Metta terlihat berjalan tenang menyusuri koridor rumah sakit dengan sesekali mengangguk ramah pada suster yang menyapanya.
Dokter cantik dengan perawakan tinggi, putih, langsing dan juga memiliki rambut hitam legam sebahu itu nyatanya sebelas dua belas dengan Arseno. Punya garis wajah tenang dan kaku.
Metta Aletta, adalah seorang dokter muda yang juga merupakan teman kampus Arseno dan juga Arka. Gadis cantik itu menaruh hati pada Arseno sejak dulu. Walau nyatanya Arseno selalu saja menolaknya. Entah kenapa.
Metta menghentikan langkahnya saat tiba di depan resepsionis, gadis berjubah dokter itu menyodorkan kertas pada penjaga dengan datarnya.
"Masukan jadwal ini untuk operasi minggu depan. Kalau ada jadwal yang bentrok, langsung kabari saya." Titahnya dengan menatap lurus penjaga itu.
Metta hendak berbalik. Namun, gadis itu menghentikan langkahnya saat beberapa orang berpakaian serba hitam dan juga tertutup melangkab masuk ke arah pintu rumah sakit dengan tergesa-gesa. Tanpa rasa takut. Metta pun menghadangnya dengan berdiri menghalangi lima orang pemuda berpakaian gelap itu.
Salah satu dari mereka mendongak menatap tajam kearah Metta, "minggir. Saya gak ada keperluan sama kamu," katanya hendak menerobos gadis itu lagi, namun Metta kembali menarik lengannya.
"Ada keperluan apa? Anda mau ketemu siapa sampai harus berpakaian serba tertutup begini?" Tanya Metta dengan melemparkan tatapan menyelidik kearah orang-orang mencurigakan itu.
Orang yang berlalu lalang disana sekilas melirik kearah Metta dan juga kelima orang asing itu dengan tatapan aneh.
"Gue bilang minggir?!" Dorongnya kasar pada tubuh Metta membuat gadis itu hampir terjengkang kalau saja tidak mempertahankan diri.
Metta hendak mengejar namun gerakan salah satu dari mereka yang mengeluarkan pistol membuat gadis itu menghentikan langkahnya dengan mata melebar.
DOOOORRR!!!
Satu tembakan terdengar membuat semua yang sedang berada di sekitar aula besar itu sontak merunduk dengan takut. Bahkan, Metta sudah terduduk dengan tubuh bergetar hebat.
"SEMUA YANG ADA DISINI, KUMPULKAN SEMUA HP KALIAN SEKARANG JUGA?!" Teriak salah satu dari mereka dengan menyodongkan s*****a api itu pada semua yang ada disana. Sontak pasien dan juga keluarga melempar ponsel ketengah dengan takut. Keempat dari mereka sudah berpencar memasuki tiap kamar dan menyuruh mereka keluar seperti yang sudah mereka rencanakan.
"RUMAH SAKIT INI SAYA SANDERA!!" Teriaknya lagi memenuhi ruangan besar itu, "PANGGILKAN KEPALA RUMAH SAKIT KALIAN SEKARANG JUGA?!!" Teriaknya lagi membuat yang berada disana gemetaran ketakutan.
Metta yang berada tidak jauh dari ketua pemberontak itu meringis takut saat salah satu dari mereka melangkah mendekat kearah gadis itu.
"Arseno, dimana?" Tanyanya dengan menatap tajam Metta yang sudah menggigit bibirnya takut, "Ar... se... no ke... luar," jawabnya terbata membuat pemuda itu mengeraskan rahangnya meredam emosi.
"Jangan bohong! Elo pasti sembunyiin dia, kan?"
"BOSSS! INI DIA!!" Teriak yang lainnya sudah menyeret pemuda jangkung yang masih mengenakan baju pasiennya.
Pemuda itu yang ternyata adalah Alvaro hanya mengerjap saat ditarik kasar oleh salah satu dari mereka sembari mendekati ketuanya.
Ketua bosgeng itu tertawa, "jadi seorang Arseno bisa sakit juga?" Tanyanya dengan setengah mengejek buat Alvaro menaikan alis tidak paham.
"Arseno juga manusia." Balas Alvaro polos membuat bosgeng itu terbahak lagi dengan kasarnya, "elo tahu kenapa gue kesini?" Alvaro menggeleng polos dengan berusaha memberanikan diri.
"Coba tebak, seseorang yang pernah lo pecat tanpa alasan dulunya. Seseorang yang lo buang tanpa ngasih dia kesempatan? Elo masih ingat?" Alvaro mengernyit bingung dengan menatap pemuda itu lurus.
"Lo tahu. Setelah ELO NGEBUANG DIA SAMPAI DIA GAK PUNYA KERJAAN DIA SAMPAI KEHILANGAN ANAKNYA LO TAHU ITU?!" Sentaknya kasar buat Alvaro mengerjap kaget. Tidak paham dengan apa yang orang itu katakan.
"Elo udah hancurin hidupnya. Dan lo harus tanggung jawab!"
Alvaro menelan salivanya kasar berusaha memikirkan apa yang harus ia lakukan.
"Rumah sakit lo, akan gue bakar sekarang juga?!"
"EHHHH JANGAN!" Alvaro sontak memukul bibirnya sendiri karena sudah keceplosan berteriak di depan wajah orang itu.
"Elo masih belum takut juga? Gue pegang s*****a sekarang. Bisa aja gue nembak lo dan orang orang yang ada disini sekarang," ancamnya sudah mengangkat senjatanya kearah Alvaro.
"Jangan kayak gini. Kita bisa nyelesain semuanya dengan baik baik, jangan libatin orang banyak,"
"HAHAHA seorang Arseno bisa punya hati juga? Kalau begitu, serahkan rumah sakit ini juga sekarang. Dan sebagai gantinya lo gue biarin hidup dan orang orang disini gue bebasin," lanjutnya masih mengancam, Alvaro membasahi bibir dengan bergerak cemas.
Pemuda itu hendak membuka mulut namun suara langkah kaki seseorang membuat semua yang ada disana menoleh kearah sosok yang berjalan tenang tanpa rasa takut itu.
Bosgeng itu perlahan melebarkan matanya dengan mengerjap berusaha meyakinkan penglihatannya.
"Gue bakal maafin lo sekarang, sebagai gantinya lo pergi dengan tenang dari sini." Ujar sosok itu dingin, bosgeng itu masih shock dengan penglihatannya tapi masih berusaha tidak memperdulikannya.
"Gak semudah itu, Arseno." Katanya lagi.
Arseno tersenyum miring dengan menajamkan pandangannya.
"Jangan salahin gue kalau lo mati sekarang!"