1. Pengantin Pengganti
Rhein berdiri dari duduknya dengan gelisah, sesekali dia keluar dari ruangan untuk melihat kehadiran Surya. Sudah enam jam lewat dari waktu yang sudah disepakati tapi Surya belum juga kelihatan batang hidungnya. Rhein menatap dengan sedih sepasang suami istri yang duduk bersamanya di ruangan ini, mereka adalah paman dan bibinya yang telah meluangkan waktu mereka untuk hadir di sini, pamannya akan menjadi wali pernikahannya dengan Surya. Rhein diminta menunggu di sini sementara Surya akan datang dengan penghulu dan para saksi. Rhein semakin gelisah saat tak bias menghubungi Surya, ditahannya air matanya yang hampir jatuh.
Di ruang meeting yang lain di depan ruangan yang ditempati Rhein di hotel yang sama tampak sebuah keramaian, ruangan yang ada di depannya tampak lebih dari ruangan yang disewa Surya untuk acara pernikahan mereka. Tampaknya ada yang menikah juga di sana, ruangan itu terlihat diias dengan indah dengan nuansa putih yang elegan, tampak sekitar tiga puluh orang ada di dalam ruangan itu. Tanpa sengaja Rhein melihat seorang lelaki mengenakan setelan jas biru muda tengah berdiri gelisah di tengah ruangan. Rhein menduga mungkin dia sang pengantin prianya dan pengantin wanitanya belum datang. Rhein memalingkan wajahnya saat mata mereka bertemu dia segera menemui paman dan bibinya yang duduk dengan gelisah menunggu kedatangan Surya.
"Gimana, Rhein?"
Rhein menggeleng lemah, ditatapnya ponselnya dengan putus asa, Surya sama sekali tak mengangkat panggilannya.
"Sudah dua jam lebih, Rhein. Paman tidak bias berlama-lama di sini, masih banyak urusan yang harus paman kerjakan. Kalau paman lihat, Surya tidak sungguh-sungguh ingin menikahi kamu." Paman menatapnya muram.
"Iya, Rhein, Bibi punya perasaan yang sama dengan pamanmu," bibi menatapnya prihatin. Dia merasa kasihan kepada keponakan suaminya. Dia menyayangi gadis itu seperti anaknya sendiri karena kedua orang tuanya sudah meninggal sejak dia masih kecil meski dia tidak mengasuhnya langsung. Rhein tinggal bersama neneknya tapi tiga bulan yang lalu nenek Rhein meninggal jadi sekarang gadis itu tinggal sendiri. Bibi sangat senang ketika sebulan yang lalu Surya melamar Rhein dan berencana untuk menikahinya hari ini.
"Kita tunggu sebentar lagi ya, Paman," pinta Rhein sambil menahan tangisnya.
"Kalau setengah jam lagi dia tidak datang, paman tidak akan menikahkan kamu dengannya!" Paman terlihat sangat marah.
"Sabar, Pak." Bibi berusaha menenangkan suaminya.
Wajah paman terlihat sangat kelam sedang Bibi terlihat begitu resah. Rhein mulai mengutuk Surya dalam hatinya, dia merasa hatinya sakit. Suasana di antara terasa mencekam menunggu hadirnya Surya, waktu terasa begitu lambat berjalan membuat keresahan di hati Rhein makin mengental.
Setengah jam berlalu tapi Surya belum datang, bahkan tidak ada pemberitahuan sama sekali. Rhein pamit ke toilet sebentar kepada paman dan bibinya. Rhein menangis tanpa suara di toilet, dia merasa sangat sedih.
Dia mengenal Surya tiga tahun lalu, dia tahu Surya sudah beristri karena itu dia berusaha mengacuhkan laki-laki tampan itu meski sebenarnya dia juga menyukainya, Rhein tak mau jadi orang ketiga dalam kehidupan rumah tangga orang lain tapi setahun yang lalu Surya menyatakan sudah bercerai dengan istrinya bahkan menunjukkan surat cerai yang dimilikinya kepada Rhein. Karena pendekatan Surya yang intens akhirnya dia luluh juga dan menyerahkan hatinya pada Surya. Dia sangat bahagia ketika lelaki itu melamarnya dan akan menikah dengannya. Tadi pagi-pagi sekali dia telah datang ke hotel ini untuk melakukan akad nikah dengan Surya. Dia masih tidak percaya Surya membiarkannya menunggu tanpa kabar sedikitpun, dia mulai takut kalau Surya mengalami kecelakaan atau hal lain di luar dugaannya.
Rhein pamit ke toilet sebentar pada paman dan bibinya, Rhein segera mengusap air matanya yang tanpa diharapkannya tiba-tiba keluar saat dia bercermin.
"Nona, maaf bisa bicara sebentar?" seorang lelaki menghadangnya saat dia keluar dari toilet.
Rhein menatap lelaki itu dengan tatapan bingung. Mungkinkah dia melakukan sesuatu yang salah?
"Ya?"
"Nona Rhein, perkenalkan saya Andy. Maaf saya tadi bertanya pada petugas hotel, saya tahu kalau calon suami nona tidak hadir. Kebetulan calon istri Bos saya juga tidak hadir sementara undangan sudah banyak yang hadir. Maukah Nona menjadi pengantin untuk Bos saya? Saya tidak mungkin membiarkan Bos dipermalukan di depan tamu-tamunya dan yang terpenting saya tak sanggup melihat kakek Bos masuk rumah sakit karena Bos tak jadi menikah. Nona boleh mengajukan syarat apa saja dan nona bisa minta bercerai kapan saja nona mau, yang penting saat ini nona mau menikah dengan bos saya," kata lelaki itu sambil menatapnya penuh harap.
Rhein menatap laki-laki di depannya dengan tatapan aneh.
"Kakek Bos menderita penyakit jantung, beliau sudah lama menginginkan Bos menikah jadi kalau pernikahan ini gagal itu akan memicu serangan jantungnya, Nona," Andy berkata dengan santun.
Rhein tidak menjawab permintaan Andy dia berjalan menuju ke paman dan bibinya yang menemui paman dan bibinya. Andy mengikutinya kemudian berbicara pada keduanya tentang rencananya untuk menikahkan Rhein dengan Bosnya.
"Saya menyerahkan keputusan ini pada Rhein karena ini adalah hidupnya, dia yang akan menjalaninya." Paman menatap Rhein, dari tatapannya sepertinya paman ingin Rhein menerima tawaran itu.
Rhein masih bingung, dia masih berharap surya datang dan mereka bisa menikah segera.
Seseorang memasuki ruangan tempat mereka berada, dia mengenakan stelan jas biru muda dia terlihat begitu mempesona saat memasuki ruangan itu. Rhein merasa tubuhnya membeku saat melihat kehadirannya. Sosok itu terlihat begitu mengintimidasi di balik wajah tampannya saat memasuki ruangan.
"Perkenalkan ini Bos saya, namanya Keenan," Andy segera memperkenalkan atasannya.
Laki- laki itu menyalami paman dan hanya mengangguk dengan senyum tipis di bibirnya pada Bibi dan Rhein.
Rhein merasa familiar dengan wajah itu, Rhein ingat wajah itu pernah menghiasi sampul beberapa majalah majalah bisnis dengan ulasan kesuksesannya yang fantastis. Tiba-tiba dia merasa takut, tangannya terasa sangat dingin. Dia takut kalau Keenan akan menganggapnya akan memanfaatkannya.
Keenan menatap Rhein meminta kepastian karena waktu sudah mendesak, para tamu sudah menunggu sudah lama.
"Bagaimana ini? Dasar anak nakal! Di mana pengantinmu?" seorang lelaki tua memasuki ruangan itu dengan dituntun seorang pengawal, dia terlihat sangat tidak stabil. Nafasnya sesak dan saat bicara tadi dia sampai terengah-engah.
"Pengantinnya ada di sini, Kek. Kakek tenang saja, dia hanya perlu berdandan, kami akan segera ke sana," jawab Keenan sambil menatap Rhein.
Apa-apaan ini? Rhein bahkan belum memberikan jawabannya. Rhein menatap Keenan dengan kesal
Kakek menatap Rhein dengan pandangan menyelidik lalu dia mendekat dan mengelus kepala Rhein. setelah itu dia tampak tersenyum puas. Lalu dengan dibantu pengawal dia kembali ke tempatnya. Rhein sungguh tak tega melihat kondisi kakek, dia menatapnya sampai beliau keluar dari ruangannya.
"Boleh kami bicara berdua saja?" pintanya pada pada paman dan bibi Rhein, sementara pada Andy dia memintanya untuk mengubungi seseorang untuk memberinya baju pengantin yang lebih pantas dan merias Rhein yang terlihat sedikit pucat.
Paman dan Bibi Rhein segera menuju ruangan di depan ruangan mereka mengikuti Andy,
"Kamu sudah melihat kondisi kakekku, aku mohon kamu mau menikah denganku hari ini, seperti kata Andy tadi kalau nanti kamu tidak menyukaiku kamu boleh meminta cerai kapanpun yang kamu mau."
Rhein tak tahu harus berbuat apa, tatapan itu begitu mengintimidasinya. Rhein menimbang-nimbang beberapa alasan untuk menerima atau menolak ajakan Keenan tapi bayangan kakek yang mengelus kepalanya terasa menyentuh hatinya. Rhein teringat neneknya yang telah meninggal tiga bulan yang lalu dan itu membuatnya sangat sedih. Rhein melihat sepertinya Keenan sangat menyayangi kakeknya karena itu dia pasti akan sedih kalua kakeknya meninggal
"Baiklah," kata Rhein pelan, nyaris tak terdengar.
"Oke karena kita sepakat untuk menikah, nanti kita akan bahas beberapa hal berhubungan dengan pernikahan ini termasuk syarat apa saja yang ingin kamu sepakati selama kita menikah." Keenan tampak serius ketika mengucapkan hal itu, dia menatap Rhein cukup lama sebelum akhirnya kembali berkata,"Syarat yang pertama dariku adalah selama kita menikah nanti maka kamu harus tinggal di rumahku dan kamu mempunyai kewajiban sebagai istri, termasuk hubungan seks,"
Keenan berkata tanpa basa basi. Rhein mengangkat wajahnya yang memerah ditatapnya Keenan dengan malu tapi ternyata Keenan juga tengah menatapnya menunggu jawaban. Rhein tak tahu harus menjawab apa dia hanya mengangguk dengan pipi yang memerah. Rhein berusaha tidak memikirkan hal itu karena mereka belum saling kenal, Rhein yakin Keenan akan memaksanya melakukan hal itu.
Seseorang memasuki ruangan mereka, seorang perempuan berusia tiga puluhan dengan dengan seorang asistennya membawa koper berisi gaun dan peralatan make up.
Keenan tersenyum melihat Rhein yang terlihat gugup.
"Aku akan menunggumu, nanti Andy akan menjemputmu." Kenan keluar dari ruangan dan menutupnya.
Perias dan asistennya berkerja dengan efektif dengan cepat mereka merias Rhein membuatnya terlihat sangat cantik kemudian memakaikan gaun pengantin putih yang membuatnya terlihat makin cantik. Rhein tadi sudah mengenakan gaun yang cantik untuk menikah dengan Surya tapi dibandingkan gaun yang dipakainya sekarang terlihat sangat jauh baik dari segi kualitas , desain maupun harganya.
Selesai dirias Andy segera membawa Rhein ke ruang sebelah, Keenan telah menunggunya di depannya tampak seorang penghulu tengah berbincang-bincang dengannya. Keenan menoleh saat menyadari kehadiran Rhein, dia terlihat terpana melihat gadis itu. Paman dan bibinya juga terlihat kaget melihat Rhein yang terlihat sangat berbeda dengan sebelumnya.
Rhein duduk di sebelah Bibi sementara Paman duduk di depan di sekitar Keenan. Acara ijab Kabul berlangsung dengan lancar meski Keenan sempat salah menyebut nama lengkap Rhein. Semua tampak lega terutama kakek dan Andy karena akhirnya acara pernikahan ini telah dilangsungkan
Setelah ijab kabul selesai, Keenan segera mendekati Rhein dan mencium puncak kepala Rhein dan memasang cincin berlian ke jari manis lentik Rhein. Rhein merasa dadanya berdebar saat bibir Keenan menyentuh puncak kepalanya, rasanya begitu nyaman tapi Rhein tidak mau larut dalam perasaannya karena dia tahu dia dan Keenan hanya akan Bersama sementara saja. Seperti Andy dan Keenan bilang, dia bisa pergi kapan saja, itu berarti Keenan pun dapat pergi kapan saja karena mereka sama-sama pengantin pengganti. Keenan menggantikan surya dan dia menggantikan calon pengantin Keenan, entah siapa.
Mereka berdiri bersisian menerima ucapan selamat dari para tamu undangan yang terdiri dari para kerabat Keenan dan kenalan Kakek. Keenan tersenyum saat mereka memuji Rhein yang cantik dan mendoakan agar pernikahan mereka langgeng. Rhein hanya bisa tersipu mendengar setiap pujian yang di sampaikan padanya.
Setelah acara selesai akhirnya hanya tinggal mereka berdua dan Andy serta beberapa karyawan hotel yang sedang membereskan ruangan yang masih ada di ruangan itu. Kakek telah meninggalkan ruangan ini lima belas menit yang lalu bersama salah seorang pengawalnya untuk beristirahat di kamar yang ada di lantai atas. Paman dan bibi Rhein sudah pamit setelah kakek meninggalkan ruangan, mereka harus segera pulang karena ada beberapa urusan yang harus di selesaikan sedang para undangan sudah lebih dulu meninggalkan temat ini.
Rhein dan Keenan sedang menghabiskan makan siangnya saat Andy yang berada di luar ruangan masuk menemui mereka
"Nyonya, ada yang mencari anda?"
***
AlanyLove