Dean langsung membawa Arra menuju rumahnya, ia harus meminta tolong Helena untuk memeriksa keadaan Arra, tadi ia pergi karena permintaan ibunya, ibunya yang menurut Dean memiliki kelakuan absurd tapi ia sangat menyayanginya, malam ini memintanya membelikam pasta di restoran favoritnya yang sebenarnya cukup jauh dari rumah. Dan justru kini ia bertemu dengan Arra dengan keadaan gadis itu yang begitu mengenaskan, Dean melirik lagi ke arah samping melihat wajah penuh lebam Arra, apa ini alasan gadis itu mengenakan masker hari ini? Batin Dean bertanya-tanya, membuat pria itu meringis ngilu dengan perasaan yang tidak ikhlas melihat Arra seperti ini.
“Helen .... Helen ...” Dean langsung berteriak memanggil Helena, membuat Helena yang berada di dapur bersama Fiona dan Garry langsung bergegas ke ruang tamu, dan ketiganya terkejut melihat Dean dengan wajah panik menggendong seorang gadis dengan keadaan terluka.
“Astaga apa yang terjadi dengannya? Apa yang kau lakukan Dean Keandre?” Tanya Helena menghampiri Dean dan mengamati wajah Arra dalam gendongan adiknya itu.
“Bukankah dia Arra? Astaga, apa yang terjadi dengannya? Tadi siang dia masih baik-baik saja.” Ujar Fiona membekap mulutnya.
“Itu tidak penting Helen, kau harus mengobatinya lebih dulu. Kumohon. “ Ujar Dean memelas membuat Helena mengangguk, Dean langsung membawa Arra menuju kamarnya.
“Kau keluarlah, biar aku memeriksanya.” Instruksi Helena pada Dean membuat pria itu mundur teratur dan keluar dari kamarnya, di depan pintu sudah ada Fiona dan Garry dengan tatapan yang menuntut jawaban pada Dean, membuat pria itu menghela napasnya.
“Sebaiknya kita tunggu Helena di ruang tamu Mommy, Daddy.” Ujar Dean yang langsung menuju lantai satu diikuti oleh Fiona dan Garry.
“Apa yang terjadi padanya Dean? Dia seperti orang yang habis dipukuli.” Tanya Fiona tidak sabaran.
“Aku juga tidak tahu Mommy, aku bertemu dengannya di jalan dan hampir saja menabraknya.”
“Astaga. Untung saja hal buruk itu bisa dihindari.” Ujar Fiona shock sekaligus bersyukur.
“Sepertinya hidup gadis itu begitu berat.” Ujar Garry menerawang membuat Dean menatap ayahnya dengan tatapan mengernyit, kenapa ayahnya jadi sok tau begini?
“Iya, padahal tadi sore dia selalu tertawa dan bercerita banyak tentang hal-hal lucu saat membuat cake denganku, siapa yang menyangka kehidupannya yang sesungguhnya, mungkin ia hanya berpura-pura tegar. Kau harus bersikap baik padanya Dean, jangan menambah bebannya.” Ujar Fiona mengusap bahu Dean membuat pria itu kembali teringat gumaman Arra tadi pagi.
“Kenapa suasana di sini tegang sekali?” Tanya Helena melihat orang tua dan adiknya hanya terdiam dengan pikiran masing-masing.
“Bagaimana keadaannya, Helen ?” Tanya Dean yang beranjak dari duduknya.
“Dia baik-baik saja kecuali luka lebamnya yang mungkin akan sedikit menyiksanya saat berekspresi, dan sepertinya ia harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke rumah sakit karena ada luka lebam yang cukup serius di perutnya, takut itu juga ikut melukai ulu hatinya.” Selama penjelasan Helena, Dean menahan napasnya merasakan rasa sakit yang perlahan menusuk ke jantungnya semakin dalam, ia tidak tahu kenapa hatinya bereaksi seperti itu mendengar keadaan Arra, yang jelas saat ini ia hanya ingin melihat keadaan gadis yang baru dikenalnya dua hari ini.
~*~
Dean membuka dengan pelan pintu kamarnya seolah berusaha untuk tidak mengganggu gadis yang terbaring di ranjangnya dengan wajah pucat, ia mendekat dan duduk di samping gadis itu, meneliti setiap inchi wajah gadis itu dan tangannya, dengan gerakan perlahan menyentuh puncak kepala gadis itu, terus membelainya hingga menyentuh wajah yang kini berwarna kebiruan, mengusap sudut bibir Arra yang juga tidak luput dari luka, ia menggenggam tangan gadis itu dan entah mengapa ia merasa ikut bersedih melihat keadaan Arra, ia sendiri tidak tahu ada apa dengan dirinya hari ini, yang jelas sejak melihat Arra tadi pagi dengan wajah yang tertutup masker ada perasaan asing yang menelusup ke rongga dadanya, perasaan yang sudah lama tidak pernah ia rasakan.
