3. One Hour Left

1118 Kata
“Benda ini sangat cepat, aku tidak membalikkan diriku.” Maxime menggerutu sembari berusaha mengembalikan posisinya. Plak! Tanpa disadarinya, ia menabrak salah satu dari mesin tersebut. Sakit, tentu saja itu yang dirasakan oleh Maxime. Namun, dengan begitu benda tersebut berhenti. “Ah, kepalaku rasanya pecah. Mudah-mudahan saja tidak berdarah.” Meskipun di dalam game, tetapi Maxime benar-benar merasakan sakit. “Any, mengapa aku merasakan sakit di sini?” “Itu … hanya efek saja. Host waktu terus berjalan. Cepatlah cari tombol merah untuk menghentikan mesin ini, karena seperti yang bisa host lihat. Tidak ada jalan keluar setelah masuk ke dalam pusaran mesin.” Maxime membenarkan posisinya yang tadinya tergantung. Ia benar-benar tidak melihat jalan keluar. Hanya mesin-mesin berwarna perak yang bergerak dapat ia lihat. Maxime kembali bergerak mencari tombol merah seperti yang diminta oleh Any. Ia terbang mengelilingi benda yang bergerak kanan-kiri, dan naik turun itu. Beberapa kali, Maxime harus berhenti untuk menghalangi dirinya terkena pergerakan mesin tersebut. Belum lagi gerigi tajam dari mesin tersebut bisa menembus tulang jika terkena benda tersebut. Maxime ngeri beberapa kali setelah hampir mengenai gerigi tersebut. “Host hanya memiliki waktu dua menit.” Any kembali memperingatkan. “Harus aku cari ke mana tombol itu? Kamu tidak mengatakan dengan jelas letak dan ukurannya.” Gerutu Maxime. Akan tetapi, Maxime cukup beruntung karena ia memilih papan selancar untuk berselancar di dalam mesin tersebut. Pergerakan dari mesin raksasa itu kian cepat, hingga Maxime kewalahan. “Berpikirlah!” “Dasar sistem, mengapa menyuruh aku berpikir?!” “Satu menit tiga puluh detik lagi.” “Ah!” Maxime berteriak panik. “Aku Gamer profesional, tidak mungkin dikalahkan oleh benda perak ini.” “Ya, tapi host rank enam yang berada di bawah gamer lain.” Dagu Maxime hampir jatuh mendengar penghinaan Any. Apa salahnya rank enam? Setidaknya Maxime berada di rank sepuluh besar, hingga membawa dirinya sampai ke sana. Maxime tidak membalas perkataan Any, ia berpikir sejenak. “Semua mesin berwarna perak, dan tombol itu berwarna merah. Warna yang mencolok. Harusnya aku bisa menemukannya sejak tadi, mengingat aku adalah profesional.” Tombol merah. Maxime fokus mencari benda berwarna mencolok itu. Berkat fokusnya ia berhasil melihat benda tersebut. Sayangnya benda itu ada di dasar mesin. Untuk sampai ke tombol itu Maxime harus melewati jarum raksasa yang bisa membelah tubuhnya menjadi dua bagian. “59 detik,” kata Any. Maxime tidak banyak berpikir lagi dan meluncur ke bawah. Namun, ia berhenti ketika mendekati jarum raksasa tersebut. “Tujuh detik,” gumamnya. Jarum yang saling menghadap bagaikan gigi hiu itu mulai terbuka. Maxime melihat kesempatan itu dan segera masuk ke dalam. Ia tidak memperkirakan dan sebelum waktunya, gigi hiu itu kembali tertutup. Gelap di dalam sana, Maxime tidak dapat melihat tombol itu. Akan tetapi ia tidak kehabisan akal karena jam tangannya memiliki lampu senter. Setelah ia melihat tombol merah, ia segera menekannya. Suara mesin yang tadinya dapat ia dengar, perlahan-lahan berhenti. Akan tetapi, gigi hiu itu tidak terbuka sama sekali. Jadi, Maxime terjebak di dalam sana. Waktu berhenti di detik ke delapan belas. “Any, waktu sudah berhenti, tapi aku terjebak di sini.” “Sabar, host. Sepertinya ada kesalahan dengan sistem, sehingga jarum itu tidak terbuka.” “Lalu apa yang harus aku lakukan?” Sementara itu, di waktu yang sama. Ruang uji coba Windtech digemparkan karena permainan berhenti secara tiba-tiba. Kepala pengembangan beserta programmer masuk ke ruang uji coba. “Cepat temukan permasalahannya!” Para programmer segera mengecek kontrol pada game tersebut. Dengan cepat mereka menemukan permasalahan. “Itu bug.” “Bug? Bagaimana bisa?” “Saya juga kurang tahu kepala pengembangan, kami akan segera memperbaikinya.” “Ngomong-ngomong, permainan telah berhenti lalu mengapa mereka tidak melepas helm?” Semua orang bertanya-tanya satu sama lain. Jika permainan itu berhenti, maka para gamer tentu saja tidak akan bisa bermain lagi. Lantas mengapa para gamer itu tidak membuka helm mereka? Bahkan tidak ada yang bergerak sedikit pun. “Oh, Tuhan! Bisakah kalian mengatasinya?” “Kami sedang berusaha, kepala pengembangan.” Sesaat kemudian, alarm berbunyi yang menandakan masalah itu serius, dan bug yang mereka hadapi tidak bisa dinonaktifkan. Para programmer berwajah pucat, melirik satu sama lain. Keringat dingin membuat dahi mereka basah. Dengan susah payah mereka mencari-cari tatapan kepala pengembangan. “Kita dalam masalah besar.” “Maksudmu apa?” “Bug itu membuat pikiran mereka terjebak di dalam permainan. Kurang dari lima menit permainan akan berjalan kembali. Akan tetapi, mereka tidak bisa keluar dengan keinginan mereka sendiri.” “Omong kosong apa yang kau bicarakan? Mana mungkin pikiran mereka bisa terjebak di dalam sana! Itu hanya game dan kita tidak sedang membuat film fantasi.” Kepala pengembangan tidak bisa menerima penjelasan dari programmer tersebut. “Cabut helm mereka.” Perintahnya. “Sebaiknya Anda tidak melakukan itu.” “Mengapa tidak? Seperti katamu barusan jika permainan dimulai, maka mereka tidak akan bisa keluar dari saan. Lebih baik keluarkan mereka sekarang juga.” “Kepala pengembangan. Salah satu gamer tidak sadarkan diri setelah helm dilepas.” Semua orang tercengang. Mereka tidak percaya hanya karena bug yang tidak bisa mereka atasi; para gamer benar-benar terjebak di dalam sana. “Percaya atau tidak, tapi bug itu sudah menguasai sistem.” Salah satu dari programmer menekan-nekan keyboardnya, tetapi bug tersebut tetap berjalan hingga mencapai angka 100% yang menandakan bug sudah merus4k sistem dan menguasai sistem tersebut. “Sistem kita diambil alih.” Hal itu membuat semua orang semakin tercengang. Lantas bagaimana dengan para gamer yang sudah masuk ke dalam game? Di layar besar di hadapan mereka muncul hitungan waktu mundur. Lima puluh sembilan menit, hitungan waktu mundur telah dimulai. “Para gamer hanya memiliki waktu satu jam melewati enam gerbang. Jika semua gamer kalah, maka mereka akan mengalami mati otak.” Itulah kata-kata yang keluar di layar besar tersebut. Semua orang menjadi merinding. Inilah pertama kalinya mereka mengalami kegagalan dalam membuat game. “Permainan telah dimulai.” “Apa mereka tahu apa yang sedang terjadi? Kita tidak bisa tinggal diam saja. Perusahaan akan hancur jika hal ini muncul di permukaan.” “Kami dengan sekuat tenaga akan berusaha menonaktifkan bug tersebut!” Serentak para programmer berseru. Sistem di dalam permainan telah hidup. Maxime melihat cahaya dari luar jarum raksasa. Lantas ia tersedot ke dalam pusaran cahaya tersebut. “Woah!!!” Maxime terjatuh dengan bunyi gedebuk yang cukup keras. Ia mendapati dirinya di bawah tatapan kelima orang gamer lainnya. Alarm berbunyi setelah itu. “Sistem mengalami kegagalan. Hitungan mundur telah dimulai.” “Apa maksudnya ini?” Mahavir bertanya ragu sambil mengerutkan kening. “Host, sistem dalam game ini telah diambil alih oleh bug.” “Bug? Bukankah itu wajar.” “Hitungan mundur akan berakhir dalam lima puluh delapan menit lagi. Para gamer harus menyelesaikan misi dalam hitungan mundur. Jika gagal para gamer tidak akan bisa keluar.” Maxime bangkit lalu bertanya, “Apa maksudnya ini?” Tidak ada yang menjawab pertanyaan Maxime. Sementara itu, Gabino Aydin mencoba keluar dari gamer, tetapi ia tidak bisa keluar dari permainan tersebut. “Aku tidak bisa keluar dari permainan ini. Kita pasti terjebak di sini.” Para gamer lainnya juga berusaha keluar dengan menekan tombol log out pada layar di depan mereka. Namun, tombol tersebut tidak merespon. Detik berikutnya mereka tersedot ke dalam sebuah putaran lubang putih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN