setelah diantar Ares menuju tempat kerjanya, Jaira sedikit kebingungan karena melihat keadaan ruangan yang sangat jauh berbeda dari ekspektasinya.
tidak lama kemudian seorang wanita berpakaian OB masuk, jika di lihat dari wajahnya, mungkin wanita itu berumur setengah abad.
"kamu, sini!" tunjuk ibu itu menunjuk tepat kearahnya.
"aku?" tanya Jaira sambil menunjuk ke dirinya sendiri.
"iya, kamu pikir ada orang lain di sini?!" ucap ibu office girl ketus.
wanita itu memperkenalkan dirinya tanpa berjabat tangan. dengan masih memasang wajah bingung, Jaira tersenyum kikuk lalu memperkenalkan dirinya juga.
dia menatap Jaira dari atas ke bawah dan tidak lama wanita itu mendengus. "kamu ini mau bekerja atau apa?" tanyanya yang membuat Jaira semakin dibuat bingung.
apa ada yang salah dengan pakaiannya? Jaira berpikir dia telah memakai pakaian yang pantas.
wanita yang menyebut namanya Tina itu hanya menggelengkan kepalanya, lalu sedetik kemudian dia pergi untuk mengambil sesuatu di dalam ruangan kecil masih di ruangan itu.
tidak lama kemudian dia kembali dan langsung memberikan barang-barang itu pada Jaira.
ada alat pel, sapu, alat pembersih kaca, ember, dan sebuah pakaian yang sama dengan yang Tina pakai. untuk apa barang-barang ini diberikan padanya? pikir Jaira.
"maaf, kenapa Ibu memberi aku ini semua?" tanya Jaira sudah sangat bingung dengan apa yang terjadi.
"aish! kenapa pak Ares merekomendasikan wanita bodoh seperti kamu." cibir Tina.
"apa?" pekik Jaira, dia benar-benar terkejut dengan apa yang dia dengar.
jadi maksudnya dia bekerja sebagai OB di sini? pantas saja Ibu itu menatap aneh padanya, pikir Jaira.
"cepat ganti pakaian kamu. Setelah itu buatkan kopi untuk bos." perintah Tina dengan ketus lalu pergi meninggalkan Jaira yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Ares!!" teriak Jaira menghentak-hentakkan kakinya kesal.
jika saja dia tahu pekerjaan yang di maksud sahabatnya itu sebagai OB, mungkin dia tidak akan mau menerimanya. Bagaimana pun dia anak tunggal Wilson, CEO sekaligus pemilik dari perusahaan besar LAVINA GROUP, sama saja ini penghinaan besar untuknya.
"Jaira! cepat!!" bentak Tina.
belum satu hari wanita itu bekerja, tapi sudah membuat Tina naik darah.
"I-iya." pada akhirnya tetap saja Jaira menurut dan bergegas menuju dapur yang sudah di sediakan.
sudah hampir sepuluh menit Jaira hanya diam memandangi dispenser dan toples-toples yang berjajar, dia bingung harus mulai dari mana. selama hidupnya ini pertama kalinya dia akan membuat minuman berkafein.
"astaga! apa yang kamu lakukan?" tanya Tina dengan gemas.
awalnya dia ingin memeriksanya karena sudah berapa kali bosnya itu meminta kopinya yang tidak kunjung datang.
Jaira hanya bisa mengusap tengkuknya, dia benar-benar bingung harus berbuat apa.
jika dia jujur tidak bisa menyeduh kopi, pasti Bu Tina akan sangat marah dan bisa saja Jaira akan kehilangan pekerjaannya sekarang juga.
"Tunggu! bukankah tadi jelas-jelas dia tidak ingin bekerja sebagai OB? untuk apa dia takut di pecat? dasar Jaira si wanita labil.
"jangan bilang kamu tidak bisa membuatnya?" tanya Tina penuh selidik.
Jaira langsung mengerjap dan menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"bisa, kok." ucap Jaira.
"ya sudah, cepat!" bentak Tina lagi.
"aish! kamu ini." lanjut Tina menggerutu.
huh!
terdengar helaan napas dari bibir mungilnya. Jaira memandang pintu di depannya, memikirkan bagaimana wajah dari bos yang katanya terdengar sangat galak.
tua dan yang pasti kalah tampan dari Papinya, pikir Jaira.
Tok tok tok!
"masuk." perintah seseorang dari dalam sana.
Jaira masuk dengan membawa secangkir kopi pesanan bosnya. Dia sedikit melongo saat melihat penampilan orang di depannya itu, sungguh jauh berbeda dari dugaannya.
satu kata yang menjabarkannya, perfect.
"apa yang kamu pikirkan, Jaira." gumam Jaira dalam hati mencoba menepis pikiran yang bersarang di dalam kepalanya.
"ini kopinya, pak." ucap Jaira sedikit sungkan dengan panggilannya itu.
bagaimana tidak bosnya itu masih sangat muda tidak seperti pikirannya, mungkin usianya tidak lebih tua dari dirinya.
"puih! kopi apa ini?" Daren seketika mengebrak meja sambil menyemburkan kopi yang baru saja dia cicipi.
Jaira terperanjak melihat kemarahan bos tampannya itu. kedua kakinya sampai gemetaran saking takutnya.
selama hidupnya baru kali ini dia di bentak seperti itu, bahkan Papinya yang tegas sekalipun tidak pernah membentaknya separah ini.
Daren menatap tajam ke arahnya. Jaira setuju dengan omongan orang-orang di sini kalau bosnya itu sangat menyeramkan ketika marah.
Tok tok tok!
"maaf, pak." ucap Ares langsung masuk tanpa dipersilahkan terlebih dulu. dia takut Jaira kena marah bosnya, dan benar saja Jaira hampir saja menangis jika Ares tidak cepat datang membantunya.
"maaf pak, dia OB baru di sini." ucap Ares mengenalkan sahabatnya.
"kenapa orang seperti dia bisa bekerja di sini?" ucap Daren mencibir, sambil masih menatap tajam ke arah Jaira. sedangkan yang ditatap semakin menundukkan kepalanya.
"saya benar-benar minta maaf, pak." bukan Ares yang berbicara melainkan Jaira yang sekarang ini menatapnya dengan ragu.
"Ares, sekarang kamu boleh kembali ke ruangan kamu." ucap Daren memerintah pada Ares.
Ares memegang tangan Jaira berniat akan membawanya ikut bersamanya, tapi tiba-tiba perkataan bosnya itu menghentikan langkah mereka.
"kamu tetap di sini. " ucap Daren menunjuk pada Jaira.
"tapi, P--"
"sudah tidak apa-apa." bisik Jaira pada Ares.
Ares mengangguk lalu dengan langkah berat meninggalkan sahabat dan bosnya berdua.
dengan susah payah Jaira menelan salivanya ketika Daren berjalan mendekatinya. dia bisa melihat jelas wajah tampan sekaligus tatapan menyeramkan Daren pada jarak sedekat itu.
"jangan macam-macam." pekik Jaira tertahan sambil terus melangkah mundur.
"minum!" perintah Daren memberikan gelas yang tadi Jaira berikan pada Daren.
"apa?" tanya Jaira terkejut sambil membuka lebar matanya.
"minum!" ulang Daren dengan tegas.
Jaira menatap gelas kopi yang sudah berpindah tangan ke tangannya itu dengan perasaan takut.
"minum!" bentak Daren pada akhirnya.
Dengan gerakan refleks Jaira meminumnya dan langsung menyemburkannya kembali. Ekspresi wajahnya tidak berbeda jauh dengan ekspresi Daren tadi.
"puih! asin." ucap Jaira sampai merinding membayangkan rasanya.
Daren memberikan senyum evilnya.
"habiskan!" ucap Daren sedikit menekan suaranya.
Jaira membelalakkan matanya dengan lebar, apa bosnya ini titisan iblis atau semacamnya? kenapa dia begitu kejam? sangat berbanding terbalik dengan wajahnya yang tampan seperti dewa dari Yunani.
"kamu ini Jaira, belum satu hari bekerja sudah membuat masalah dengan pak Daren." ucap Tina sambil menunjuk-nunjuk tangannya ke wajah Jaira seperti seorang senior kampus yang sedang mengospek juniornya.
"maaf mengganggu, saya ingin berbicara dengan Jaira." ucap Ares meminta izin.
"beruntung penyelamat kamu datang, kalau tidak..." ucap Tina menggantung kalimatnya dan berlalu pergi meninggalkan Jaira dan Ares berdua.
Jaira menatap sedih ke arah sahabatnya, dan tidak lama kemudian dia mulai menangis dengan cukup keras seperti bayi. Dia bukan seorang wanita yang bisa menyembunyikan perasaannya. jika sedih dia akan langsung menangis tanpa rasa malu.
"Cup cup cup." ucap Ares mengelus puncak kepala Jaira dengan harapan tangisnya berhenti.
namun bukannya berhenti menangis, tangisan Jaira malah semakin keras.
"aku gak terima." ucap Jaira disela isak tangisnya.
"apa kamu ingin berhenti?" tanya Ares dengan hati-hati karena takut menyinggung perasaannya.
"nggak!" pekik Jaira sambil menyeka sisa air matanya.
Ares mengangkat alisnya, sedetik kemudian dia tersenyum sambil menepuk pelan punggung tangan Jaira.
"Ok, apapun yang membuat kamu nyaman." ucap Ares.
"makasih, Ares." ucap Jaira sambil tersenyum manis.
aku akan membalas kamu, bos evil tampan.