“Tentu saja! Dan aku akan menjualmu ke mucikari itu pun, kalau kau laku!” sahut Tabah mengejek Clara.
Clara memanyunkan bibir, sambil melotot kepada Tabah. Ia tidak menjawab ejekan pria itu, karena sia-sia saja.
Perjalanan dilalui dengan keheningan tidak ada di antara mereka yang membuka percakapan. Dan untuk memecahkan keheningan itu Tabah memutar musik.
Sesampainya mereka di halaman kantor pengacara. Tabah dan Clara turun dari mobil tersebut. Keduanya berjalan beriringan masuk ruangan pengacara Tabah.
Keduanya duduk di depan meja pengacara yang sudah menunggu kehadiran keduanya.
“Terima kasih, kalian berdua sudah datang tepat waktu,” ucap pengacara itu.
Tabah hanya mengangguk saja tidak ada senyuman di wajahnya. Ia meminta kepada pengacaranya untuk menyerahkan dokumen yang harus mereka tandatangani.
“Aku tidak mempunyai waktu lama untuk berbasa-basi!” ucap Tabah dingin.
Clara menatap tidak percaya Tabah yang bersikap tidak sopan kepada pria yang jauh lebih tua dari dirinya.
Bukannya meminta maaf, karena sudah tidak sopan. Tabah justru cuek dan langsung menandatangani dokumen yang disodorkan ke hadapannya, setelah membacanya terlebih dahulu.
Setelahnya, ia menyodorkan dokumen tersebut ke arah Clara untuk ditandatanganinya.
Clara langsung saja menandatangani dokumen tersebut tanpa membacanya terlebih dahulu. Ia pun mendapat ejekan dari Tabah karenanya.
“Dasar gadis bodoh! Jangan pernah percaya begitu saja apa yang disodorkan di hadapanmu! Bisa jadi yang kau tandatangani tadi membahayakan dirimu. Isinya bisa saja sudah kuminta diubah menjadi kau kujual ke luar negeri untuk menjadi simpanan dari pria kaya!” ucap Tabah.
Clara langsung saja meraih dokumen itu dan tangannya terulur hendak merobeknya. Namun, tangan Tabah dengan cepat menahannya.
“Kau sudah menandatangani nasibmu di tanganku!” ucap Tabah pelan.
Clara langsung melotot dengan galak ia berkata, “Nasibku berada di tanganku sendiri!”
Senyum sinis tersungging di bibir Tabah ia mengatakan, kalau Clara sudah menandatangani nasibnya.
Pengacara yang sedari tadi diam saja, akhirnya menyela perdebatan keduanya. Ia mengatakan, kalau Clara tidak perlu khawatir apa yang dikatakan Tabah tidak benar.
Sesudah menerima salinan dokumen bagianya Clara mengulurkan tangan kepada pengacara itu. Ia kemudian, bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari ruangan tersebut.
Tabah mengikuti di belakang Clara. Ia berjalan dengan santai dan tidak terburu-buru. Namun, ketika dilihatnya Clara menuju jalanan dengan cepat ia menarik tangannya.
“Kau datang bersama denganku, begitu juga pulangnya!” Tegas Tabah.
Dengan kasar Clara lepaskan tangan Tabah yang memegang tangannya. “Aku bisa pulang sendiri, tidak perlu diantarkan pria jahat, sepertimu! Urusan kita sudah selesai!”
Clara kembali berjalan menuju trotoar menunggu angkot yang lewat. Ia tidak takut tersesat, karena ia sudah mengenal jalanan tersebut.
Tabah bukannya membiarkan Clara dengan bebasnya menunggu angkot. Ia justru menggotong badan Clara. Dan tangannya dengan seenaknya ia letakkan di atas p****t Clara.
Ketika Clara berontak hendak meloloskan diri. Tabah memukul pantatnya secara main-main. “Tenanglah, Clara! Kau tidak akan kujadikan tumbal.”
Clara pun diam ia lupa, kalau dirinya menghadapi Tabah yang keras kepala dan mau menang sendiri. Sesampainya di depan pintu mobilnya dengan satu tangannya yang bebas Tabah membuka pintu mobil tersebut.
Dihempaskannya tubuh Clara di jok mobil, seraya melayangkan tatapan yang memberikan peringatan kepada Clara untuk tidak coba-coba kabur.
Clara balas melotot ke arah Tabah dalam hati ia seharusnya menyiapkan semprotan cabe untuk berjaga-jaga, kalau berhadapan dengan Tabah bisa digunakannya.
“Senang melihat kau yang akhirnya bisa tenang.” Tabah menjalankan mobilnya menuju kampus Clara, tempat di mana ia menjemputnya tadi.
“Silakan turun!” Perintah Tabah, ketika mobilnya sudah berhenti di depan pintu gerbang kampus.
Tanpa disuruh dua kali Clara langsung saja membuka pintu mobil dan turun. Ia menutup pintu mobil itu dengan keras untuk menunjukkan, kalau dirinya marah.
Clara memasuki gerbang kampus menuju parkiran yang sudah sepi. Perkuliahan sudah banyak yang berakhir. Hanya ada sedikit saja motor dan mobil yang terlihat di parkiran tersebut.
Setelah duduk di atas motornya Clara pun menjalankan menjauh dari kampus. Ia mengendarai motornya dengan santai menuju rumah. Namun, ketika sudah beberapa menit mengendarai motornya, melalui kaca spion Clara merasa ada yang mengikutinya.
‘Bukannya itu mobil Tabah? Mau apa sih, tuh orang mengikutiku!’ gerutu Clara dalam hati.
Begitu warna lampu lalu lintas sudah berganti warna menjadi hijau. Clara langsung memacu motornya dengan kencang untuk menghindari Tabah.
Senyuman terbit di bibir Clara, ketika ia sudah melihat tikungan menuju komplek perumahannya. Ia pun menurunkan kecepatan motornya, karena merasa sudah aman dari kejaran mobil Tabah.
Senyuman di bibir Clara langsung hilang, ketika secara mendadak mobil yang dikemudikan Tabah berada di sampingnya. Clara dengan terpaksa mengerem mendadak, sampai-sampai terjatuh.
Tabah mematikan mesin mobil, lalu turun menghampiri Clara. Diulurkannya tangan untuk membantu Clara bangun dari jatuhnya. Namun, ditolak Clara.
Clara mengabaikan tangan Tabah, pria itu hanya berpura-pura saja membantunya, karena yang menyebabkan ia terjatuh justru pria itu.
Duduk di atas tanah berbatu, sambil mengurut kakinya yang terasa sakit, karena terluka. Clara berpura-pura tidak melihat Tabah yang mendirikan motornya, kemudian duduk di sampingnya, sambil menyodorkan air dalam botol mineral.
Tangan Clara langsung menepis botol air mineral tersebut sampai jatuh. Dengan mata yang menyorot marah ia berkata, “Sebenarnya apa sih, maumu? Seharusnya di antara kita sudah tidak ada hubungan lagi!”
Tabah menunjuk ke arah jari Clara, dengan tenang ia berkata, “Kau belum mengembalikan cincin yang kupinjamkan kepadamu!”
“Hah! Demi cincin ini kau mengejarku? Bukannya kamu memberikannya pada malam pernikahan kita? Anggap saja itu sebagai imbalan, untukku tutup mulut tidak menuntutmu!” sahut Clara.
“Tidak bisa! Harga cincin itu terlalu mahal tidak cocok untuk gadis miskin, sepertimu!” Tabah melototkan matanya ke arah Clara.
Clara dengan cepat bangkit dari duduknya di tanah mengabaikan rasa sakit di kakinya, Ia melepas cincin yang menurutnya model sederhana ternyata harganya selangit.
Dilemparnya cincin itu ke badan Tabah dengan suara tegas Clara mengatakan, kalau sekarang Tabah sudah tidak memiliki alasan apapun lagi untuk mengikutinya.
Dengan wajah yang dipenuhi amarah Clara duduk di atas motornya, Ia sudah bersiap untuk menjalankan motornya meninggalkan Tabah. Namun, sebelum ia sempat menjalankan motor tangannya dipegang Tabah.
Tabah menjejalkan tiga lembar uang berwarna merah ke tangan Clara. “Ini untuk biaya pijat dan juga mengganti spionmu yang pecah, kalau kurang kau bisa mengirimkan tagihan disertai nota ke perusahaanku!”
Clara menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya dengan cepat. Ia menunggu tenang dirinya terlebih dahulu, sebelum membuka suara.
Dilemparkannya uang yang tadi dijejalkan Tabah, ke arah wajah pria itu. “Aku memang orang miskin, tetapi bukan berarti kau bisa menghinaku sesukamu!”
Clara memutar kunci motor, lalu melajukannya meninggalkan Tabah dengan kesombongannya.
Sesampainya di rumah wajah marah Clara tidak iuga reda. Dan hal itu tidak luput dari perhatian Ayahnya.
“Apa yang terjadi denganmu?” Tanya Ayah Clara curiga.
Clara menyunggingkan senyuman tipis kepada Ayahnya. “Itu, Yah! Tadu aku keserempet mobil, sampai terjatuh. Dasar orang kaya sombong, bukannya meminta maaf, dia malah marah-marah.
Ayah Clara menghela napas dengan berat ia mengelus kepala Clara dengan rasa sayang, sekaligus sedih. Kehidupan mereka memang berubah drastis semenjak ia kena tipu rekan bisnisnya, sehingga usahanya menjadi bangkrut.
Menyadari, kalau dirinya telah membuat Ayahnya menjadi sedih. Clara langsung meminta maaf dan mengatakan, kalau apa yang tadi terjadi bukanlah masalah besar. Ia meminta ijin kepada Ayahnya untuk masuk kamar.
Sesampainya di kamar Clara langsung saja merebahkan badannya di atas tempat tidur. Masih terbayang di matanya wajah sombong Tabah yang tersenyum mengejek ke arahnya.
‘Aku akan bisa membungkam kesombongan Tabah! Dan lihat saja nanti, siapa yang akan tertawa,’ batin Clara.
***
Keesokkan harinya, Clara sudah berada di gedung serba guna kampusnya. Hari ini mereka akan mendapat kuliah umum dari alumni kampus mereka, yang sukses membangun bisnisnya di usia muda.
Begitu melihat siapa yang duduk di depan mereka semua, mata Clara melotot tidak percaya.
‘Astaga! Apakah dunia selebar daun kelor mengapa dia terus yang kulihat?’ batin Clara.