06. JADI REBUTAN

1050 Kata
Hukuman karena melanggar aturan sudah Albrian dan Afrizal tuntaskan. Keduanya masuk ke dalam kelas yang kembali ramai, tanpa seorang guru pengajar. Kata orang anak Multimedia itu enak, kebanyakan jam kosong jika ada ulangan pasti mata pelajarannya sangat sedikit, dibanding anak Akuntansi dan memang faktanya begitu. Jika Akuntansi selalu ada di dalam kelas sambil menghitung keuangan perusahaan, sedangkan anak Multimedia kebanyakan praktik di lapangan. Membongkar komponen komputer, sampai pembuatan film dan desain. Materinya juga datang hanya beberapa kali, apalagi seorang guru pengajar kebanyakan jarang datang. Di SMK Hanum Perwita juga demikian, makanya kebanyakan anak MM diisi penuh oleh lelaki dan anak Akuntansi berisikan anak perempuan yang bercita-cita tinggi menjadi seorang pegawai Bank atau ADM di sebuah perusahaan. Termasuk Prisil ia igin melanjutkan Pendidikannya, menggapai cita-cita sebagi pegawai Bank. Namun, beberapa guru memberikan saran agar ia memilih menjadi guru saja. "Ke atas, yuk!" ajak Albrian, baru juga bokongnya duduk di atas bangku. Afrizal yang duduk di sampingnya mengembuskan napas kasar. "Ogah, lu ngapain, sih, gada kerjaan banget, Al! Dia tuh kek es batu di kulkas susah dicairin," omelnya. Albrian menopang dagunya. "Tapi kalo gua angetin cair juga, Zal," balasnya santai. Afrizal memberikan tatapan bosan. "Terserah! Gua yakin lu gak bakal bisa dapetin dia!" "Lah, apa salahnya, sih?" Sebelum Afrizal menjawab, sosok Kevin datang menghampiri meja keduanya. Menyodorkan sebuah dasi kepada Albrian, lalu berkata, "Punya lo, kan?" "Dari Prisil?" tanya balik Albrian. Kevin mengangguk. "Tadi gua lewat kelas dia, katanya ini punya lo." "Ohh, iya! Tadi dia gak bawa jadi gua pinjemin," jelas Albrian dan Kevin hanya merespon dengan senyum kecilnya. Afrizal menangkap ekspresi menahan kesal saat teman sekelas yang kalah di pemilihan OSIS kemarin itu, berjalan menuju bangku paling depan. Afrizal curiga pasti Kevin memiliki hubungan spesial dengan Prisil? Namun, mengapa saat ketua OSIS itu datang untuk meminta amal dari kelasnya kemarin Kevin tidak bereaksi apa pun? Nampak biasa saja. Tentu saja tidak. Kevin tidak perlu memberitahukan fakta bahwa dulu ia sempat dekat dengan Prisil berkat Rania. Sampai keputusan gilanya yang membuat Prisil membencinya sampai sekarang. Kevin ingin semua orang mengetahui rahasianya bukan dari mulut atau pengakuannya, biarkan mereka mencari dan Kevin yakin Albrian menjadi cowok yang akan mencari rahasia mantan pacarnya itu. Mengungkap kenyataan, siapa Prisil sebenarnya dan Kevin adalah sosok yang ada di masa lalunya. Setelah Albrian memakai dasi yang sudah dipakai Prisil, Afrizal langsung berbisik, "Gua yakin, Si Kevin punya hubungan spesial sama cewek yang lu kejar!" Albrian menoleh. "Jangan ngaco lu." Afrizal menatap Kevin yang sibuk memainkan ponselnya. "Dia jadi sekertarisnya Prisil di OSIS lu gak mikir apa, mereka sering ketemu! Dan lu gak perlu mikir panjang lagi kalo perasaan itu datang tanpa diharapkan! Kapan pun dan tanpa berpikir ulang siapa orangnya!" "Lu yakin Si Kevin suka juga sama Prisil?" tebak Albrian. "Iyalah! Gua liat tatapan dia waktu ngasih dasi ke elu, kek mendem kesel!" Albrian melirik Kevin. "Ya udah, berarti dia jadi saingan gua!" "Saingan? Modal apa lu?" Albrian tidak perlu menjawab. Ia hanya tinggal berusaha masuk ke tim Nasional dan menang! Hanya itu dan pasti akhirnya Prisil akan menerima cintanya. Namun, bisa saja dugaan gila Afrizal tepat bahwa diam-diam teman satu kelasnya yang dulu bersaing memperebutkan kursi ketua OSIS menyukai Prisil? Jika benar bukankah Kevin belum resmi berpacaran? Mengartikan masih sama seperti Albrian. Masih mencoba mencuri hati Prisil yang bak es batu. Sebuah ide datang membuat Albrian sontak benjalan cepat keluar, siap mendatangi kelas yang berisi perempuan yang ia kejar. Tidak banyak lalu lalang di koridor, mengingat waktu tepat jam pelajaran berlangsung. Hanya beberapa siswa nongkrong di depan kelas menghabiskan waktu jam kosong dengan asik. Sesampainya di lantai atas, terasa hening, jauh sekali dengan kelas di bawah. "Namanya juga kelas anak pinter, gak mungkinlah ada jamkos kayak gua," batin Albrian. Nyatanya juga kan kelas Albrian tidak jam kosong hanya dia sendiri yang tidak diam di kelas, mengerjakan tugas yang diberikan guru. Langkah Albrian terus maju dengan santai, tinggi badannya tak mampu disembunyikan saat ia melewati jendela kelas sebelas Akuntansi 1 yaitu kelas Prisil. Tanpa menunggu lama ia menoleh, manatap jelas peghuni kelas dengan serius mendengarkan materi di depan. Sama sekali tak ada lembaran kertas yang berserakan atau jeritan para anak cewek yang asik menghiasi wajahnya, padahal sudah menor dari rumah juga. Keadaan di dalam sana sangat tentram, sejenak Albrian tanpa susah payah nmenemukan tubuh menyamping Prisil. Dari deretan siswi lainnya hanya gadis itu yang memancarkan energi memancing untuk ditatap. "OMG, PRIL!" Diana hampir berteriak di samping telinga teman sebangkunya itu yang kelewat fokus mendengarkan penuturan Bu Desi di depan. Sudut mata Prisil mendelik tajam. "Diem." Diana menelan ludahnya kasar, lalu manusia di luar sana yang tertangkap oleh Diana sedang menatap Prisil tenang sudah pergi entah ke mana. "Tadi, ada manusia yang ngerusakin jurnal, gua! Namanya siapa, sih?" oceh Diana tidak mempedulikan wajah Prisil yang sudah siap bergerak menghantam apa pun untuk menghentikan ocehan Diana. Sebelum Prisil bergerak, Bu Desi sudah menyadari di kelas yang tadinya hening terjadi bisik-bisik tepat di bangku depan! Siapa kalo bukan Diana si cerewet yang tidak bisa diam? Penampilannya juga terlalu heboh! Di kelas orang-orang yang nampak tak terlalu peduli soal penampilan! "Ada apa, Diana?" tanya Bu Desi. Diana meringis menunduk dalam, lalu menggelangkan kepalnaya. Bu Desi melirik ke sana ke mari, mencari tahu siapa gerangan yang Diana bicarakan. "Tolong dengarkan, jika kamu bosan dengan materi yang saya sampaikan silakan bisa keluar!" "Enggak, Bu, maaf saya tadi tidak fokus," rengek Diana. Di sampingnya Prisil sama sekali tidak ada niatan untuk membela teman sebangkunya itu. Dulu, baru masuk kelas sepuluh Prisil adalah siswi yang duduk sendiri di bangku terdepan dan ia sangat menikmati momen itu. Sampai kedatangan Diana sebagai murid pindahan tepat semester dua dan masuk ke kelas sepuluh Akuntansi 1 menghancurkan kesendirian Prisil detik itu juga. Ditambah suara cempreng Diana yang mengganggu, tidak sampai seminggu Prisil meminta kepada Kepala Sekolah agar menambah bangku di kelasnya, membiarkan Diana duduk di bangku lain, bukan di bangku miliknya. Namun, permintaannya itu ditolak, Diana juga enggan berada di bangku lain ia sudah nyaman duduk di samping Prisil. Karena diam-diam Diana bisa menyontek dengan gampang, bahkan semua nilai yang tak pernah ia dapatkan di SMK dulu sekarang ia dapatkan karena ada Prisil. Semuanya berkat rengekan manja yang membuat Prisil geram, lalu menurut apa yang Diana inginkan. Dengan syarat, Prisil melarang Diana mencari tahu soal kehidupannya di luar sekolah. Diana setuju saja, toh, ia hanya butuh contekan saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN