Chapter 5

973 Kata
Matahari mulai menampakkan sinar, menerangi dataran Hutan Olf, tempat beristirahat Adolf dan Hirato semalam. Hirato perlahan membuka mata dan memandangi sekelilingnya. “Di mana aku?” gumamnya. Hirato tersentak. Ia teringat jika tadi malam dirinya berjalan-jalan sebentar dan menemukan tempat tersebut, lalu tidak sengaja tertidur. Pemuda itu berdiri dan kembali ke tempat awal peristirahatan melalui jalan yang dilewatinya tadi malam. ***   Adolf baru saja selesai mengemasi semua barang-barangnya. Pagi tadi saat terbangun, dirinya tidak menemukan Hirato. Ia berpikir jika mungkin pemuda itu sedang berjalan-jalan di hutan. “Tuan Adolf.” Adolf lantas mengedarkan pandangan dan mempertajam pendengaran. “Tuan Adolf, apa kita akan berangkat sekarang?” Tiba-tiba saja, Hirato sudah berada di samping Adolf dan membuat pria itu sangat terkejut. “Astaga! Kau mengejutkanku, Hirato,” ucap Adolf. “Ya, tentu. Kita akan berangkat sekarang. Bukankah lebih cepat lebih baik?” Hirato hanya mengangguk menimpali. Adolf segera meletakkan barang-barangnya di kereta lalu naik, diikuti pemuda berambut hitam itu. Mereka melanjutkan perjalanan menuju ibu kota sesaat kemudian. ***   “Kita sampai, Hirato. Selamat datang di ibu kota Kerajaan Vinezella,” ucap Adolf sambil merentangkan satu tangannya ke atas, sementara yang lain memegang tali kekang kuda. Hirato terdiam menatap takjub ibu kota Kerajaan Vinezella yang terkenal akan kemakmurannya tersebut. Konon, di sana terdapat kesatria suci yang menjadi pusat dari pasukan terkuat yang menghadapi pasukan iblis dan memiliki persenjataan lengkap. Sejarah mencatat bahwa keluarga kerajaan itu terkenal dengan kekuatan suci mereka yang berupa elemen cahaya. Raja Kerajaan Vinezella yang menjabat saat ini memiliki kekuatan tersebut dan lebih kuat jika dibandingkan dengan raja sebelumnya. “Saya sampai di sini saja, Tuan Adolf,” ucap Hirato dan membuat Adolf menghentikan kereta kudanya. “Terima kasih sudah mau mengantar saya sampai ke ibu kota, Tuan.” “Tidak masalah. Lagi pula, aku juga berterima kasih karena kau sudah menolongku dari para iblis itu,” ujar Adolf. Hirato mengangguk. “Sampai jumpa lagi, Hirato. Semoga kau berhasil lulus dalam ujian masuk akademi,” ucap Adolf lalu menjalankan kereta kudanya sambil melambaikan tangan ke arah pemuda berambut hitam itu. Hirato menatap kepergian Adolf sejenak. “Sekarang aku harus ke mana? Mencari penginapankah?” gumamnya sembari mengedarkan pandangan ke sekeliling. “Sebaiknya aku mencari penginapan terlebih dahulu lalu berkeliling kota. Ujian juga masih kurang tiga hari lagi, ‘kan?” ***   Seorang pemuda berambut cokelat tampak berjalan melewati setiap toko di ibu kota yang sudah ditinggalinya cukup lama itu. Setiap melihat pedagang di pasar, selalu saja hal itu mengingatkannya pada sahabat lamanya. Pemuda tersebut yakin jika sahabatnya itu pasti masih sangat membenci dirinya. Apa dia masih murung? pikirnya.                                                                   Ia menghela napas, menyesal karena membuat sahabatnya sangat marah waktu itu. Namun, langkahnya terhenti sekejap. Pemuda itu membulatkan mata seraya menatap sesuatu di depannya. Ia tidak sengaja melihat seseorang berpakaian putih dengan tudung yang menutupi kepala dan mengingatkannya akan sahabat lamanya. “Hirato.” Pemuda berambut cokelat itu mempercepat langkah mengekori sosok berpakaian putih itu untuk memastikan jika dia adalah benar Hirato. Ia sempat berhenti karena berpikir jika tidak mungkin Hirato datang ke ibu kota. Namun, rasa penasarannya lebih besar hingga membuatnya mengikuti orang yang menarik perhatiannya sejak tadi. Akan tetapi, saat pemuda berambut cokelat itu hampir berhasil menggapai sosok yang tampak seperti sahabatnya, langkahnya terhenti karena dua orang pria menghalangi jalan. Ketika dirinya melirik di sela kedua tubuh pria tersebut, ia tidak melihat sosok yang mirip dengan Hirato lagi. “Yuta, apa yang kau lakukan?” Seorang perempuan paruh baya memanggilnya. Pemuda yang dipanggil Yuta itu terkejut dan berbalik. “Tidak ada, Bu,” jawabnya lalu berbalik sebentar mengecek keadaan, sebelum akhirnya berlari mendekati ibunya. ***   Hirato berbalik dan mengerutkan kening. Ia sempat merasakan aura keberadaan seseorang yang sangat familier baginya dengan dua orang pria yang menghalangi sosok itu kini. Namun, ia tidak bisa menemukannya. “Apa tadi ada yang mengikutiku?” gumamnya. Hirato melihat terlalu banyak orang berlalu-lalang di tempat tersebut. Pemuda itu kemudian berjalan melanjutkan langkahnya demi mencari penginapan. “Hirato!” seru seseorang dan kembali membuat pemuda itu berbalik usai menghentikan langkahnya.         Hirato lantas mengernyit. “Apa aku mengenal kalian?” tanyanya saat mendapati dua pemuda berambut jingga dan biru menghampirinya. “Kau jahat sekali! Aku Axton,” ucap pemuda berambut jingga yang ternyata adalah pemuda yang bertemu dengan Hirato di hutan beberapa waktu lalu. “Oh .... Lalu, dia siapa?” Hirato menunjuk pemuda berambut biru di samping Axton. “Dia Aidyn, sahabatku,” jawab Axton sembari menyenggol lengan Aidyn. “Saya Aidyn J. Malvis. Salam kenal,” ucap Aidyn memperkenalkan diri. “Hirato. Ren Hirato.” “Kau baru saja sampai?” tanya Axton. Hirato hanya mengangguk seraya berdeham. “Sudah mendapatkan penginapan?” tanya pemuda berambut jingga itu lagi. Hirato tidak menjawab pertanyaan itu dengan ucapan. Ia hanya menggeleng sejenak. “Bagaimana jika kau menginap di penginapan kami? Tidak terlalu jauh dari akademi kok!” “Baiklah kalau begitu,” jawab Hirato. Axton lantas merangkul pundak Hirato dan melanjutkan perjalanan. Sesekali ia mengerlingkan mata ke arah Aidyn yang berjalan di sisi kiri Hirato, berusaha memberi isyarat pada pemuda berambut biru itu. Beruntung sekali, kan, kita sudah sampai di sini duluan. Kita tidak perlu sulit mengekorinya lagi. Aidyn menghela napas sejenak seolah mengerti dengan isyarat mata dari Axton. Ya, terserahmu, pikir pemuda bersurai biru itu. *** “Selamat datang, Yang Mulia,” ucap seorang pelayan menyambut sang majikan yang baru saja datang dengan kereta kuda pedagang yang dikendarainya sendiri. “Terima kasih sudah menyambutku, Gracious,” ucap pria berumur tiga puluhan yang baru saja turun dari kereta kuda lalu menyerahkan jubahnya kepada pelayan pribadinya itu. “Bagaimana perjalanan Anda?” tanya Gracious, pelayan tersebut. “Aku menemukan sesuatu yang menarik. Oh iya, cepat kau datang ke Sagana Academy dan panggilkan kepala sekolahnya. Aku ingin membicarakan sesuatu mengenai ujian masuk tiga hari lagi,” titah pria itu. Ia adalah raja Kerajaan Vinezella saat ini. “Baik, Yang Mulia.” “Oh iya, di mana putri-putriku?” “Mereka sedang pergi ke Sagana Academy untuk mengurus keperluan sebelum ujian masuk, Yang Mulia.” “Baiklah. Kau boleh pergi.” Garcious membungkukkan badan sejenak dan menyerahkan jubah yang dipakai sang raja tadi kepada pelayan wanita di dekatnya. Ia lantas pergi untuk melaksanakan titah yang telah diberikan sang raja, sementara pria berumur tiga puluhan itu tampak berpikir. Anak muda yang misterius dengan keahlian tinggi. Dia juga bisa mengalahkan iblis seorang diri. Sungguh hebat! batinnya mengingat pertemuannya kemarin dengan seorang pemuda sembari berjalan masuk ke istana. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN