki-laki itu hanya akan berbicara seperlunya. Sesekali sang Earl tertawa menanggapi gurauan yang dilanturkan oleh salah satu dari kawannya di atas meja, tapi kemudian ia akan diam dan memasang ekspresi tertutup sepanjang jamuan makan malam. Dari percakapan itu, Greta mendapat kesan kalau sang Earl cukup pandai dalam strategi pemburuan. Ia tahu beberapa hal dasar tentang berburu: waktu yang tepat, perlengkapan, dan juga senjata yang mereka perlukan nanti. Ia juga memberitahu para lord strategi yang tepat untuk menjerat mangsa; perangkap yang akan mereka butuhkan dan juga taktik untuk membuatnya berhasil. Sang Earl kelihatannya tahu lebih banyak ketimbang Henry, seorang pelayan yang sudah terlatih untuk hal itu. Mereka tidak jauh berbeda kecuali karena sang Earl jauh lebih tua dan berpengalaman mengenai masalah pemburuan. Setelah jamuan makan malam berakhir, para Lord dan Lady tidak segera bubar untuk beristirahat. Mereka semua berkumpul untuk sekadar menikmati jalan-jalan kecil di sekitar properti itu. Daphne bersikeras memberi mereka tur singkat untuk menjelajahi properti milik keluarganya yang luas, dan jelas bahwa wanita itu sudah mengatur rencananya dengan cukup baik karena ketika Daphne memaksa Jeffrey, Caspian, dan Dale untuk mengikutinya, wanita itu meninggalkan Cleveland berdiri sendirian di dekat patung pahatan pada salah satu kolam pancuran air di halaman depan. Laki-laki itu tampak serius mengamati patung manusia yang memperlihatkan wajah seorang wanita tua berkerudung yang menggendong bayi di salah satu lengannya. Matanya yang sayup menatap ke arah bayi laki-laki itu sementara kedua tangan si bayi terangkat ke udara, seolah bermaksud menggapai ibunya. Lord Cleveland berjengit memandangi patung itu, seolah sedang berusaha menilai, setidaknya sampai laki-laki itu sadar kalau tiga temannya yang lain telah pergi meninggalkannya sendirian disana. Pada saat itulah Greta berjalan menghampirinya. Senyum tulus mengambang di bibirnya sedangkan wajahnya tampak bersemu-semu. Greta menyesali jika ia membuat dirinya tampak konyol di hadapan yang Earl, meskipun begitu sang Earl yang sopan sama sekali tidak membuatnya merasa malu, malahan laki-laki itu ikut tersenyum kemudian menjulurkan tangannya kemudian menunduk untuk mencium punggung tangan Greta yang dibalut oleh sarung tangan. Dari sana, Greta dapat merasakan nafas hangat sang Earl bersentuhan dengan kulitnya yang terhalang oleh kain sutra tipis. Sementara itu, ia menyambut kelembutan laki-laki itu dengan senang hati. Sang Earl tahu persis bagaimana cara membuat wanita jatuh dalam pesonanya. Dengan kedua mata berkilat, laki-laki itu mengunci tatapannya ke arah Greta, seolah-olah tidak ada apapun di sekitarnya. “Lady Greta,” sapa sang Earl dengan sopan. “Lord Cleveland.” Greta menatap ke sekeliling dan menyadari kalau orang-orang sudah meninggalkan mereka, beberapa terlihat sedang berkeliaran di sekitar taman. “Kulihat teman-temanmu meninggalkanmu sendirian..” “Ya, tampaknya patung ini begitu menarik perhatianku sampai aku tidak sadar mereka sudah pergi.” “Begitu?” Greta mengamati patung pahatan itu, kemudian mengernyitkan dahinya. Ia bukan gadis yang memiliki selera seni yang cukup tinggi, tapi Greta melihat mengapa sang Earl begitu terpikat oleh patung pahatan itu. “Ada beberapa patung yang lebih menarik. Jika kau mau, aku bisa menunjukkannya padamu. Selain itu, aku bisa memberimu tur singkat di sekitar properti ini.” “Tentu saja, dengan senang hati.” Sang Earl menawarkan satu lengannya yang segera disambut oleh Greta dengan senang hati. Mereka berjalan pelan menyusuri taman, terus bergerak lurus menuju bukit rendah tak jauh disana dan sesekali berhenti untuk menyaksikan patung-patung pahatan lainnya dan juga danau tersembunyi yang letaknya tidak jauh dari pondok. Greta mendapati dirinya menikmati perjalanan itu terutama karena Sang Earl terus mengajaknya berbicara. Laki-laki itu menghindari obrolan formal dan beralih pada topik yang lebih santai sehingga suasana menjadi cair. Sesekali ia membuat Greta tertawa oleh gurauannya, bahkan sang earl yang terkenal misterius itu tidak ragu-ragu untuk menanyakan sesuatu yang umumnya akan dianggap lazim untuk ditanyakan pada pertemuan pertama. “Jadi kau anak kedua dari tiga bersaudara?” “Ya,” “Siapa nama adik perempuanmu tadi?” “Eloise. Aku biasa memanggilnya Ellie.” “Ellie..” sang Earl mengerutkan dahinya. “Apa kau dekat dengannya?” “Sangat dekat. Kita seperti tidak terpisahkan.” “Bagaimana dengan kakakmu.. James?” Greta menelan liurnya. Wajahnya menunduk menatap rumput di bawah kakinya ketika. Ia merasa gelisah dan sang Earl langsung menyadari hal itu saat menunduk untuk melihat ke dalam matanya. “Apa dia menyakitimu?” Pertanyaan itu terasa seperti sebuah bidikan yang tepat mengenai sasaran. Jelas bahwa sang earl sama sekali tidak merasa sungkan mengungkapkan isi pikirannya. Meskipun begitu sikap blak-blakannya entah bagaimana menciptakan sebuah kesan kedekatan yang belum pernah Greta rasakan saat berbicara dengan pria lainnya. “Tidak, tidak persisnya begitu.” Sang Earl mengendurkan bahunya seolah jawaban itu membuatnya lega. “Apapun itu, kekerasan fisik tidak bisa ditoleransi. Jadi?” “Kami hanya tidak dekat.” Sang Earl menatapnya, mulutnya yang sedikit terbuka seperti siap untuk bertanya lebih jauh, tapi laki-laki itu cukup bijaksana untuk mengurung niatannya. “Menyebalkan memiliki saudara laki-laki yang tidak bisa melindungimu, bukan begitu?” “Ya,” Greta tersenyum. “Bagaimana denganmu.” “Beruntungnya.. Aku anak tunggal.” “Tidakkah itu mengerikan?” “Apa? Menjadi anak tunggal?” “Ya. Kau harus menanggung beban sendirian dan tidak memiliki siapapun untuk diajak berbicara. Aku selalu bercerita dengan adikku, Ellie, jika sesuatu terjadi. Rasanya sulit membayangkan jika aku harus menjalaninya sendirian.” Kerutan lagi-lagi muncul di dahi sang Earl saat laki-laki itu mempetimbangkan pernyataannya. Tapi setelah beberapa saat terdiam, sang Earl akhirnya membuka mulut untuk berbicara. “Ya, beberapakali aku merasa begitu. Tapi bagian menariknya menjadi anak tunggal adalah kau bisa memilih keluargamu sendiri.” Greta tertegun, kemudian menatap sang earl dan bertanya, “apa maksudmu?” “Teman adalah keluarga yang kau pilih. Aku tidak memiliki saudara tapi aku memiliki teman, dan aku memilihnya karena aku tahu dia akan menjadi teman yang baik – bahkan terasa seperti saudara.” Kini senyum mengambang di wajah Greta. “Kau benar.” Ia melanjutkan langkahnya yang pelan, diikuti oleh sang earl yang berdiri terlalu dekat hingga Greta nyaris bisa merasakan kehangatan tubuhnya. Earl Cleveland memiliki sepasang kaki panjang dan berotot di balik sepatu kulitnya, seolah laki-laki itu telah melatih fisiknya selama bertahun-tahun untuk menciptakan bentuk tubuh yang sempurna. Rasanya mustahil membayangkan laki-laki sesempurna itu memiliki reputasi buruk dikalangan ton. Orang-orang akan sama terkejutnya seperti Greta begitu tahu keahlian apa saja yang dimiliki sang Earl. Namun, Greta sendiri belum mengenalnya cukup jauh untuk melihat kemampuan itu. Satu hal yang pasti, sang Earl cukup ahli dalam menyusun strategi. Ia juga mungkin ahli dalam berkuda, dan siapa tahu apa lagi yang dikuasai laki-laki itu. “Beritahu aku tentang dirimu!” ucap Greta, sedikit bersemangat untuk mengetahui jawabannya. Tanpa menghentikan langkahnya, sang earl bertanya, “apa yang ingin kau tahu?” Aku ingin tahu kemana kau menghilang selama sebelas tahun ini. Tapi tentu saja, pertanyaan itu akan terdengar terlalu berani dan memancing perhatian. Sementara membuat sang earl mencurigai niatnya adalah hal terakhir yang diinginkan Greta. Jika ia ingin memerangkap laki-laki itu, Greta harus melakukannya dengan pelan dan sangat berhati-hati. Siapa yang tahu apa yang mungkin dapat dilakukan sang earl. Greta teringat ucapan Daphne dalam percakapan mereka siang tadi bahwa betapapun ia mengagumi sang earl, Greta tetap perlu berhati-hati. Laki-laki itu sopan, tapi Earl of Cleveland tetaplah seorang laki-laki, dan seorang laki-laki bisa berbuat apa saja. Kedua orangtuanya telah menjadi contoh yang jelas bagi Greta bahwa seorang laki-laki bisa berubah setelah mereka menikah. Dalam kasusnya, ayahnya berubah menjadi seorang pemabuk dan gemar menyakiti istrinya. Kalau saja Mama mendengarkan saran nenek untuk meninggalkan ayahnya saat ia masih sangat remaja.. Tapi mama adalah wanita yang lemah. Ia lebih memilih untuk menerima keadaan alih-alih berusaha menyelamatkan dirinya dari pernikahan yang kejam. Bagaimanapun, mama memikirkan perasaan anak-anaknya. Tetap saja, setelah kepergiannya, Greta tidak pernah menjadi bahagia. Sekarang ia harus berjuang keras sendirian untuk melunasi utang-utang keluarga. “Apa yang kau pikirkan?” Pertanyaan itu menyadarkan Greta dari lamunan. Kini ia menatap sang earl dengan malu, menyadari bahwa laki-laki itu sedang mengamatinya. “Bukan apapun, aku hanya..” Greta memejamkan matanya, tiba-tiba merasa bahwa ia sudah bertingkah bodoh seketika itu juga. Dengan cepat ia memikirkan sebuah pertanyaan untuk disampaikan. “Mereka menyebutmu bangsawan yang misterius, kau tahu?” “Mmm..” sang earl menunduk menatap kakinya dengan kedua tangan bersembunyi di balik pinggulnya yang ramping. “Apa kau suka mereka menyebutmu misterius?” “Aku tidak peduli apa yang mereka katakan.” “Apa yang pedulikan?” Yang membuat Greta terkejut, sang Earl menghentikan langkahnya kemudian memutar tubuhnya. Tatapannya kini terarah ke wajah Greta. Seisi taman gelap malam itu, kecuali karena cahaya lilin yang meneranginya. Melalui cahaya keemasan yang berpendar dalam jarak beberapa meter itu, Greta dapat melihat wajah tampan sang earl, sepasang mata birunya yang jenaka, dan garis rahang serta tulang hidungnya yang tegas. Setiap jengkal yang terlihat begitu meyakinkan dan ketika pria itu tersenyum, Greta merasakan sensasi hangat menjalari tubuhnya. Kali terakhir Greta merasakan emosi seperti itu ketika ia masih remaja. Dulu ada seorang laki-laki yang disukainya. Laki-laki itu sepuluh tahun lebih tua darinya dan dia seorang petugas hukum yang sukses. Laki-laki itu pernah mendekatinya, bahkan berniat menikahi Greta. Namun, nenek sama sekali tidak merestuinya. Greta ingat bagaimana ia marah besar pada neneknya kala itu. Ia menghukum neneknya karena membuat laki-laki itu pergi, dengan cara mengurung diri di dalam kamar dan menyiksa dirinya sendiri. Butuh waktu berbulan-bulan sebelum Greta menyadari bahwa penolakan neneknya terhadap lamaran yang diajukan laki-laki itu bukannya tanpa alasan. Baru-baru ini Greta tahu bahwa laki-laki itu telah menceraikan istri keduanya dan dituntut akibat kekerasan dalam rumah tangga. Greta tidak menyalahkan reaksinya. Bagaimanapun juga saat itu ia masih remaja yang tidak memahami apa-apa. Sekarang, saat Greta sudah lebih dewasa ia seharusnya belajar lebih baik tentang laki-laki yang tulus dan mereka yang berkedok palsu. Seharusnya Greta tidak mudah diluluhkan dengan pesona mereka dan selama ini Greta berhasil mengendalikan dirinya – setidaknya sampai ia bertemu Lord Cleveland. Tiba-tiba, Greta merasa kembali menjadi gadis konyol yang sedang kasmaran. “Apa yang benar-benar kupedulikan?” Lord Cleveland mengulangi pertanyaanya. Laki-laki itu terdiam cukup lama, namun pembawaannya yang tenang berhasil mencairkan kesunyian. “Aku peduli pada kuda-kudaku..” Kedua alis Greta terangkat. Ia tidak mungkin salah dengar. “Apa?” “Kau bertanya apa yang kupedulikan? Aku bilang, aku peduli pada kuda-kudaku.” Greta tidak bisa menahan tawa, tapi ia sekaligus khawatir jika reaksinya itu menyinggung sang earl. Dan ketika Greta menatap lurus ke sepasang mata biru yang memukau itu, ia tidak menemukan tanda-tanda bahwa sang earl merasa tesinggung atas reaksinya sedikitpun. Dan karena hal yang sama, Greta terdorong untuk berbicara lebih jauh. “Aku tidak pernah mendengar seseorang mengatakan itu.” “Sulit untuk memutuskan apa yang benar-benar kau pedulikan ketika kau tidak memiliki apa-apa.” “Menarik..” “Tapi kuda-kudaku adalah hal lain. Aku memiliki mereka, dan mereka sudah menemaniku selama bertahun-tahun melewati masa-masa sulit. Jadi ya, aku peduli pada kuda-kudaku. Mereka teman mengobrol yang baik, mereka tidak akan menghakimimu bahkan ketika kau berbuat salah. Mereka hanya menemanimu kemanapun kau pergi.” “Kuharap aku memiliki teman yang baik seperti kuda-kudamu.” “Oh, kau tidak memilikinya?” Mereka melanjutkan perjalanan menyusuri taman itu. Kini mereka tidak lagi memedulikan apa yang ada di sekitarnya. Bahkan ketika mereka sudah melangkah cukup jauh dari patung di kolam pancuran itu, tidak satupun di antara mereka berniat untuk berputar arah. “Tidak, aku tidak memilikinya. Kupikir tidak ada gunanya.” “Mengapa tidak?” “Karena aku tidak pandai berkuda.” “Aku bisa mengajarimu.” “Tidak aku tidak bisa..” Lord Cleveland tersenyum, seolah sedang berusaha memahami situasinya. Ketegangan itu membuat Greta sedikit gelisah. Ia tidak ingin bercerita lebih jauh karena semua itu akan terlalu berbahaya untuk rencananya. “Oke.. kenapa tidak?” sang earl bertanya dengan sabar, tampaknya tidak akan menyerah sampai ia benar-benar memahami situasinya. “Ayahku meninggal karena kecelakaan saat berkuda. Dia terlempar ke jurang..” “Oh.. maafkan aku.” “Tidak, tidak. Tolong.. itu sudah lama berlalu.” “Ya, tapi kau masih mengingatnya..” “Aku tidak mau mengingatnya. Lagipula itu tidak bisa dikatakan sebagai kecelakaan sepenuhnya..” Greta menggigit bibirnya segera setelah ia mengucapkan kalimat itu. Ia mengutuki dirinya karena telah bersikap terlalu bodoh dengan menarik terlalu banyak perhatian sang earl pada suatu topik yang tidak ia harapkan akan mereka bahas. “Kau mau menjelaskannya?” Sang earl terlalu sopan, pikir Greta. Ia menatap laki-laki itu dan melihat pancaran rasa simpati yang tulis di matanya. Seandainya mereka bertemu dalam situasi yang berbeda – seandainya Greta tidak mengharapkan sesuatu dari laki-laki itu selain keberadaannya – seandainya dan seandainya.. Greta pasti meletakkan kepercayaan penuh padanya. Greta ingin membagi beban yang ditanggungnya selama ini, tapi bagaimana jika sang earl tahu apa yang diniatkannya terhadap laki-laki itu? Bagaimana jika sang earl berpikir bahwa Greta sedang memanfaatkannya? Meskipun tidak sepenuhnya salah, Greta tidak berharap sang earl menganggapnya seperti itu. Ia ingin laki-laki itu melihat ketertarikan yang tulus di matanya. Tapi kalau Greta benar-benar mau keluar dari situasi sulit yang diahadapinya sekarang, ia harus mengenyampingkan perasaannya dan mulai bertindak mengikuti apa yang sudah direncanakannya. Ia harus mendapatkan laki-laki itu. Setidaknya Greta butuh jaminan bahwa ia akan dibebaskan dari utang-utang keluarganya sehingga ia bisa memberikan kehidupan yang tenang bagi dirinya sendiri dan juga Ellie. “Aku tidak tahu.. itu agak berat..” “Tidak apa-apa, aku memahaminya. Kita semua pernah kehilangan seseorang yang kita cintai..” Tapi Greta tidak mencintai ayahnya. Malahan Greta begitu membencinya untuk dapat meneteskan air mata di pemakamannya. Tapi tentu saja, Lord Cleveland tidak perlu tahu semua itu. Kalau ia ingin memenangkan hati sang lord, Greta harus menjaga reputasinya tetap baik. “Jadi, kau memiliki seseorang yang kau cintai?” “Beberapa tahun lalu, ya.” “Jika kau tidak keberatan, bolehkah aku bertanya siapa orang itu?” Sang Earl kembali mengulas senyum dan melempar tatapan jenaka yang membuat Greta bergerak-gerak dengan gelisah. “Kau tidak berharap aku mengatakan ‘kuda-kudaku’, bukan?” Greta tertawa. “Tidak, aku serius. Aku benar-benar penasaran jika kau memiliki seseorang..” Kini sang earl mengedarkan pandangannya ke sekitar, seolah baru menyadari kalau mereka sudah berjalan cukup jauh dari halaman utama. Namun, hal itu tidak menghentikannya, malahan ia terlihat begitu tenang dan santai, seolah-olah ia menikmati percakapan mereka. Greta berharap demikian. “Tidak banyak wanita yang terlibat dalam hidupku, jika itu maksudmu. Aku menyayangi ayahku. Dia adalah sumber inspirasiku, tapi kemudian dia meninggal saat aku berusia masih muda..” “Ah ya, aku sempat mendengar kabar duka itu. Pasti rasanya sulit kehilangan kedua orangtuamu di waktu yang bersamaan.” Selama sesaat, Greta menangkap ekspresi aneh melintas dalam raut wajah sang earl, seolah ia sedang mempertimbangkan sesuatu. Dahinya berjengit, tapi kemudian sang earl kembali memasang ekspresi tertutup. “Ya, begitulah.” “Apa yang terjadi setelah itu? Apa kau menjalani hari-harimu seperti biasa?” Orang-orang mengatakan sang earl yang misterius mengalami gangguan mental akibat peristiwa kematian orangtuanya. Greta sempat memercayai rumor itu, tapi ia lebih tertarik untuk mendapatkan jawabannya langsung dari sang earl. “Rasanya sulit untuk menjalani hari-hari selanjutnya seperti biasa, tapi pada akhirnya semua itu berlalu. Aku berusaha untuk.. tidak memikirkan apa yang sudah terjadi. Kematian itu bisa terjadi pada siapa saja, kapan saja, dan dimana saja, itu bukan hal baru lagi. Tapi jika aku memiliki mesin waktu, kuharap aku dapat mengembalikan segalanya. Kita tidak ingin mati, tapi kita juga tidak mau hidup selamanya, tapi disinilah kita. Hanya momen saat inilah yang terpenting, dan aku benar-benar menikmatinya.” Sang earl tampak bersungguh-sungguh ketika mengatakannya. Matanya menatap Greta untuk waktu yang lama hingga Greta dibuat gelisah karenanya. Namun diwaktu yang bersamaan, Greta merasakan kehangatan dalam tatapan itu. Ia berharap waktu dapat berhenti disana. Setiap detik berlalu dan Greta mendapati dirinya menjadi semakin tertarik pada sang earl. Laki-laki itu adalah orang yang tepat. Greta nyaris tidak percaya kalau pencariannya akan segera berakhir, tapi ia juga tidak mau meletakkan harapan terlalu besar. Greta sudah berhati-hati selama bertahun-tahun, ia tidak mau mengambil langkah yang salah hanya karena ia tidak mampu mengendalikan emosinya yang menggebu-gebu. Ia membalas tatapan sang earl dengan penuh arti, berharap ia dapat bergerak mendekat dan menghapus jarak yang memisahkan mereka, tapi tindakan itu akan terkesan terlalu nekat meskipun Greta benar-benar menginginkannya. Setidaknya ia tidak mau berbohong soal yang satu itu. Sang earl benar-benar membangkitkan minatnya. Greta sudah cukup dewasa dan ia tidak lagi merasa malu dengan ketertarikannya pada laki-laki itu. Sebastian tidak bisa melepas tatapannya dari wanita itu. Greta Summers terlihat seperti mawar yang merekah di tengah lahan yang tandus. Rasanya munafik jika Sebastian menyangkal kecantikan wanita itu. Hingga jamuan makan malam tadi, ia berpikir bahwa Greta hanya memiliki paras sempurna layaknya pada lady dari kalangan bangsawan kebanyakan. Namun, setelah berbicara panjang dengan wanita itu, Sebastian menyingkap sesuatu yang tidak disadarinya sejak perkenalan mereka pagi tadi. Ia melihat bahwa Greta menyimpan lebih banyak rahasia di dalam dirinya. Wanita itu berusaha menutupinya, tapi Sebastian tidak begitu bodoh untuk tahu bahwa Greta menyembunyikan sesuatu. Mereka baru mengenal satu sama lain dalam kurun waktu kurang dari dua belas jam, dan wanita itu dengan berani telah membangkitkan gairah sekaligus emosinya. Seharusnya hal itu tidak terjadi. Sebastian datang kesana dengan niat lurus untuk menggantikan Arthur dan memenangkan pertaruahan seperti yang sudah dijanjikannya. Hanya saja, kehadiran Greta di tengah-tengah perkumpulan itu benar-benar berada diluar rencana, dan Sebastian sendiri tidak bisa mencegah dirinya untuk tidak merasakan ketertarikan yang kuat pada wanita itu. Greta Summers berusaha menggodanya. Sebastian menyadari hal itu sejak kali pertama Greta mendekatinya di kolam pancuran air. Ia beberapa kali menangkap gerakan wanita itu ketika menggigit bibirnya yang ranum. Pupil matanya membesar ketika menatap Sebastian. Sebastian juga menyadari bahwa Greta sudah mengamatinya sejak mereka duduk berseberangan di meja makan. Segala sesuatu tentang Greta terlihat sangat menarik. Sebastian pernah menjumpai beberapa wanita cantik dalam hidupnya, kebanyakan dari mereka melempar diri pada Sebastian hanya untuk memeroleh kesenangan, tapi tidak satupun dari mereka yang dipedulikan Sebastian sebesar kepeduliannya terhadap Greta. Rasanya aneh mengingat mereka baru bertemu beberapa jam saja. Sebastian memiliki dorongan untuk melindungi Greta, bahkan melebihi ketertarikan fisik semata. Sebastian tidak mengingat kapan terakhir kali ia merasakan ketertarikan serupa terhadap seorang wanita. Tahun-tahun yang dihabiskannya di medan perang begitu kelam. Tahun-tahun itu seakan telah merenggut jiwanya, membuatnya berpikir bahwa ia sudah mati bersama teman-teman seperjuangannya di medan perang. Sebastian ingat masa-masa terpuruk setelah peperangan. Ia harus mengabaikan semua surat yang dikirim Arthur hanya karena Sebastian tidak yakin dengan dirinya sendiri. Rasanya seperti sesuatu dari dirinya tertinggal di medan perang dan yang terburuk adalah, Sebastian tidak tahu apa itu. Ia tersesat selama satu tahun dan menenggelamkan dirinya dalam alkohol. Sebastian tidak pernah merasa lebih baik sedikitpun sejak hari itu dan setiap detik dalam hidupnya ia habiskan bersama rasa bersalah yang terus menggerogoti jiwanya. Sebastian kehilangan beberapa teman yang cukup dekat hanya dalam sekejap mata di medan perang. Trauma itu tidak bisa dilupakan dengan mudah, bahkan terus bertumbuh seiring berlalunya waktu. Namun Sebastian akhirnya bisa pulih. Selama dua tahun terakhir, ia berusaha mengumpulkan kembali kepingan dari dirinya yang masih tersisa. Ia begitu sibuk untuk mengembalikan kehidupan lamanya sampai tidak lagi memiliki waktu untuk memikirkan kesenangan atau bahkan perasaannya sendiri. Tapi malam itu, ia menatap Greta dan melihat seluruh kebahagiaan dari tahun-tahun yang telah direnggut secara paksa darinya itu seolah menunjukkan dirinya kembali. Rasanya mustahil memikirkan Greta sebagai jawaban dari apa yang dicarinya selama ini. Mustahil jika wanita yang baru dikenalnya itu menjadi secercah titik terang yang akan membawa Sebastian kembali pada kehidupan lamanya – kehidupan bebas yang dimilikinya sebelum peperangan. Sebastian menundukkan kepalanya ketika tahu bahwa dengan menatap Greta hanya akan menumbuhkan suatu keinginan yang mustahil dari dirinya. Namun siapapun yang mengenalnya cukup baik akan tahu bahwa Sebastian tidak tumbuh besar sebagai pengecut. Kesuksesannya membuktikan bahwa Sebastian mampu melakukan apa yang tidak bisa lakukan pria kebanyakan. Ia bangkit dari keterpurukannya belajar untuk mendapatkan apapun yang diiinginkannya. Sikapnya bisa dikatakan angkuh, Arthur menyadari hal itu, namun Arthur juga mengagumi Sebastian karena sikap itu. Sebastian bukan seseorang yang mudah untuk diintimidasi. Ia memiliki pembawaan yang tenang dan begitu percaya diri dengan kemampuannya. Ia tidak peduli sekalipun Greta seorang keturunan bangsawan sementara ia hanya anak dari seorang pelayan. Sebastian menginginkan wanita itu, tapi wanita itu juga harus menginginkannya. Dan disanalah letak masalahnya. Menimbang dari sikap Greta yang masih tertutup, Sebastian ragu kalau Greta benar-benar menginginkannya. Meskipun sudah jelas, rasanya sangat mustahil sebelum Greta mengungkapkannya secara jelas. Tapi Sebastian perlu meluruskan beberapa hal sebelum ia benar-benar mengungkapkan ketertarikannya. Ia tidak akan menyatakan apa-apa ketika ia masih berada dalam penyamarannya. Sebastian ingin Greta melihat dirinya yang sebenarnya sebelum ia bisa memutuskan lebih jauh bagaimana kelanjutannya dan untuk itu Sebastian perlu bersabar karena jika Sebastian mengambil tindakan yang tergesa-gesa, ia hanya akan mendapati wanita itu membencinya setelah mengetahui kedok penyamarannya dan mendapati Greta membencinya adalah hal terakhir yang diharapkan Sebastian. “Awas!” Greta memekik, nyaris melompat saat menarik Sebastian menjauhi balok kayu yang menancap pada permukaan tanah di dekat semak-semak. Ketika menyadari keberadaan balok kayu itu, Sebastian menyenggolnya dengan ujung sepatu dan pada saat yang bersamaan, sebuah perangkap berupa jaring yang mengapit dua kayu bergerak jatuh persis di atasnya. Untungnya Sebastian bergerak cepat sehingga ia dapat menghindari perangkap itu. Greta di sampingnya masih terkejut melihat apa yang baru saja terjadi. Wanita itu nyaris terjerembab jatuh ke atas rumput saat menghindari perangkap kalau saja Sebastian tidak cepat-cepat menangkapnya, dan kini mereka menatap perangkap itu dengan nafas memburu. Sebastian masih tidak memercayainya, namun Greta pulih dengan cepat dan berkata, “aku lupa mengatakan padamu ada banyak perangkap disini.” “Apa? Perangkap? Untuk apa?” “Aku tidak tahu, itu ide yang sangat konyol saat pertama aku mendengarnya. Tapi apakah William tidak memeringatimu tentang perangkap-perangkap itu?” “Kurasa dia cukup sibuk berdebat dengan Jeffrey sampai lupa memberitahu kami soal perangkap itu.” “Oh.. memalukan sekali kalau kita sampai terkena perangkap. Ini salahku. Aku hendak memberikan tur singkat padamu tapi malah melupakan soal perangkap itu.” Sebastian mendengus keras. “Tidak masalah, kita baik-baik saja.” “Huh..” Greta mengembuskan nafas berlebihan seolah-olah begitu bersyukur karena perangkap itu tidak berhasil menjeratnya. Tindakan itu sekaligus membuatnya terlihat semakin menarik. “Nyaris saja.” “Ya.. kurasa ini suatu pertanda kalau kita sudah berjalan cukup jauh, bukan begitu?” Greta tertawa sembari menatap ke sekitarnya. Tawanya rendah dan manis didengar. “Ya. Kau benar. Kita harus kembali sebelum yang lain mencari kita.” Mereka-pun berbalik dan memutuskan untuk meninggalkan taman itu. Sebastian berharap malam tidak berakhir secepat itu. Ia sendiri menyesali karena sudah menyarankan agar mereka segera kembali. Meskipun begitu, Sebastian tidak ingin mengambil risiko pergi lebih jauh jika ia tidak ingin tersiksa oleh hasratnya sendiri terhadap Greta.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN