Arseno melangkah ringan menelusuri koridor rumah sakit dengan sesekali menganggukan kepala membalas sapaan ramah beberapa suster atau pun pasien yang berkeliaran di sana. Dokter tampan itu mengernyitkan dahi. Berdiri memegang tembok pembatas dengan memejamkan matanya erat merasa pusing. Tangannya masih memegang tembok dengan berdiri diam berharap rasa sakit kepalanya mereda. Langkah sepatu terdengar mendekat dan terhenti di sampingnya membuat Arseno ingin membuka mata. Namun, penglihatannya masih gelap membuat ia secara naluri kembali memejamkan mata. "Arsen?" Pemuda itu menegakan tubuh mendengar suara Metta yang kini masih berdiri di sampingnya. Entah apa yang wanita itu pikirkan saat Arseno seakan mengacuhkannya. "Kamu gakpapa?" tuturnya memiringkan kepalanya melihat keadaan Arseno y