Tak berlebihan bila Vina menyebut bahwa ia telah mengenal Kiki sepanjang hidupnya. Mereka telah bersama sejak keduanya kecil, sejak pertama kali mulai mengenal yang namanya teman sepermainan hingga bersahabat sampai sekarang di masa remaja.
Selama itu pula Kiki yang Vina kenal adalah orang yang ceria. Kiki tidak kehabisan cara untuk membuat sekitarnya bersemangat dan penuh keseruan. Kemampuannya dalam bersosialisasi tentulah tidak bisa diragukan. Vina mengakui meskipun dia dan Kiki bersahabat tetapi keduanya memiliki sifat yang berkebalikan.
Berbeda dengan persona yang ditunjukkan kepada banyak orang di luar sana, nyatanya Kiki juga bisa menampilkan ekspresi murungnya. Ekspresi yang bisa Vina temui ketika Kiki berhadapan dengan mamanya. Nyatanya Vina berkesempatan menjadi salah satu orang yang melihat hal tersebut.
Hari ini ekspresi itu menyapa raut muka Kiki. Tetapi bukan karena sang mama, Kiki menjadi murung melainkan pembicaraan tentang mamanya.
Waktu siang menjelang sore seperti biasanya saat Vina berjalan bersisian dengan Kiki pulang ke rumah masing-masing. Lalu seperti yang sudah-sudah di salah satu jalanan di komplek mereka terdapat pohon rindang di pinggir jalan tepat di depan salah satu rumah warga yang sering digunakan sebagai tempat kumpul para ibu di sana.
Vina akan menyapa dengan ramah diikuti Kiki yang mengangguk sopan lalu keduanya melewati germbolan itu, melanjutkan perjalanan. Biasanya seperti itu, tetapi yang terjadi hari ini berbeda.
Secara disengaja ibu-ibu itu menahan mereka berdua untuk berlalu begitu saja. Atau lebih tepatnya mereka menahan Kiki dan menanyai-nanyainya.
"Kiki mama kamu mau nyalon jadi lurah ya? apa nyalon dpr?"
Vina mengikuti arah pandang ibu-ibu itu pada Kiki yang memasang wajah datar. Tetapi wajah tanpa ekspresi itu Vina ketahui begitu dingin. Dia sendiri tidak mengetahui jawaban tentang pertanyaan yang rasanya memang baru ini dia dengar. Sahabatnya yang menjadi sumber informasi pun nampaknya enggan untuk membuka suara.
"Pantesan rumah kamu sering didatengi orang-orang penting, mana bapak-bapak lagi"
"Papa kamu dukung Ki?"
"Itu siapa aja yang sering ke rumah kamu?"
Dan masih banyak dengung pertanyaan lain yang ditanyakan oleh ibu-ibu itu. Vina tidak mendengar dengan jelas karena yang ingin dia lakukan adalah segera menarik Kiki menjauh tetapi ia juga takut melakukan itu terlihat tidak sopan.
Lama dalam diam dan hanya membiarkan ibu-ibu itu terus menanyakan apa saja. Kiki akhirnya bersuara.
"Kiki gak tau tante. Permisi"
Kata-katanya terdengar mantap dan dingin. Belum lagi kilatan matanya yang membuat ibu-ibu itu segera mengatupkan mulut. Mereka membuka jalan untuk Kiki kembali melangkah menuju rumah.
"Permisi ya tante"
"Eh Vina kamu tahu gak yang sering datang ke rumah Lina itu" masih begitu gigih kini ibu-ibu itu hendak mengorek informasi dari Vina.
"Gatau tante, mariii"
Vina pun kabur dengan segera berlari menyusul Kiki yang sudah berjalan cukup jauh di depan. Sedikit terengah Vina menyejajarkan langkahnya dengan Kiki. Baru hendak menanyakan keadaan Kiki karena sahabatnya itu tampak tidak baik-baik saja.
"Duluan Vi"
Eh
Ternyata mereka sudah sampai di depan pagar rumah masing-masing. Suasana hati Kiki benar-benar buruk hingga kebiasaannya bersandar di pagar rumah Vina sampai sahabatnya masuk ke dalam rumah stelah menawarkan untuk mampir tidak dilakukan.
Ada apa?
Vina hanya dapat menatap punggung sahabatnya yang semakin memasuki halaman rumah miliknya lalu masuk meninggalkan kekhawatiran dalam diri Vina.
Kejadian tadi siang dan pertanyaan-pertanyaan Vina tentang keadaan Kiki akhirnya terjawab di meja makannya malam itu. Ketika sang Ayah dan Ibu mengobrol sambil menyantap makan malam mereka.
Dari obrolan itu dapat Vina ketahui bahwa Tante Lina mulai terjun di dunia politik. Entah ingin menyalonkan diri menjadi lurah atau bahkan maju menjadi ketuda dewan, berita itu masih simpang siur. Berita yang semakin membuat Vina mengkhawatirkan sahabatnya adalah kabar burung Mamanya Kiki yang sengaja mendekati orang-orang penting di lingkungan politik untuk mendapatkan kursi jabatan.
Hal itu menjadi dipandang buruk bagi para tetangga. Remaja sepertinya sudah cukup paham bahwa berita buruk di luaran sana jelas tidak main-main. Tante Lina yang menjalani long distance marriage dengan Om Dimas papa Kiki, sering didatangi tamu yang sebagian besar adalah laki-laki.
Begitulah kiranya yang Vina tangkap. Apapun yang terjadi ia berdoa semoga Kiki tidak terbebani dengan berita miring di luaran sana. Andaikan saja Vina bisa semudah itu menghampiri Kiki malam ini untuk menghibur sahabatnya. Ia ingin sekali melakukan hal tersebut, menemani Kiki.