“Sebenarnya apa yang terjadi padamu? Dan siapa dirimu yang dengan beraninya membuatku tidak karuan seperti ini?” Dean menggumam disertai erangan frustasinya dengan ketidaktahuannya tentang apa yang terjadi pada dirinya.
~*~
Dean masih berada di tempatnya, duduk di sisi ranjang miliknya yang kini di tempati seorang gadis yang terbaring lemah di sana. Deringan ponsel yang berasal dari tas selempang berwarna tosca itu menyentak Dean dari lamunannya tentang Arra, ia segera meraih tas itu dan mengambil ponsel putih milik Arra, tertulis little sister di ponsel gadis itu, membuat Dean segera mengangkatnya.
“Kak Arra, kau di mana? Kenapa belum pulang? Apa Daddy melakukan sesuatu padamu lagi? Kau baik-baik saja kan? Kau tidak mengangkat panggilanku sejak tadi, aku dan Mommy sangat khawatir.” Suara yang terdengar cemas bercampur ketakutan itu membuat Dean mengernyit, otaknya mencoba memahami maksud ucapan dari gadis yang ia yakini adik Arra itu.
“Ooh, hai aku Dean Keandre, teman kuliah kakakmu, dia sedang bersamaku untuk suatu urusan karena kita kebetulan bertemu tadi, kau tidak perlu khawatir, aku akan mengantarnya dengan selamat nanti. Saat ini dia sedang di kamar mandi.” Dean bahkan dengan lancar mengucapkan kalimat yang tidak pernah terpikirkan olehnya, kalimat itu langsung terucap begitu saja saat mendengar jika gadis itu terdengar sangat panik, tidak mungkin Dean mengatakan keadaan Arra yang sebenarnya pada gadis yang belum ia ketahui namanya itu.
“Ooh benarkah? Terima kasih Kak Dean, kumohon jaga kakakku dengan baik, aku akan mengingat namamu dengan baik, dan namaku Bianca, terima kasih, terima kasih banyak Kak Dean.” Dean yakin gadis belia itu sedang membungkukkan badannya dan mengucapkan terima kasih berkali-kali.
“Ya. sama-sama Bianca.” setelahnya Dean mengakhiri panggilannya ia kembali beralih menatap Arra yang terlihat menunjukkan pergerakan, dan perlahan netra yang mampu menyihir Dean itu terbuka.
Ringisan kecil dari bibir Arra membuat Dean segera beranjak dari duduknya dan mencondongkan tubuhnya ke arah Arra.
“Apa yang kau rasakan?” Tanya Dean spontan mencegah tangan Arra yang ingin menyentuh lukanya. Arra mengerjap, mencoba mencerna apa yang terjadi dan di mana dirinya sekarang, saat matanya menatap Dean dan tangannya yang berada dalam genggaman pria itu, ia sontak mendorong Dean dan langsung terduduk, namun perih pada perutnya membuat ia memilih untuk berbaring kembali.
“Kenapa aku bisa berada di sini? Dan apa yang kau lakukan?” Tanya Arra lirih dengan tatapan curiga ke arah Dean, membuat Dean mendengus, seharusnya gadis itu mengucapkan terima kasih, bukan menatapnya seolah-olah dia adalah tersangka kasus penculikan.
“Kau hampir menabrakkan dirimu jika kau lupa nona.” Nada suara Dean berujar ketus, namun hal itu tidak terlalu ditanggapi oleh Arra, gadis itu justru sibuk memutar kembali memorinya, hingga ia sampai berada di sini.
“Jangan katakan jika kau membawaku ke rumahmu dan ini kamarmu?”
“Kau pikir aku sudi membawamu ke kamarku yang belum pernah terjamah siapa pun, jika bukan karena aku melihat gadis yang hampir sekarat sekaligus berniat mati dengan menabrakkan dirinya dan sialnya itu adalah mobilku aku juga tidak akan membawamu ke kamar sakralku.” Ujar Dean dengan raut kesal membuat Arra memejamkan matanya merasa bersalah.
“Maaf merepotkanmu, dan aku tidak berniat bunuh diri tuan, tolong ralat ucapanmu.” Ujar Arra langsung membuka matanya dan menatap Dean kesal.
Arra langsung terlonjak kaget saat mengingat sebelum bertemu Ronald ia akan membeli makan malam, gerakan tiba-tiba itu membuat dirinya mengaduh dan memegangi perutnya, dengan sigap Dean membantu gadis itu untuk duduk. “Aku harus pulang, adikku pasti mencariku.” Arra akan beranjak namun Dean menahan lengannya dan menatapnya dengan tajam.
“Aku sudah berbicara pada adikmu dan mengatakan kau ada urusan denganku, jadi istirahat di sini Arrabela! Jangan membantah jika kau tidak ingin merasakan sakit!” Dean berujar tegas dan mendorong tubuh Arra agar gadis itu kembali berbaring.
“Apa yang kau lakukan?! Aku harus pulang, dan ini tidak ada urusannya denganmu, siapa dirimu peduli denganku?” Arra protes dengan tindakan Dean membuat Dean menatapnya sengit dan mendecak kesal, kesal pada Arra juga dirinya sendiri yang kenapa bersikap seolah-olah dia adalah kekasih gadis itu.
“Tidak ada urusannya denganku kau bilang?! Aku yang menolongmu jika kau lupa, aku yang membawamu dan merawatmu, dan aku adalah orang yang akan bertanggung jawab sampai akhir, jadi turuti semua perkataanku, Arrabela.” Sekali lagi Dean mengatakannya dengan tegas membuat Arra menatapnya tak percaya, hari ini ia melihat sosok Dean yang berbeda dari kemarin, Dean yang lebih banyak berbicara padanya dengan berbagai macam ekspresi, berbeda sekali dengan kemarin yang bahkan pria itu hanya berkata dengan nada sedatar papan triplek.
“Semakin mengenalmu aku semakin menemukan sisi dirimu yang sesungguhnya ya?” Arra justru membalas ucapan Dean dengan nada santai, killer smile yang Arra miliki membuat Dean membeku, sial, gadis ini ternyata memiliki senyuman yang membuat Dean entah mengapa tidak ikhlas jika Arra menunjukkannya pada pria lain selain dirinya.
“Diam dan istirahatlah.” Itu perintah, namun Arra bukan gadis penurut yang akan mematuhi Dean begitu saja.
“Aku sangat berterimakasih kau telah menolongku, tapi kumohon aku harus pulang malam ini,” Arra menggigit bibirnya membayangkan jika Ronald malam-malam pulang ke rumah dan melukai ibunya dan Bianca. “Aku sudah baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir.”
“Aku tidak khawatir padamu Nona, aku hanya merasa bertanggung jawab.” Dean meralat ucapan Arra membuat Arra mengerucutkan bibirnya kesal, ia tetap beranjak dari ranjang yang sangat nyaman itu.
“Aku harus pergi Dean, sekali lagi terima kasih telah menolongku.” Arra mengambil tas selempang tosca-nya dan meninggalkan Dean yang hanya mematung melihat gadis keras kepala itu, satu-satunya gadis yang menolak menuruti ucapannya.
Di ruang tamu Arra melihat tiga orang dewasa yang sedang berbicara santai, ia menyapa ketiganya dengan canggung, Fiona yang melihat Arra langsung beranjak dari duduknya, meneliti tubuh gadis itu dari atas hingga bawah, raut khawatir begitu tercetak jelas di wajah yang mulai menua, Arra juga melihat seorang wanita yang usianya ia yakini terpaut beberapa tahun di atasnya menatap Arra dengan tatapan bertanya. Terakhir seorang pria paruh baya yang tetap duduk di sofa namun pandangannya terfokus ke arahnya.
“Aku ... aku baik-baik saja , maaf sudah merepotkan kalian dan mengganggu waktunya.” Arra merasa tidak enak hati, pasti sedikit banyak ia sudah banyak membuat keributan di keluarga Dean.
“Ahh kenalkan, aku Helena, kakak Dean, sebaiknya besok kau ke rumah sakit untuk memeriksa keadaanmu lebih lanjut, aku takut ada luka dalam yang serius.” Ujar Helena memperkenalkan diri.
“Ya Helena, aku Arra, teman Dean, terima kasih sudah menolongku, aku harus pulang sekarang.”
“Apa tidak sebaiknya kau menginap di sini?” Garry kini ikut bersuara.
“Maaf, Uncle. Aku tidak bisa, Mommy dan adikku pasti menungguku.” Arra membungkukkan badannya sebelum benar-benar pergi, namun seseorang menahan tangannya dan menatapnya tajam.
“Aku akan mengantarmu.” Ujar Dean tegas tak terbantahkan dan menarik tangan Arra begitu saja, bahkan pria itu tidak berpamitan pada orang tuanya, membuat Arra hanya bisa menggelengkan kepala melihat bagaimana sikap Dean yang jauh dari kata sopan, ck sejak kapan pria itu menggunakan sopan santun dalam hidupnya.
~*~
Arra turun dari mobil Dean setelah sebelumnya mengucapkan terima kasih pada pria itu, mobil tidak bisa masuk hingga ke depan rumahnya karena rumahnya harus melewati gang kecil.
Suara pintu yang terbuka membuat Arra yang sudah berjalan meninggalkan pria itu menoleh dan ia melihat Dean yang juga turun dari mobilnya, berjalan ke arahnya, dan langsung menggenggam tangan Arra untuk berjalan di sampingnya.
“Aku akan mengantarmu hingga rumah, aku sudah berjanji pada adikmu untuk menjagamu, jadi berhenti berpikir keras tentang apa yang kulakukan.” Dean menoyor kepala Arra yang sejak tadi menatapnya tak berkedip, selanjutnya pria itu kembali menatap ke depan masih dengan menggengam tangan Arra berjalan menyusuri gang sempit itu.
Arra menatap Dean tanpa berkedip, bahkan setelah pria itu menoyor kepalanya, ia tetap tidak bisa mengalihkan tatapannya dari Dean, ada perasaan hangat yang menjalar ke rongga dadanya saat tangan kecilnya digenggam dengan begitu erat oleh Dean, ia merasa terlindungi dan merasa nyaman dengan semua itu.
“Di mana rumahmu?” Dean berhenti saat berada di persimpangan dua arah, ia menatap Arra yang ternyata masih betah memandanginya.
“Belok kanan dan rumah yang paling ujung.” Arra berujar gugup, ia menggigit bibirnya karena ketahuan menatap Dean sepanjang jalan, Arra yakin pria itu pasti sedang mentertawakannya dalam hati.
“Kak Arra,” teriakan itu menyadarkan Arra jika ternyata dirinya telah sampai di rumah, Dean benar-benar mengacaukan pikirannya, Bianca sudah berlari dan memeluknya, menyebabkan genggaman tangannya dengan Dean terlepas.
Bianca langsung memeluk Arra begitu erat, dan Dean bisa melihat kecemasan luar biasa di wajah gadis yang tidak kalah cantik dari Arra, Arra tersenyum kecil dan mengusap punggung Bianca untuk menenangkan gadis itu, senyum yang membuat hati Dean menghangat tanpa alasan.
“Kau teman Arra?” Tanya wanita paruh baya itu, membuat Dean mengangguk dan membungkuk hormat, Bianca sudah melepaskan pelukannya dan kini bergelayut manja di lengan Daisy.
“Kak Dean, terima kasih sudah mengantar kakakku dengan selamat.” Bianca tersenyum begitu manisnya sambil membungkukkan badannya berkali-kali, Daisy juga mengatakan hal yang sama membuat Dean hanya tersenyum menanggapinya, dan Arra bersumpah itu adalah senyuman paling indah yang pernah ia lihat selama hidupnya.
“Aku permisi dulu jika begitu Aunty, Bianca,” Dean tersenyum lagi dan mengacak-acak rambut Bianca sebelum melangkah pergi.
“Ayo masuk Bianca,”
“Ya, kau masuklah dulu bersama Mommy,” Ujar Bianca masih memandangi Dean yang semakin menjauh. Arra hanya mengangkat bahunya dan memilih masuk ke dalam rumah, Bianca yang melihat ibu dan kakaknya telah masuk, langsung berlari untuk mengejar Dean.
“Kak Dean,”
“Bianca, ada apa?” Tanya Dean melihat Bianca yang masih mengatur napasnya.
“Bisakah kau menjaga Kak Arra? Aku tidak pernah tahu siapa temannya dan kau satu-satunya teman yang pernah aku kenal.” Dean mengernyit mendengar permintaan gadis itu.
Dean yang terdiam membuat Bianca menatapnya dengan cemas, apa permintaannya konyol? Atau terlalu berlebihan? Mungkinkah ia akan merusak hubungan Dean dengan Arra? Tanpa sadar Bianca menggigit bibirnya dan meremas ujung bajunya.
“Aku baru mengenalnya dua hari ini Bianca, tapi aku akan mencoba menjadi teman yang baik untuknya.” Dean meremas bahu gadis belia itu dan tersenyum, Bianca yang sejak tadi menundukkan kepalanya langsung mendongak dan menatap Dean dengan tatapan berbinar.
“Terima kasih Kak Dean, terima kasih.” Bianca reflek memeluk Dean, membuat Dean tersentak, namun perlahan tangannya membelai punggung Bianca sama seperti yang Arra lakukan tadi.