Usapan Yang Penuh Berkah
Suatu waktu, Rasulullah SAW hendak memberikan tugas pada Ali bin Thalib, namun saat itu ia sedang sakit mata. Berkat sentuhan tangan beliau yang mulia, seketika itu sakit matanya langsung sembuh dan pandangan matanya bertambah tajam
Setelah Islam menguasai kota Madinah, kota tersebut tidak hanya dihuni oleh kaum muslimin saja, melainkan kaumYahudi dan Nasrani serta kaum keturunan Bani Israil juga masih banyak yang berdiam di dalam kota. Kehadiran kaum muslimin di Madinah sedikit banyak menentramkan hati mereka dari bahaya serangan bangsa lain.
Tingkah laku yang baik dari kaum muslimin di Madinah menjadi contoh teladan suku lain yang sama-sama mendiami kota itu. Sehingga tidak mengherankan bila mereka senang bertetangga dengan kaum muslimin yang ramah-tamah dan berbudi luhur. Tatanan masyarakat seperti inilah yang kemudian disebut masyarakat Madaniyah.
Kedamaian yang diciptakan oleh kaum muslimin lama-lama memudar karena ulah bangsa-bangsa yang tidak suka melihat kejayaan Islam di Madinah. Kasak-kusuk kaum munafiq untuk memecah belah persatuan turut andil bagian dalam rangka menghancurkan kaum muslimin dari dalam. Begitu juga dengan kaum Yahudi dari Bani Quraizhah. Mereka bersekutu dengan orang-orang munafik untuk memecah kaum muslimin.
Tindakan kaum Yahudi dan Bani Quraizhah telah melanggar perjanjian yang telah disepakati dengan kaum muslimin. Bahkan kaum Yahudi yang bertempat tinggal di Khaibar berusaha menyebar fitnah pada penduduk Ghathfan supaya mereka bangkit menyerang kaum muslimin. Rasulullah SAW yang telah mencium gelagat itu, lalu menyusun formasi pasukan untuk kerahkan menuju Gathfan.
Penduduk Gathfan ternyata panik juga ketika mendengar pasukan kaum muslimin sedang berjalan menuju posisi mereka. Buru-buru mereka mengumpulkan penduduknya di suatu tempat untuk mengadakan perjanjian damai dengan kaum muslimin.
Setelah penduduk Ghathfan mengadakan perjanjian dengan penduduk Islam, barulah kaum muslimin mengetahui kalau kaum Yahudi Khaibar tidak bergabung dengan penduduk Ghathfan.
Oleh karena itu, kaum muslimin segera mengerahkan pasukannya ke posisi kaum Yahudi Khaibar dan penduduk Ghathfan pun pulang ke rumah masing-masing dengan perasaan lega.
Setelah itu Rasulullah SAW membentuk pasukan perang untuk memerangi Yahudi Khaibar yang telah berkhianat. Penduduk Ghathfan juga tidak membantu kaum Yahudi Khaibar karena merasa telah dikhianati oleh mereka.
Di Khaibar, kaum muslimin membuat semacam pagar betis untuk membentengi mereka dari serangan kaum Yahudi Khaibar yang terkenal ahli dalam strategi perang. Untuk merebut benteng-benteng perang kaumYahudi yang tangguh. Kaum muslimin memakai taktik pengepungan sehingga peperangan ini terkesan lama dan lamban, walau akhirnya satu persatu benteng Yahudi dapat di rebut.
Benteng-benteng kaum Yahudi yang banyak membuat mereka bisa berpindah dari benteng yang satu ke benteng yang lain. Hal ini berlangsung terus menerus sehingga mengacaukan serangan kaum muslimin. Melihat permainan Yahudi Khaibar ini akhirnya semangat kaum muslimin semakin tergugah untuk terus berjihad di jalan Allah. Mereka dengan sekuat tenaga dan semangat yang membara berusaha meluluh lantakan benteng-benteng musuh yang tersisa. Dalam situasi demikian, Rasulullah SAW bersabda,”Besok pagi, bendera ini akan aku berikan kepada seseorang yang cinta Allah dan Rasul-Nya, di mana Allah dan Rasul-Nya juga mencintainya!”
Para sahabat yang mendengar perkataan Rasulullah SAW, dalam hatinya saling mengharapkan dirinya untuk ditunjuk menjadi pembawa bendera kebesaran. Pemberian bendera tersebut merupakan satu penghormatan yang tak bernilai harganya bagi para sahabat, sampai-sampai Umar ibn Khaththab berkata,”Aku sangat mengharapkan bendera yang dijanjikan Rasulullah tersebut!”
Keesokan harinya, ketika mereka usai melaksanakan shalat subuh berjamaah, banyak sahabat yang sengaja menampakan diri di hadapan Rasulullah dengan maksud agar mereka ditunjuk oleh beliau sebagai pemimpin pasukan. Namun, nasib mujur yang mereka harapkan tak kunjung tiba karena rupa-ruapanyanya beliau masih menunggu orang yanfg beliau kehendaki.
Beliau menoleh ke sana kemari seolah-olah sedang dinantikannya itu tidak muncul juga.
Beliau sampai bertanya,”Di manakah Ali bin Abi Thalib sekarang?”
Salah seorang sahabat ada yang menjawab,”Dia sedang sakit mata, ya Rasulullah!”
“Panggilah ia kemari,”perintah beliau.
Sahabat Ali memang sedang menderita sakit mata. Itu terlihat jelas oleh Rasulullah SAW ketika Ali telah sampai di hadapannya, tampak matanya merah dan bengkak. Maka, tanpa berkata apa-apa Rasulullah SAW langsung mengusap mata Ali dengan telapak tangannya.
Ajaib sekali karena seketika itu juga mata Ali yang membengkak langsung sembuh seketika, tiada bekas-bekas bahwa Ali baru saja menderita sakit mata.
Hal ini tentu menggembirakan hati Ali karena di samping matanya sembuh, ia juga merasakan bahwa matanya lebih tajam dan terang penglihatannya dari pada sebelumnya.
Saat itu Ali mendapat kemujuran yang tak pernah diperoleh orang lain. Pertama matanya sembuh, dan menurut salah satu sumber riwayat, setelah mendapat usapan dari tangan Rasulullah sampai akhir hayatnya Ali tidak pernah menderita sakit mata lagi. Di samping itu, penglihatan kedua matanya lebih tajam dari pada sebelumnya.
Kedua, ia mendapat kepercayaan dari Rasulullah untuk membawa panji Islam dalam pertempuran nanti. Kemujuran yang sehari sebelumnya telah diharapkan oleh para sahabat, kini jatuh ke tangan Ali, seorang yang sangat dicintai Allah dan Rasul-Nya. Sahabat yang menyaksikan kejadian ini tercengang. Rasulullah yang diketahui oleh mereka bukan tabib atau dokter namun dapat menyembuhkan mata Ali hanya dengan sekali usapan tangan.
Mereka kagum menyaksikan mukjizat yang diturunkan Allah kepada nabi mereka. Yang lebih mencengangkan lagi, sorotan mata Ali bertambah tajam sejak saat itu. Hal ini tidak mungkin dapat dilakukan oleh orang biasa kecuali oleh orang-orang yang menjadi kekasih Allah dan diberi-Nya mukjizat. AST