Housemates With The Boss - 11

1065 Kata
Danu mengembuskan napasnya seraya mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru gedung yang kumuh. Ya, renovasi ini juga termasuk langkah investasi untuk mengembangkan cabang perusahaan itu. Keadaan kantor yang bersih dan menarik tentu akan membuat klien menjadi yakin dan percaya. Selama ini kebanyakan klien kabur setelah melihat keadaan kantor, setidaknya itulah alasan yang dikatakan oleh Akil kepada Danu. “Jadi bagaimana? Pake sistem kebut semalam aja? Tapi … tentu ada biaya tambahannya,” ucap Intan. Danu meneguk ludah, lalu menatap Intan perlahan. Dia berdeham, lalu berbisik pelan. “K-kira-kira biayanya berapa?” Intan tidak menjawab. Dia malah sibuk dengan handphone-nya. Intan memasukkan beberapa angka di kalkulator, terus menjumlahkannya dan kemudian memperlihatkan nominal akhirnya kepada Danu. “Cuma segini kok.” Danu melotot kaget. “C-CUMA SEGINIII …!” “Bagaimana? Murah kan? Ini karena kita sudah berlangganan, lho ….” bisik Intan sambil cekikikan. Danu menatap nanar. Jumlah tabunganya bahkan tidak mencukupi untuk biaya renovasi dan interior itu. Tubuhnya mendadak panas. Butir-butir keringat terlihat mengalir pelan di pelipisnya. Sepanjang hidupnya, ini adalah pertama kalinya Danu merasakan sensasi seperti ini. Sebelumnya dia bahkan tidak pernah menanyakan nominal harga baik saat membeli ataupun membayar apa pun juga. Danu adalah kaum yang selalu berbelanja secara leluasa tanpa harus selalu bertanya ‘ini berapa?’ Dan kali ini dia dihadapkan pada situasi yang sejujurnya sangat mengesalkan baginya. Jumlah itu sebenarnya tidak seberapa jika ia masih memiliki akses keuangan seperti dulu. Danu pun mengumpat dalam hatinya. “Sial … semua gara-gara wanita sialan dan anak ha-ramnya itu!” “Jadi bagaimana? Mumpung sekarang masih pagi … aku bisa mengerahkan semua pekerja untuk segera merenovasi tempat ini,” ucap Intan lagi.Danu tersenyum canggung, lalu kembali berbisik. “K-kalau bagian luarnya di pending dulu … kira-kira biayanya jadi kurang berapa?” Intan menatap bingung. “Lho … memangnya kenapa? Ntar yang di luarnya tetep jelek, dong.”“A-anu ….” Danu kesulitan mencari alasan. Intan tiba-tiba melotot dan mengangguk antusias. “Aaaa … aku tau. Kamu pasti pengen bikin sesuatu yang unik, kan … bagian luar dan dalam sangat kontras akan membuat orang kaget dan takjub. Hmmm … idenya keren juga sih. Out of the box! Kayak rumah-rumah di China nggak sih … di luarnya kelihatan jelek kayak garasi aja, tapi di dalamnya mewah pisaaaaaaan!”“Hahahahaha ….” Danu tertawa. “Nah iya. Itu maksud aku.”Intan mengangguk. “Sebentar … kalau memang begitu, coba aku kurangi lagi, ya.” Intan kembali menghitung. Sedangkan Danu menanti dengan punggung yang sudah basah karena aliran keringat. Danu menunggu dengan raut wajah cemas. Dia juga mulai memikirkan alasan untuk menunda renovasi jika seandainya biaya itu masih belum terjangkau oleh nominal uang yang ada di rekening tabungannya.“Ini dia total biayanya.” Danu melirik pelan. Nominal yang kini tertera nyaris mencapai total tabungannya.“Jadi bagaimana?” tanya Intan.Danu memejamkan matanya sejenak. Jika dia melanjutkannya itu berarti suasana dalam kantor akan menjadi lebih baik, tapi di sisi lain … dia hanya punya sisa uang yang tidak seberapa nantinya.Danu mengangguk pelan. Semua ini juga bentuk pembuktiannya pada sang papa. Danu meyakinkan dirinya sendiri bahwa secepatnya uang itu akan ia dapat kembali jika bekerja dengan baik.“Baiklah … aku setuju,” jawab Danu kemudian....Gerombolan pria berbadan kekar, berseragam setelan abu-abu yang langsung dengan celana khas pegawai properti langsung melangkah beramai-ramai memasuki kawasan gedung lengkap dengan topi proyek mereka. Sosok Intan terlihat seperti ratu yang langsung mengkomandoi mereka semua. Selain itu juga terdapat beberapa orang lain yang memiliki tugas spesifik mengomandoi semua pekerja hingga membentuk kelompok-kelompok yang berbeda.Ada kelompok yang bertugas mengurus lantai. Ada yang mengerjakan bagian dinding, bagian plafon dan semua bagian yang lainnya.“MARI KITA BEKERJA …!”“MARI KITA BEKERJA …!”Mereka meneriakan yel-yel andalan sambil mengangkat tinju ke udara. Gaya yang kuno dan mneyebalkan itu membuat Danu meringis.“Apa kamu pikir ini program bedah rumah?” bisiknya pada Intan.“Hihihihi ….” lengkingan suara Intan terdengar menggema. Sosok cantik itu memang hanya memiliki satu kekurangan. Yaitu suara tawanya yang khas seperti kuntilanak yang sedang terkena influenza.Danu hanya menggeleng pelan dan kemudian.Bedah gedung kantor itu pun di mulai.Awalnya semua pekerja yang jumlahnya mencapai empat puluh orang itu langsung mengosongkan seantaro kantor. Semua isi kantor itu di letakkan di luar untuk sementara waktu dan sebagian besarnya memang akan langsung dibuang karena memang sudah tidak layak lagi untuk digunakan. Kalau untuk soal performa, kekuatan dan kegesitan tim Intan memang tidak diragukan lagi. Mereka langsung bekerja seperti robot. Dinding-dinding yang kusam mulai dibersihkan dan dikikis ulang terlebih dahulu. Plafom yang sudah jelek itu perlahan di hancurkan dan menimbulkan bunyi gedebuk yang cukup keras saat ia runtuh.Suasana gedung perkantoran itu langsung sibuk.Berbagai suara ketukan palu, gergaji yang memotong kayu, suara para pekerja, kini berpadu menjadi satu. Bagaikan sebuah ilmu sihir, suasana kantor itu akan segera berubah menjadi cantik dan menarik.Ketika sedang memerhatikan setiap kemajuan yang ada. Tiba-tiba si centil Intan kembali mendekat.“Ada apa?” tanya Danu.“Kamu udah transfer, kan?”“Sudah!”Intan terkikik dengan suara tawa mbak kuntinya, lalu kembali melangkah pergi seperti Miss Universe yang sedang melenggok di catwalk.Danu pun menggeleng pelan. “Andai dia diam dan tidak bersuara … mungkin akan banyak lelaki yang jatuh cinta padanya.”Proses renovasi itu pun terus berlanjut.Tapi … Danu sudah beranjak duduk di dalam mobilnya. Sekarang … hanya mobil itulah satu-satunya harta paling berharga yang dimiliki Danu. Dia merasa kesal saat teringat Riyan menyuruhnya menjual mobil itu. Padahal mobil itu sudah ia anggap seperti istrinya sendiri. Danu bahkan memberi mobil kesayangannya itu sebuah nama yang cantik.Irene.Itu adalah nama mobilnya.Danu mendesah pelan sambil menatap ke depan sana. Suasana masih terlihat sibuk. Mereka semua bekerja dengan sangat giat sekali. Segala perubahan itu tentu akan mengejutkan semua pihak di esok hari. Wajar saja … tidak ada yang mengetahui bahwa Danu merenovasi tempat itu dan Intan juga sudah menjamin bahwa semua akan selesai dalam sehari. Gila.Terdengar tidak mungkin.Tapi semua memang bisa terjadi jika uang yang sudah berbicara.Danu mengeluarkan handphone, lalu mengecek mbangking miliknya.Glek.Dia menelan ludah menatap nominal uang yang hanya tersisa tak seberapa itu. Deretan angka yang panjang itu kini sudah menghilang berganti angka yang hanya berjumlah tujuh digit saja.Danu mengembuskan napas pelan. “Dan sekarang aku harus bisa bertahan dengan sisa uang ini … hal pertama yang harus aku lakukan adalah … mencari tempat tinggal terlebih dahulu ….”...Bersambung …   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN