1. Profesor

1374 Kata
Brakkk! Dino menggebrak meja dengan kencang karena kesal. Anak buahnya yang terdiri dari enam orang hanya bisa menundukkan kepalanya takut. Dino menatap mereka satu persatu dengan tajam. Ditatap dengan tatapan mematikan, tentu membuat mereka takut. Hal yang paling mereka hindari adalah kemarahan Dino. Namun, saat ini mereka malah dihadapkan dengan situasi ini. Sangat menantang maut. “Bagaimana bisa racikan yang belum jadi itu kalian berikan pada hewan?” tanya Dino dengan tajam. Semua bungkam, saling senggol untuk melempar pertanyaan Dino. Brak! Dino meggebrak meja sekali lagi dengan kencang. Ia tidak peduli berapa naiknya tensi darah hari ini, yang dia pedulikan dia bisa menyalurkan amarahnya pada orang-orang yang tidak becus dalam pekerjaannya. Dino Jovandra, seorang profesor muda lulusan University of Texas. Sebelum menggeluti pekerjaannya sebagai peneliti, pria itu sempat menjadi seorang dosen muda di tempatnya mengemban ilmu selama dua tahun. Karena kepintarannya, Dino direkrut Coorporate physical sciences and natural laws (PSANAL) yang ada di Singapura. Kurang lebih satu tahun Dino mengabdi pada perusahaan yang bekerja di bidang peracikan bahan kimia itu. PSANAL, perusahaan besar yang tidak hanya meneliti dan memecahkan suatu kejanggalan. Namun juga bergerak di bidang pangan, peracikan obat khusus hewan dan kebutuhan pokok. Setiap tahun, mereka akan me-launching produk baru berupa makanan instan dan kebutuhan pokok berupa sabun batangan, pewangi pakaian, dan lain-lain. Yang masuk di perusahaan itu, sudah pasti adalah orang-orang terpilih. Mulai dari struktur pekerja kantor sampai laboratorium, semua menjunjung misi yang sama. Saat ini Dino Jovandra, pria berdarah amerika itu sangat marah lantaran rekan kerjanya tidak becus mengerjakan tugas. Dino dan timnya sedang dalam masa penelitian obat untuk hewan mamalia yang memiliki kelainan genetic pada tulang. Namun, racikan yang belum jadi malah diuji coba dengan cara menyuntikkan di badan hewan. Padahal, Dino sudah mengatakan jangan tergesa-gesa. Dino lebih memilih obat dalam bentuk obat telan daripada suntik. Lantaran menurut penelitiannya, obat dalam bentuk telan bisa meminimalisir efek samping. Kalau obat itu gagal, Si hewan hanya akan demam sebentar. Kalau dalam bentuk cairan injeksi, yang ditakutkan akan membuat kecacatan lebih parah. Dan timnya sudah tidak mendengar intruksi darinya sebagai Leader. Dino sebagai leader mempunyai tanggungjawab yang besar untuk mengembangkan misi perusahaan. Yang tergabung dalam Timnya, tiga juniornya dan tiga anak magang, membuatnya kesal setengah mati kalau mengerjakan sesuatu dengan setengah-setengah. “Apa yang terjadi pada kelinci percobaan itu?” tanya Dino pada rekan-rekannya. “Mati!” jawab mereka kompak dengan nada lirih. “Sial!” maki Dino beranjak duduk. Dino anti dengan kegagalan dan Dino anti dengan percobaan yang main-main. Selain mengembangkan misi perusahaan, dia juga mempunyai misi sendiri dalam hidupnya. Kerjakan sesuatu dengan fokus atau tidak sama sekali. Kematian pada hewan percobaan membuat Dino selalu merasa gagal. Mungkin untuk beberapa orang itu hal biasa, tapi tidak untuk Dino. Kembali lagi, Dino ingin sesuatu yang perfect. “Maaf, Prof. Untuk selanjutnya kami akan hati-hati,” ucap Xian, salah satu anak magang. “Kembali ke laboratorium!” titah Dino. Mereka menganggukkan kepalanya dan langsung melenggang pergi dari ruangan Dino. Dino menghela napasnya, mengambil Digital sphygmomanometer untuk mengukur tekanan darahnya sendiri. Dino lebih memilih alat ini karena mudah digunakan daripada alat lainnya. Cara kerjanya pun juga mudah yang digerakkan oleh microprocessor yang akan memompa udara secara otomatis. Dino menghela napas lega saat tekanan darahnya normal. Dino mendudukkan tubuhnya kembali, pria itu membuka komputernya, mempelajari rumus kimia tentang karat. Pasalnya sore nanti, Dino akan meninjau sebuah kapal pesiar yang baru dikerjakan satu tahun yang lalu, tapi sudah berkarat. Tok tok tok! “Masuk!” titah Dino. Hal yang paling Dino benci adalah, saat dirinya fokus tapi ada yang ingin masuk dalam ruangannya. “Permisi, Prof. Boleh saya duduk?” tanya Xian. Dino mendongak, wanita berambut pendek yang merupakan anak magang. Belum ada lima menit Xian pergi, kenapa sudah kembali lagi?. “Kamu mau belajar apa?” tanya Dino. Xian yang paling aktif bertanya dan selalu ingin ikut ke mana pun dia ada penelitian. Sedikit banyak, Dino tau apa yang diinginkan Xian. “Saya mau menanyakan proses pengaratan besi, Prof. Saya mengamati sebuah pisau daging yang berbahan besi, tidak sampai tiga bulan tapi pisau itu sudah berkarat. Di catatan saja, ada beberapa rumus, tapi bagaimana cara menghitungnya?” tanya Xian bertubi-tubi. Dino menatap Xian dengan intens. “Titik masalahnya di mana? Kamu menanyakan cara menghitung? Anak SD saja tau bagaimana cara berhitung yang benar,” jelas Dino. Xian meremas tangannya dengan erat. Yang paling Xian benci adalah berhadapan dengan Prof Dino. Selalu saja melempar balik pertanyaan dengan pertanyaan dan pernyataan yang sulit untuk dicerna. “Maksud saya bukan seperti itu!” protes Xian. “Usahakan bertanya dengana pertanyaan yang berbobot!” “Baik, Prof.” “Saya akan menjelaskan secara singkat. Mohon pahami dan catat dengan baik, karena saya tidak akan mengulangi untuk kedua kali!” ucap Dino dengan tegas. Buru-buru Xian menyiapkan bolpoin dan buku catatannya. “Sudah siap, Prof!” ujar Xian. “Karat adalah hasil korosi, yaitu oksidasi suatu logam. Korosi atau proses pengaratan merupakan proses elektro kimia. Besi bertidak sebagai pereproduksi dan oksigen bertindak sebagai pengoksidasi. Oksigen ini bisa berupa air. Kalau pisau kamu cepat berkarat, bisa jadi karena setiap hari kamu rendam dalam air. Untuk rumusnya, bisa lihat di papan tulis sebelah kiri!” jelas Dino panjang lebar. Saking cepatnya Dino menjelaskan, Xian sampai tidak sanggup untuk mencatat. Dino melirik catatan Xian yang masih kosong, dia hanya tertawa sinis. Sedangkan Xian, sudah pasti memaki-maki dalam hati. Xian tau dari salah satu temannya, dulu saat menjadi Dosen, Dino juga menjadi Dosen yang paling dibenci karena sifatnya yang tidak pernah baik. Dino cenderung menyusahkan mahasiwanya dan sekarang menyusahkan anak magang. Sungguh irdonis bila bertemu dengan Dino. “Itu hanya garis besar soal pengaratan, Xian. Lebih jelasnya, nanti sore ikut saya ke tempat penelitian!” ujar Dino beranjak berdiri. Pria itu mengambil jas putihnya. “Kamu akan tetap di sini? Saya akan ke laboratorium.” Xian buru-buru keluar dari ruangan Profesor Dino. Profesor yang disegani karena kepiawaiannya dan selalu digadang-gadang menjadi profesor termuda. Dino memakai jas putihnya serta menyambar kacamata yang ada di meja. Moodnya sudah kembali saat Xian datang menemuinya tadi. Menurut Dino, Xian yang absurd sangat bisa menumbuhkan moodnya kembali. Xian berjalan menuju laboratorium sembari menulis di catatannya, dia mengingat segala ucapan Dino yang sangat cepat. Kalau dia tidak mencatat dan mengingatnya, akan sangat rugi karena Dino jarang-jarang mau memberikan materi. Dino lebih suka langsung praktek. Kalau anak yang kurang peka, tidak akan mendapat apa-apa kalau diajari Dino. Harus anak yang berinisiatif dan mau mencatatat sendiri tanpa diperintah. Dino menuju laboratoriumnya. Saat dirinya masuk, suasana yang semula sedikit gaduh menjadi hening. Dino tidak mempedulikannya, pria itu segera mengambil peralatananya dan mulai melakukan penelitiannya. Dino disibukkan dengan berbagai rumus kimia. Dulu waktu kecil, Dino pernah mengatai papanya yang seorang ilmuan. Bagi Dino, papanya hanya orang kurang kerjaan yang menendang bola saja harus dihitung. Namun, saat masuk ke sekolah dasar, Dino mulai tertarik dengan hitung-hitungan. Hingga pelajaran SMP yang menjadi favoritnya adalah fisika dan matematika. “Xian, bantu saya!” ucap Dino membuat Xian yang sedang mencatat, segera mendekat ke arah Dino. “Iya, Prof.” “Identifikasi dua cairan ini dengan benar!” titah Dino. Xian mencium cairan itu, tapi kepalanya lansung ditahan Dino. “Jangan asal cium cairan kimia, berbahaya!” tegur Dino dengan datar Xian terpaku, tiba-tiba pipinya memanas. Perempuan itu menganggukkan kepalanya dan menjauhkan kembali cairan berwarna putih. “Bukankah ini cairan asam citrun?” tanya Xian. “Hem!” Xian segera mengambil satu kertas kecil, menuliskan nama cairan itu dan menempelkan pada gelas. “Berani mencampur asam citrun dengan glyserin?” tanya Dino. “Buat apa, Prof?” “Bulan depan perusahaan ini mengelurakan produk makanan instan. Apa kamu tidak membaca latar perusahaan ini sebelum melamar menjadi anak magang?” Xian menggaruk tengkuknya. Dia tau kalau perusahaan ini adalah perusahaan besar dengan penanam modal asing. Di perusahaan ini selain bekerja sama dengan perusahaan industri pangan, juga mengeluarkan produk sendiri. Bukan hanya di bidang pangan, tapi juga di kebutuhan pokok. Di Gudang penyimpanan juga terdapat cairan carboxymethyl gellulosa yang biasa digunakan untik memproduksi sabun. “Saya tau betul, Prof,” jawab Xian “Kamu dan tim akan saya libatkan dalam peracikan produk baru ini. Kamu siap-siap mempelajari rumus pencampuran bahan. Saat kita berhasil, saya akan memberimu nilai terbaik,” jelas Dino. Xian tersenyum cerah. Dia menganggukkan kepalanya berkali-kali untuk berterimakasih
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN