Ketika Ahmad sudah mulai terlelap, Rey coba menarik pelan-pelan tangannya yang di genggam Ahmad. Ia langsung terkejut dan kembali mempertahankan tangan Rey, ia masih enggan melepas tangan Rey karena merasa ada sesuatu yang membuat Ahmad merasa nyaman.
Sementara Rey sudah merasa pegal dan mulai kesemutan tangannya. Ia coba lagi perlahan-lahan mengajak bicara si Ahmad. Belum sempat dia jawab, si Ahmad sudah berteriak histeris ketakutan. “Dia datang, dia datang … dia datang” teriak Ahmad ketakutan. Rey dan teman-teman sedikit terkejut dan mencoba melihat sekeliling kamar. Memang tidak ada apa-apa hanya ada perubahan hawa dan bau di kamar ahmad.
Hawanya terasa panas di kamar Ahmad, ditambah lagi bau khas bunga melati dan itu sangat menyengat di hidung. Rey sudah mulai merinding, sementara ada beberapa teman yang keluar karena ga kuat menghadapi situasi dikamar tersebut. Sisa Rey dan beberapa teman saja yang coba bertahan di kamar tersebut.
Rey lalu berpesan pada teman-teman yang ada didalam, agar jangan ada yang berpikiran kosong, semuanya berdzikir. Si Ahmad makin kuat memegang tangan Rey karena ia benar benar ketakutan. Rey pun merasa agak kesakitan, namun masih bisa memaklumi karena kondisinya. Secara mengejutkan pintu kamar Ahmad terbuka lebar karena ditiup angin, seperti ada sesuatu yang masuk.
Semua terkejut, dan ada teman Rey yang panic dan tiba-tiba Rey kepikiran (alm) abahnya. Rey langsung ijin pamit sebentar dengan teman-teman dikamar Ahmad, tapi mereka ga menijinkan, berusaha menahannya, agar tetap dikamar tersebut. Takut si Ahmad nanti mencari ia lagi. Rey lalu menjelaskan tujuan pamit tadi. Setelah mendengar penjelasannya, mereka pun mau mengerti.
Rey langsung bergegas keluar kos. Kebetulan jarak wartel dari kosnya tidak terlalu jauh, masih bisa ia tempuh dengan jalan kaki. Rey pun agak panic juga mau menelpon abahnya. Apalagi hari masih siang begini, takut mengganggu waktu istirahat beliau. Ia paham betul jika abahnya istirahat, tidak ada yang berani mengusik. Ibarat kata jangan pernah mengusik harimau yang lagi tidur.
Ternyata dugaannya salah, abah tidak terusik dengan telpon Rey, melainkan orangnya tidak di tempat. Rey lalu menitip pesan kepada orang rumah agar segera menyampaikan pesannya jika abah sudah dirumah. Rey semakin bertambah gusar. Kemana si abah, dalam kondisi begini ia sangat membutuhkan saran beliau.
Kembalilah Rey ke kos dengan tergesa-gesa. Setibanya di kamar Ahmad, anak-anak sudah pada ngomel. “Lamanya kamu Rey, darimana aja sih, teman lagi gawat gini …” mulai terdengar salah satu omelan teman Rey. “Iya maaf, aku tadi ada keperluan mendadak” ia balas pertanyaan tersebut dengan jawab sekenanya agar tidak banyak pertanyaan lagi. “Gimana kondisi Ahmad” Rey mencoba alihkan pembicaraan.
“Masih tetep Rey, tadi dia meronta-ronta kesakitan sambil memanggil-manggil namamu…” kata Edo dengan raut wajah sedih dan lelah. “Gimana tadi urusanmu wal, sudah ada kabar??” tanya Edo lagi penuh harap. Rey hanya menarik nafas dan menggelengkan kepalanya. “Belum ada hasil do” jawabnya.
Tak berapa lama terdengar suara orang kos memanggil-manggil nama Rey. “Rey ada telpon dari Kalimantan” terdengar suara itu dengan lantang memanggil namanya. Rey dengan sumringah melihat ke arah Edo dan teman-teman yang lain. Harapannya semoga ini kabar baik. Segera ia raih gagang telpon umum di kosnya. Terdengar suara khas yang penuh wibawa disebrang sana. Ya suara itu adalah abahnya Rey, orang yang paling ia segani dan hormati semasa hidupnya.
“Abah tadi dari situ nak ai” kata abah. [hmmm sudah ku duga] batin Rey. “Ikam dampingi aja temanmu itu, lagian sudah ada juga ‘yang bantu’ ikam disana” timpal Abah lagi.
Deg..deg..deg..deg
Apa yang dimaksud abah, ada juga yang bantu tadi? dalam hati Rey mulai gugup. “Siapa yang bantu itu Bah?” tanya Rey penuh penasaran. “Sudah ikam secepatnya jagai teman ikam itu, sudah ditunggu tu, nanti Abah bantu juga dari sini” pesan sang Abah sambil menutup telpon di penghujung bicaranya.
Belum selesai ia menaruh gagang telpon tersebut, dari kejauhan terdengar lagi suara memanggil namanya. “Rey, Rey … buruan kesini” teriak seorang teman dari kamar si Ahmad. Rey langsung menaruh gagang telpon dan bergegas kembali ke kamar Ahmad tadi. Setibanya di kamar tersebut, terlihat si Ahmad sudah dipegangi teman-teman sambil meraung-raung kesakitan.
Ajaibnya lagi ketika Rey mencoba mendekat, si Ahmad langsung tenang, seakan-akan tunduk padanya. Teman-teman kembali memandang Rey dengan penuh keheranan. “Udah jangan tuduh macam-macam ya, aku sendiri juga ga tau kenapa nih … ” ia mencoba menjawab keheranan mereka.
Sementara hari mulai semakin di tinggalkan sang mentari. Tanpa terasa waktu mulai beranjak malam. Kegelisahan mulai menghantui semua penghuni kos. Mereka tak luput dari rasa takut dan gelisah. Semua sudah kelelahan seharian bersama-sama menjaga si Ahmad. Rey dan Edo pun tak luput dari kelelahan itu.
Rey pamit lagi dengan teman-teman untuk mandi dan makan sebentar. Lagi-lagi mereka berpesan agar ia jangan lama-lama meninggalkan mereka dengan Ahmad. Rey paham dengan kondisi mereka juga, ia menjawab agar mereka bisa tenang ketika ia tinggalkan, “tenang men, aku mandi bebek aja, makan udah nitip juga dengan para junior tadi”.
Rey pun bergegas kembali ke kamarnya dan meraih handuk serta perlengkapan mandi. Sedang asyik-asyiknya mandi, dari luar terdengar suara pintu kamar mandi di gedor orang “dok dok … dok dok … Rey kamu didalam mandikah?” Rey pikir anak-anak sedang bercanda, dengan kesal ia jawab “ga lagi tidur bro … emang kenapa sih?”
“Buruan Rey, si Ahmad Rey bla bla …” panjang lebar kata suara itu menjelaskan kondisi Ahmad. Rey yang mendengar nama Ahmad ada disebut, rasanya seperti kesetrum. Langsung ia percepat mandinya tanpa ia banyak jawab lagi suara itu.
Ketika selesai mandi ia tak lagi melihat teman yang memanggilnya tadi. Malahan ia dilihatkan sesuatu yang tak lazim. Sesosok yang jalannya tidak normal, ia tak menyentuh tanah sama sekali seperti angin. “Astaghfirullah … apa itu?” dalam hati Rey. Ia coba tak menghiraukan penglihatan tersebut dan langsung menuju ke kamarnya untuk berganti pakaian. Lalu bergegas kembali ke kamar Ahmad.
Terlihat dari jauh anak-anak mulai ketakutan dan menanti diluar sambil mengamati dalam kamar Ahmad. “Lho kenapa mereka tidak didalam menjaganya?” dalam hati Rey bertanya-tanya. Ia pun menambah cepat langkahnya. Ketika sudah mendekat, ia tak menyangka bisa melihat pemandangan yang luar biasa anehnya.
Tubuh si ahmad melayang layang seperti layangan putus yang limbung. “Astaghfirullah…” jerit Rey. “Kenapa Ahmad Do?” tanya Rey pada sahabatnya Edo. “Entah Rey, tadi dia menjerit-jerit lagi, dan tiba-tiba perlahan-lahan tubuhnya naik melayang, aku dan anak-anak ga berani mendekat, jadi kami lihati dari luar aja Rey” jawab Edo terlihat semakin cemas.
Entah siapa yang menggerakkan, tiba-tiba ada dorongan pada tubuh Rey untuk bergerak masuk ke dalam kamar Ahmad. Begitu ia mendekat disisi Ahmad, seketika itu juga tubuh Ahmad terhempas ke bawah. Namun Ahmad masih belum juga sadar. Sejenak Rey bingung apa yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan sahabatnya. Rey lalu menyuruh teman-temannya masuk. Mereka mencoba diskusikan lagi mengenai kondisi Ahmad.
“Ok malam ini aku yang temani Ahmad, kira-kira siapa yang bersedia temani aku?” sengaja Rey melempar pertanyaan pada mereka, sekaligus menguji kesetia kawanan mereka. Ada yang tidak bersedia dengan berbagai macam alasan, ada juga yang memang ga bisa karena ada urusan. Dan akhirnya Edo lagi yang mengajukan diri “aku aja Rey, biar bagaimanapun Ahmad adalah sobat karibku, kita berdua aja wal” kata Edo penuh semangat.
“Kamu yakin Do, bukannya semalam kamu sudah jaga Ahmad?” kataku. “Aku ga mau nanti menyesal dibelakang hari kalau terjadi apa-apa dengan sahabatku, termasuk ikam Rey” kata Edo dengan mimic serius. “Beh lah kampret omongan ikam nih, tumben kam kali ini bisa melo gitu bro…” canda Rey pada Edo. Ia mengerti maksud omongan Edo, tujuannya agar teman-teman yang tidak mau membantu bisa sadar akan arti persahabatan. “Ya udah yang lain boleh kembali ke kamar masing-masing, biar kami yang menjaga Ahmad” kata Rey pada anak-anak yang lain.
Selagi Rey asyik mengobrol dan bercanda bersama Edo, sambil ia perhatikan kondisi Ahmad. Keadaannya masih tetap sama, masih sering mengigau. Tanpa terasa waktu semakin larut malam. Situasi di kos pun sudah mulai sepi. Edo tiba-tiba seperti merasa ketakutan. Rupanya dia teringat kejadian semalam. “Kenapa Do? Kok sepertinya ketakutan begitu?” tanya Rey melihat temannya mulai gelisah. “Aku inget kejadian semalam sama Adi, aku kira itu Adi lho wal” kata Edo lagi. Pantas aja ketika kuajak dia ngomong kok selalu diam, kampret memang kok ” timpal edo kesal.
“Sudah gitu bau badannya ga enak banget lagi, cuma aku ga berani tanya soal itu, takut Adi tersinggung, hehehe” canda Edo. Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar Ahmad ada yang mengetuk. Tok tok tok … tok tok tok … sangat jelas suara itu berkali-kali di ketuk dari luar. “Siapa?” tanya Rey dari dalam. Tok tok tok … tok tok tok … kembali ketukan itu berbunyi tanpa mau menjawab pertanyaan Rey. “Masuk aja, ga dikunci kok …” timpal Edo.