BAB 8 BERBOHONG

1355 Kata
“Ini! um …hanya cincin biasa saja! Ayah baru saja melihatnya, tetapi aku memang jarang memakai cincin ini, karena takut hilang soalnya sedikit kebesaran.” Clara mengangkat jarinya. Dan benar saja cincin itu memang tampak longgar di jari Clara. Ayahnya mengangguk, kemudian ia mengatakan, bahwa selesai makan nanti mereka akan bebincang serius. Mendengar apa yang dikatakan Ayahnya napsu makan Clara langsung hilang. Ia tidak mau bercerita, karena urusannya akan semakin panjang saja. Dan sudah pasti hal itu akan berpengaruh pada hubungan Ayahnya dengan keluarga Tabah. Clara menganggukkan kepala dengan lemah dan ia mengatakan, kalau ia sudah selesai makan. Ia bangkit dari duduknya keluar ruang makan tersebut. Diabaikannya panggilan Ayahnya, biar ia menghabiskan makanannya. Namun, ia tidak bisa memaksakan dirinya untuk makan. “Ayah ini! Kenapa tidak dibiarkan saja Clara selesai makan dahulu barulah Ayah mengatakan kepadanya untuk menceritakan apa yang terjadi dengannya!” Ibu Clara memasang wajah cemberut kepada suaminya. Ayah Clara menghela napas ia tahu, kalau apa yang dilakukannya tadi salah. Namun, ia sudah cukup bersabar, setelah tadi malam menunda untuk berbicara dengan Clara. Ia hanya ingin segala sesuatunya menjadi jelas dan tidak ada lagi hal yang mengganjal di hati. Memang benar pertunangan antara Clara dan Tabah batal. Dan sekarang ia membebaskan Clara untuk memilih jodohnya sendiri. Karena sudah jelas tidak ada yang sanggup melanjutkan makan mereka kembali. Kedua orang tua Clara bangkit dari depan meja makan dan keduanya pun berjalan menuju ruang tengah yang sederhana. Di sana tampak Clara yang sedang memainkan ponselnya. Dan ia terlihat begitu terkejut, ketika menyadari kedua orang tuanya sudah berada di dekatnya. Diletakkannya ponselnya di atas meja dan menyunggingkan senyum tipis ke arah kedua orang tuanya. “Mengapa Ayah dan Ibu cepat sekali selesai makannya?” Tanya Clara. Kedua orang tua Clara duduk di kursi dekat Clara. Ayah Clara batuk sebentar membersihkan tenggorokannya. Gurat wajahnya tampak muram. “Bisakah kau mengatakan kepada kami ke mana sebenarnya kau menghilang? Dan sekarang kau tidak akan bertunangan dengan Tabah, karena Ayah dan Ayah Tabah tidak akan melanjutkan rencana perjodohan kalian,” terang Ayah Clara. Wajah Clara berubah menjadi sendu. Ia merasa, kalau karena dirinya Ayah dan Ibunya mendapatkan hal yang tidak menyenangkan. Dan ia tidak mungkin mengatakan, pertunangannya dengan Tabah memang batal. Akan tetapi, mereka berdua sudah menikah. Clara menautkan jemari tangannya dan menundukkan kepala. Ia sadar, kalau dirinya berbohong untuk kebaikan semua orang. “Aku tidak tahu, tiba-tiba saja aku merasa belum siap untuk bertunangan. Dan aku merasa, kalau aku perlu menjauh demi menghindari pertunangan itu,” sahut Clara. Ibu Clara menggelengkan kepala dengan raut wajah kecewa. “Tahukah kamu! Dengan menghilangnya kamu, bukan hanya rencana pertunangan saja yang batal. Akan tetapi, persahabatan antara Ayahmu dan Ayah Tabah pun putus.” Ibu Clara diam sebentar ia tampak mengingat kejadian kemarin malam, dengan raut wajah sedih dan mata yang berkaca-kaca. “Dengan tidak hadirnya kamu telah membuat kami merasa malu dan direndahkan!” Clara terkesiap perasaan bersalah itu semakin menjadi. Ia berjanji dalam hati, kalau bertemu dengan Tabah akan menuntut balas atas apa yang telah diperbuat Tabah kepadanya dan keluarganya. “Maaf, maaf!” Hanya itu yang sanggup Clara ucapkan dengan suara bergetar. Digigitnya bibir, untuka mencegah isakan lolos dari bibirnya. Ia tidak akan menambah kesedihan kedua orang tuanya dengan menceritakan pengalaman pahitnya selama berada dalam penyekapan. Melihat suasana yang berubah menjadi mengharu biru Ayah Clara pun memutuskan untuk menyudahi saja bertanya kepada Clara. Ia tidak mau melihat dua orang wanita yaag disayanginya menangis. Yang terpenting bagi Ayah Clara melihat Putrinya itu sudah kembali dalam keadaan selamat dan tidak mengalami kekurangan apapun juga itu sudah lebih dari cukup. Clara menarik napas lega dalam hatinya ia merasa senang, karena terbebas dari pertanyaan kedua orang tuanya. Dengan alasan masih lelah Clara pamit masuk kamar. Sesampai di kamarnya Clara mengempaskan badan di atas tempat tidur dengan tengkurap. Dirasakannya ponsel yang ia letakkan di sampingnya bergetar. Ia lalu mengangkat ponselnya dan melihat, kalau ada notif pesan dari nomor kontak yang tidak dikenalnya. Namun, bukannya berhenti nomor kontak tidak dikenal itu justru melakukan panggilan telepon. Dengan raut wajah kesal Clara mengangkat panggilan telepon tersebut, dengan maksud untuk menegur orang itu. Begitu sambungan telepon tersambung belum sempat Clara membuka suaranya. Seseorang yang berada di ujung sambungan teleponlah yang lebih dahulu membuka suaranya. “Kenapa lama sekali baru kau angkat teleponku! Cepat keluar, aku menunggumu di pinggir jalan dekat rumahmu!” Bentak suara yang sudah dikenali Clara. Clara langsung menjauhkan telepon dari telinganya begitu mendengar suara Tabah yang nyaring. “Kalau kau bukan pengecut, jemput aku di depan pintu rumahku!” Sambungan telepon langsung saja ditutup Clara. Ia tidak mau menuruti permintaan dari pria kasar, seperti Tabah. Dan ia juga tidak mau lagi berurusan dengan pria itu dan keluarganya. Merasa tidak yakin, kalau Tabah akan berani memenuhi tantangannya. Clara memejamkan mata. Namun, baru saja matanya terpejam pintu kamarnya diketuk dari luar. Dengan wajah mengantuk, sambil sesekali menguap. Clara turun dari tempat tidur menuju pintu kamarnya. Begitu dibuka tampak Ibunya memasang wajah cemas. “Clara, ada hubungan apa sebenarnya antara kamu dan Tabah? Mengapa ia sekarang mencarimu dan sedang berbicara dengan Ayamu! Ia mengatakan, kalau kalian sudah memiliki janji.” Mata Clara langsung membola ia menatap tidak percaya kepada Ibunya. “Benarkah, Bu? Kupikir Tabah hanya becanda saja mengatakan ingin bertemu denganku.” Bergegas ia keluar kamar meninggalkan Ibunya, Ia tidak mau sampai terjadi perdebatan antara Ayahnya dan Tabah. Sesampainya ia di ruang tamu dapat didengarnya, kalau Ayahnya keberatan Tabah mengajak keluar Clara. Namun, kalau Clara sudah setuju ia tidak akan menentangnya. Hanya saja ia mengingatkan kepada Tabah untuk tidak bermain-main dengan Clara. Clara menghampiri keduanya, sambil berdehem untuk menyatakan, kalau dirinya sudah datang. Benar saja Ayahnya dan Tabah langsung menoleh begitu melihat kedatangannya. “Apakah kau sudah lama menungguku?” Tanya Clara, sambil melayangkan tatapan tajam ke arah Tabah. Tabah langsung bangkit dari duduknya dan mengatakan kepada Clara, kalau dirinya baru saja sampai. Ayah Clara menatap curiga kepada keduanya. Ia merasa heran, sebenarnya ada hubungan apa di antara keduanya. Ia pun mengijinkan kepada Clara dan Tabah untuk pergi, dengan peringatan tegas diberikan kepada Tabah, agar dirinya mengembalikan Clara dalam keadaan baik-baik saja. Setelah keduanya berada di dalam mobil Tabah, Clara bertanya kepada pria itu, “Kenapa kau ingin berbicara denganku? Bukankah, kita sudah sepakat untuk tidak saling bertemu lagi!” Tabah tidak menjawab pertanyaan Clara ia mengemudikan mobilnya ke jalan raya yang ramai. Tidak ingin mengganggu konsenterasi Tabah mengemudi di tengah perjalanan yang padat. Clara menahan diri untuk membuka mulutnya. Dalam hati Clara sudah siap, kalau Tabah menurunkan dirinya di sembarang tempat. Diamatinya jalanan yang mereka lalui. ia tidak mau kejadian tadi malam terulang kembali. Setelah selama beberapa saat hening terdengar Tabah membuka suara. “Aku akan mengajukan beberapa hal kepadamu! Akan tetapi, aku akan mengatakannya nanti, kalau kita sudah sampai di tempat tujuan!” Clara menggerutu, kalau ia tidak akan menyetujui begitu saja apa yang menjadi tawaran Tabah, karena dirinya tidak mau berada dalam situasi yang bisa membahayakan dirinya lagi. Ssampainya mereka di sebuah pondok makan, yang terletak di pinggir jalan, dengan pemandangan alam pedesaan yang menyejukkan. Keduanya pun turun dari mobil memasuki pondok tersebut. Tabah terlihat berbicara kepada salah seorang pelayan yang menyambut kedatangan mereka dengan ramah. Ternyata Tabah sudah melakukan reservasi di tempat makan ini. Mereka diantarkan menuju sawung, yang terletak tidak jauh dari pondok utama. Sawung tersebut telah didekorasi sedemikian rupa, sehingga tampak indah dan nyaman. Setelah mereka berdua duduk pelayan yang mengantarkan keduanya menyodorkan buku daftar menu kepada keduanya. Selesai mencatat pesanan Tabah dan Clara, pelayan itu pun pergi meninggalkan keduanya. “Yakin sekali kau, kalau aku akan menerima ajakanmu!” ucap Clara. Tabah menatap Clara lekat dan menjawab, “Tentu saja, karena aku tahu kau pasti penasaran dengan apa yang akan kukatakan!” Clara mendengus tidak suka. Ia tidak akan mengakui, kalau tebakan pria itu benar. Dan dirinya juga tidak akan membiarkan Tabah semakin sombong. “Cepatlah katakan apa maksudmu dengan mengajakku ke sini?” sahut Clara tidak sabaran. Mata Tabah menyorot tajam dengan rahang yang mengetat, sepertinya ia tidak suka, kalau dirinya didesak Clara. “Aku mau kau menandatangani surat perjanjian bermaterai, kalau kau tidak akan menuntutku. Dan sebagai imbalan aku akan memberikan uang dalam jumlah besar kepadamu!” ucap Tabah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN