Beginning
Bunyi alarm mengagetkanku. Ah, gelagat tak mau semakin mendukung keinginanku menarik selimut lagi dan memperpanjang selancaranku menuju pulau mimpi. Sembari mata ini terpejam, terus terbayang kejadian itu. Kejadian yang membuat tidurku semakin tak nyaman.
‘ kawan.’
Kalimat-kalimat itu terus-menerus terngiang. Semakin aku mencoba melanjutkan tidurku, semakin terdengar jelas. Apasih? Ganggu terus ih, sebell. Mencoba menutup telinga agar tak semakin jelas, yang sebenarnya tak membantu sama sekali akupun berusaha untuk menggeliat. Namun, seketika guntur membangunkanku.
“arobik!!aerobik!!! banguun!! Banguun!! Hari ini yang piket bang gos!! Bangun!!” suara menggelegar khas dari kawan sejawatku yang selalu menjadi alarm alami nan mujarab untuk membuat kami beranjak dari tidur nyenyak.
Akupun menuju kamar mandi, guna menyeka wajahku sesaat yang sebenarnya telah terseka. Sembari mengusap wajah perlahan, ngiang yang kudengar saat tidur semakin terdengar jelas. Suara ini seperti berada didekatku, bahkan seakan dalam tubuhku walaupun kuyakin ada pada sekelilingku.
‘apaan sih ini, pergilah suara. Aku mau cepat-cepat sebelum terkena amukan bang gos!’ gumamku menggerutu.
“tenang saja, bang gos hari ini berhalangan, yang piket digantikan. Percaya denganku”
Deg. Seketika bulu kudukku berdiri. Bagaimana bisa suara itu menjawabku, sedang aku menggumam lirih, sangat lirih. Mungkin hanya aku saja yang bisa mendengar suaraku sendiri. Ada apa ini, suara apa itu?
“hey tenang. Aku tak seperti yang kamu bayangkan kok” suara itu semakin mendekat, dan tepat berada samping kiriku. Sejujurnya, aku takut. Namun, rasa penasaran ini mengalahkan ketakutanku.
Kumencoba melirik, sangaat pelan kearah kiriku berharap ini hanya halusinasiku saja. Dan tebak apa yang terjadi padaku, Seketika aku berteriak hampir tak bersuara dan entah apa yang terjadi selanjutnya. Aku sudah tidak ingat lagi. Semuanya gelap.
***
“bangun na. Kamu baik-baik aja kan?” gadis berpostur tinggi menyadarkanku sesaat. Sembari membenarkan letak pin-pin di bajunya, dengan menghadap cermin tepat disampingku.
Tunggu dulu, aku dimana? Hal terakhir yang kuingat adalah aku berada tepat di depan pintu kamar mandi asramaku ini. Dan sekarang, kenapa tiba-tiba aku ada di kasur? Pake segala dibangunin Rere lagi.
“hey, na! Kamu kenapa sih?” kali ini Rere menyadarkanku sembari menatapku heran. Gestur tubuhnya yang bidang dengan dahinya yang mulai mengerut semakin meyakinkanku akan keraguanku ini.
“ hmm... re, terakhir kali, kamu nemuin aku dimana?” tanyaku sesaat dengan mulut setengah terkatup, ragu akan pertanyaanku sendiri yang kukira akan menjadi hal yang aneh didengar Rere.
“ hellow?? Tolong deh na. Dari tadi malam kamu tu kayak mayat tau! Gak berubah tempat kok. Di kasuuur aja!” kedua tangan bersedekap dan alis yang bertaut satu sama lain khas rere semakin membuatku meragukan diriku. Dengan kepala yang serasa makin sakit saja, aku berfikir keras.
“Bagaimana bisa? Jelas jelas aku bangun tadi subuh buat aerobik. Mana udah jam lima! Apa aku TK[1] aerobik re? Tapi kalo aku TK pasti udah bermandi keringet sekarang. Secara kan yang piket bang gos. Beneran aku ga dari kamar mandi kan? Re?”
kali ini wajah Rere mulai mencondongkan ke tubuhku yang setengah berbaring. Ia menggeleng perlahan, kemudian meletakkan telapak tangannya pada keningku sembari mengucap “ kamu udah kangen rumah ya wahai Natania Ayudi Wahyu?? Tolong aja nah. Hari ini minggu na... manaada aerobik hari ini. Ngaco kamu tuh! Mungkin udah kangen berat kah sama Bang Gos? Bah ngeri betul kamu ni, ckckck. Tau ai kamu tuh pengen betul ketemu bang gos, tapi gak sampe kebawa mimpi laah” Rere mulai mengeluarkan logat khas kalimantannya. Bisa dipastikan, saat ini dia sangat yakin dengan perkataannya yang baru saja ia selesaikan beberapa detik yang lalu. Dan, itupun membuatku menggulingkan badanku ke kasur dan menggerutu.
“ udah udah. Mandi sana, ganti bajumu, kamu udah SSB[2] kan? Cepetan bentar lagi menza[3] pagi tuh. Jangan sprint lagi loh ya. Aku berangkat duluan, aku piket soalnya hari ini. Dan inget ya na! Jangan sampai aku menyelundupkanmu lagi masuk menza. Inget!” Rere beranjak dari kasurku dan merapikan seragamnya, berucap sembari menjumput sepasang sepatunya, dan tak lupa sepasang sendok garpu di tas mungil tempat segala macam barang yang untuk anak seperti rere, pasti banyak isinya.
“eh re, tunggu! Aku masih ga percaya, tunggu dulu, re! Aish! Beneran ada yang aneh deh sama aku” teriakku yang pastinya gak akan di dengar rere, karena bisa dipastikan ia sudah melangkan jauh dari pintu kamar kami, dengan langkahnya yang sangat panjang dan sangat cepat. Maklum, tuntutan pekerjaan.
Ya, Rere adalah petugas bagian keamanan. di asrama kami, bagian keamanan ibarat polisi. dan harus menyeimbangkan ketiga aspek. dari akademik, penampilan sampai kedisiplinan. maka tak heran, kalau Rere; rommate-ku sangat mengganggu dengan segudang peringatan yang sangat sering dilontarkan kepadaku. dan sebenarnya itu sangat membantunya dalam melaksanakan segala hal, terutama dengan masalah disiplin asrama. selain itu, paras cantiknya yang mampu menyihir semua mata pun juga tak luput dari keletihanku selama ini. para perjaka sangat menginginkan dekat dengannya, namun terkesan minder. maklum, cantik tapi galak, fikir mereka. akhirnya, hanya aku yang menjadi sasaran cowok-cowok itu. bukan untuk ditembak tentu saja, pastilah jadi tukang pos.
Aku mulai beranjak dari kasurku. Kurapikan seadanya, demi agar Rere tak mengamuk lagi padaku. Sedetik kemudian aku mengambil handuk, dan bersiap untuk ke kamar mandi, melaksanakan segala jenis hajatku di dalam sana. Sesaat sebelum masuk, ke kamar mandi, bayangan cermin depan kamar mandi asrama memantulkan kalender, menunjukkan tanggal 12. Hari minggu. Dan yang diucapkan Rere benar, kejadian aerobik itu hanyalah halusinasi ketakutan berlebihanku pada bang Gos. Ah sudahlah, sambil menepuk dadaku aku meyakinkan diri bahwa semua itu hanya mimpi, mimpi yang terasa nyata. Mungkin, efek capek? Aku tidak tahu pasti. Yang kutau, kali ini aku harus benar-benar sadar atas apa yang kulakukan. Dan bahwa hal-hal yang begitu tidak mungkin terjadi padaku. Halusinasi. Hanya halusinasi.
Dan seharusnya aku tak berfikir seperti itu.
***
[1] TK : Tanpa Keterangan/alpa
[2] SSB : Semir, Setrika Brasso, rutinitas penghuni asrama untuk merapihkan penampilan seragam
[3] Menza : Ruang Makan