Dusta Yang Diperbolehkan
“Kedustaan ditetapkan sebagai dosa anak Adam kecuali tiga perkara: Seorang lelaki berdusta terhadap istrinya untuk memuaskan hatinya, seseorang yang yang berdusta karena siasat untuk perang, dan seseorang yang berdusta di antara dua orang Muslim untuk mendamaikan keduanya.” (HR. Ath-Thabrany dan Ahmad)
Suatu waktu, beberapa pemuda muslim diutus oleh Rasulullah SAW ke wilayah Mudhar. Di tengah perjalanan mereka kehausan, kelaparan dan kepanasan. Akhirnya, mereka melewati sebuah tanah lapang yang ditumbuhi rerumputan dan sebuah pohon rindang di sisi luarnya. Ternyata tak jauh dari tempat mereka, tampak sebuah kemah kecil yang di depannya ada sekumpulan kambing. Tanpa berpikir panjang lagi, para utusan Rasulullah SAW itu lalu menemui pemiliknya, orang Badui sambil berkata,”Berilah kami satu ekor kambing untuk dimakan.”
Mengetahui yang meminta adalah para utusan Rasulullah SAW yang tengah kelaparan, orang Badui itu kemudian mengambil satu ekor kambing jantan yang gemuk dan dengan sigap ia segera menyerahkannya pada mereka. Para utusan Rasul itu tentu saja gembira mendapat pemberian kambing gemuk. Mereka lalu menyembelih dan memotong daging kambing. Semua dagingnya kemudian dimasak. Setelah matang, mereka makan masakan daging kambing itu dengan lahapnya sampai habis.
Melihat daging yang dimakan para utusan Rasul telah habis, orang Badui itu kemudian memberi mereka satu ekor lagi kambing gemuk. Mereka kembali menyembelih dan memasaknya. Orang badui itu berkata,”Tidak ada yang tersisa dari kambing-kambingku yang dapat disembelih kecuali yang hamil atau seekor pejantan.”
Utusan-utusan kembali mengambil seekor lagi. Setelah siang hari dan panas menyengat, apalagi saat itu merupakan musim kemarau. Mereka pun tidak mempunyai tempat berlindung. Orang Badui itu menggiring kambing-kambingnya ke bawah perlindungan sebuah pohon rindang di tengah gurun.
Utusan Rasulullah SAW kemudian mendekati orang Badui itu, lalu berkata, ”Kami lebih berhak berlindung di bawah pohon, dari pada kambing-kambing kamu.”
Mereka semakin mendekat dengan orang Badui itu sambil memerintahkan untuk menggiring kambing-kambing yang sedang berteduh, ”Keluarkanlah kambing-kambingmu, agar kami dapat berlindung di tempat ini!”
Orang badui itu berkata, ”Jika kalian mengeluarkan kambing-kambing itu, maka kambing-kambingku yang sedang hamil tidak akan kuat terkena terik panas matahari. Aku takut, anak dalam kandungannya akan keguguran. Sementara aku sudah berima kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan shalat dan juga mengeluarkan zakat.”
Namun jawaban dari orang Badui itu tidak digubris oleh para utusan Rasulullah SAW. Mereka dengan kasar lalu menggiring semua kambing-kambing yang tengah berlindung di bawah pohon rindang itu. Tak berapa lama kemudian, kambing-kambing itu pun langsung meregang kepanasan oleh terik matahari yang tengah panas-panasnya, berada tepat di atas ubun-ubun kepala. Seperti dugaan orang Badui itu, kambing-kambing yang tengah hamil tak lama berselang mengalami keguguran.
Orang Badui itu dengan muka masam, kemudian berlalu pulang dari para utusan Rasul. Ia dengan langkah tergopoh-gopoh kemudian menemui Rasulullah SAW dan menceritakan semua kejadian yang menimpa kambing-kambingnya. Beliau sangat marah mendengar cerita orang Badui itu, kemudian bersabda,”Tunggulah di sini hingga mereka tiba.”
Setelah para utusan beliau kembali semua, mereka semua dikumpulkan dan dipertemukan dengan orang Badui itu. Satu per satu mereka dipanggil oleh Rasulullah SAW, untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya di padang sahara. Namun para utusan itu semuanya berkata dusta, dan semua yang dikatakan para utusan itu hanya ingin menggembirakan Rasulullah SAW.
Orang Badui yang mendengar dan melihat langsung kesaksian dari para utusan itu langsung berkata sambil menahan isak tangis karena sedih melihat perilaku sahabat Nabi yang berbohong di hadapan beliau, ”Demi Allah, sesungguhnya Allah Jala Jalalluhu wa Rahmatuhu benar-benar tahu bahwa aku berkata jujur dan merekalah yang berkata dusta. Semoga Allah memberitahukan kepada engkau tentang hal ini wahai Nabi Allah! wahai Rasulullah SAW!”
Rasulullah SAW pun terharu mendengar kata-kata dari orang Badui. Beliau melihat dengan mata batinnya yang tajam, kalau orang Badui itu kata-katanya begitu polos dan penuh kejujuran. Hingga, membuat bulir-bulir air mata menetes dari sorot mata beliau yang mulia itu.
Beliau baru menyadari, kalau perkataan dari orang Badui itulah yang benar, dan perkataan penuh kedustaan dari para utusannya yang penuh tipu muslihat. Tentu saja, beliau marah besar.
Wajah beliau yang biasa teduh, kini langsung berubah dengan sorot mata yang tajam. Maka, segeralah beliau kembali memanggil satu per satu para utusan untuk menghadap dan bersumpah.
Suara baginda Rasulullah SAW yang tegas dan berwibawa, membuat siapa saja yang mendengarnya menjadi gentar dan tergetar hatinya.Ternyata, para utusan itu tak satu pun yang berani mengucap sumpah di hadapan baginda Rasulullah SAW. Akhirnya, para utusan beliau membenarkan semua perkataan orang Badui itu dan mengakui kalau mereka telah berkata dusta.
Sekalipun beliau dari tadi mendengarkan saja kata para utusan dengan seksama dan penuh kearifan, namun Rasulullah SAW tetap tidak bisa menerima serta membenarkan setiap kedustaan.
Beliau kemudian berdiri dan bersabda, ”Apa yang mendorong kalian akur dalam kedustaan sebagaimana kasur yang hangus berturut-turut dalam api? Kedustaan ditetapkan sebagai dosa anak Adam kecuali tiga perkara; Seorang lelaki berdusta terhadap istrinya untuk memuaskan hatinya, seseorang yang yang berdusta karena siasat untuk perang, dan seseorang yang berdusta di antara dua orang Muslim untuk mendamaikan keduanya.”
Aji Setiawan, ST
ajisetiawanst@gmail.com
BERPRILAKU jujur terkadang sangat pahit pada awalnya, tetapi percayalah, buah manis akan kita dapat di akhirnya. Perilaku tidak jujur hanya dapat menghindarkan kita dari masalah secara sementara, bukan untuk menghilangkannya, bahkan akan menambah rumit masalah tersebut.
Sekali kita bersikap tidak jujur, maka suatu saat kita akan berada lagi dalam kondisi untuk menambah ketidak jujuran untuk menutupi ketidak jujuran yang dilakukan sebelumnya.
Ada beberapa hikmah perilaku jujur yang dapat kita petik antara lain sebagai berikut perasaan nyaman dan hati tenang, jujur akan membuat kita menjadi tenang, nyaman, tidak takut akan diketahui kebohongannya karena memang tidak berbohong.
Kehidupan yang semakin keras dan penuh persaingan, telah membawa kepada sikap pragmatis dengan menanggalkan kejujuran dan menghalalkan segala cara untuk meraih kemewahan dan kesenangan materi.
Di kalangan masyarakat terdapat sebuah pandangan yang mengatakan kalau orang berperilaku jujur dan lurus maka dia akan dijauhi, tidak disukai, dan hidupnya susah.
Paradigma semacam ini harus dihilangkan. Kejujuran seakan sudah menjadi barang mahal di zaman kita sekarang. Banyak orang begitu mudahnya berbohong, tanpa merasa bahwa akan ada konsekuensi yang jelas merugikan dirinya sendiri dan orang lain dari kebohongan yang dilakukannya.
Jika kita mengikuti kabar berita baik media cetak maupun elektronik setiap harinya, kita akan mendapati begitu banyaknya tindak pidana korupsi yang tidak pernah selesai di negeri ini, hal tersebut menunjukkan bahwa nilai-nilai kejujuran semakin menipis di tengah masyarakat Indonesia.
Allah SWT berfirman dalam surah at-Taubah ayat 119 yang bunyinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwa-lah kepada Allah dan jadilah bersama orang-orang yang jujur”.
Suatu perintah yang sangat indah. Yang tentu saja akan membuat kita selalu dalam kebaikan. Sungguh, kejujuran adalah sesuatu yang akan berbuah dengan berbagai kebaikan. Memang ada, ada lagu penggoda syaitan, - jujur tidak makan-. Namun, mari kita bersabar sejenak dengan mengambil air wudhu, lalu rasakan manisnya iman. Dengan apa? wirid. Katakan Allohu ma'ana..Alloh bersama saya.... Berapa banyak kebohongan lagi harus ditambal dengan bernohong berdaki. Jujurlah padaku....Jangan membuat orang marah sedikitpun.Beberapa gigiku sampai patah, karena geram.Jika kita mengikuti kabar berita baik media cetak maupun elektronik setiap harinya, kita akan mendapati begitu banyaknya tindak pidana korupsi yang tidak pernah selesai di negeri ini, hal tersebut menunjukkan bahwa nilai-nilai kejujuran semakin menipis di tengah masyarakat Indonesia.
Allah SWT berfirman dalam surah at-Taubah ayat 119 yang bunyinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwa-lah kepada Allah dan jadilah bersama orang-orang yang jujur”.
Suatu perintah yang sangat indah. Yang tentu saja akan membuat kita selalu dalam kebaikan. Sungguh, kejujuran adalah sesuatu yang akan berbuah dengan berbagai kebaikan.
Rasulullah SAW juga bersabda,”Sesungguhnya kejujuran itu mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan kepada syurga. Dan seseorang senantiasa jujur, maka di-catat disisi Allah sebagai seorang yang jujur. Sementara kebohongan akan mengantarkan ke-pada kedurhakaan, dan kedurhakaan mengantar-kan kepada neraka. Seseorang yang senantiasa berbohong sampai dicatat baginya sebagai seorang pembohong.” (HR Bukhari dan Muslim).
Seseorang yang senantiasa berbohong bisa menjadi pembohong karena ia akan melakukan kebohongan lanjutan untuk menutupi kebohongan yang disampaikan sebelumnya.(**) ast/kkp/aji s