Kembali Ke Tanah Air Indonesia

1014 Kata
"Боже мій, Хаді, ти так задушився. З вами все гаразд? Bozhe miy, Khadi, ty tak zadushyvsya. Z vamy vse harazd?" tanyaku dengan memberikan segelas air putih untuknya. (Ya ampun Hadi, kau sampai tersendak seperti itu. Kau tidak apa-apa?) "Дякую, що дав мені води, ти дуже добрий Адріан. Я подавився, тому що кімчі був занадто гострим, Dyakuyu, shcho dav meni vody, ty duzhe dobryy Adrian. YA podavyvsya, tomu shcho kimchi buv zanadto hostrym," keluh Hadi dengan tersenyum kecut. (Terima kasih sudah memberikan aku air putih, kau baik sekali Adrian. Aku tersendak karena kimchinya terlalu pedas,) "Вибач, Хаді, я забув, що ти не дуже любиш гостре, через мене ти подавився. Мені шкода Хаді, Vybach, Khadi, ya zabuv, shcho ty ne duzhe lyubysh hostre, cherez mene ty podavyvsya. Meni shkoda Khadi," ucap Kim Soek Jin dengan tulus. (Maaf Hadi aku lupa kau tidak terlalu suka pedas, gara-gara aku kau jadi tersendak. Maafkan aku Hadi,) "Так, Кім Сук Джін, все гаразд. Я пробачив тебе, не вибачившись, Tak, Kim Suk Dzhin, vse harazd. YA probachyv tebe, ne vybachyvshysʹ," ucap Hadi dengan tersenyum. (Iya Kim Soek Jin, tidak apa-apa. Aku sudah memaafkanmu tanpa kau meminta maaf,) "Я спочатку попрощаюся, брате, я дійсно дуже сонний. Я дуже хочу спати, YA spochatku poproshchayusya, brate, ya diysno duzhe sonnyy. YA duzhe khochu spaty," ucapku sebelum berlalu meninggalkan mereka ber dua. (Aku pamit lebih dulu iya bro, aku sungguh sangat mengantuk. Aku sangat ingin tidur,) Aku melangkahkan kakiku, menuju tempat tidur kesayanganku. Aku yabg sudah mengantuk akhirnya tertidur. Tidak terasa hari demi hari, sudah aku lalui di Ukraina dengan baik. Aku kini sudah rapih dan bersiap-siap untuk pulang ke tanah air. Aku berpelukan dan berpisah kepada dua sahabatku Hadi dan Kim Soek Jin. "Hadi aku pulang dulu ke tanah air, jaga dirimu dengan baik. Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu," ucapku dengan tersenyum. "Iya bro, kau juga hati-hati. Aku juga selalu mendoakanmu," ucap Hadi dengan tersenyum. "작별인사를 하는 김석진님, 항상 좋은 일만 있기를 바랍니다. 항상 성공하고 건강해야합니다. jagbyeol-insaleul haneun gimseogjinnim, hangsang joh-eun ilman issgileul balabnida. hangsang seong-gonghago geonganghaeyahabnida." ucapku dengan tersenyum. (Aku pamit iya Kim Soek Jin, aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Kamu harus sukses dan sehat selalu,) Aku akhirnya dari barak Indobat, bersama para prajurit yang masa dinasnya usai sama sepertiku segera berangkat menuju pesawat. Selama di dalam pesawat, aku selalu tertidur. Aku sangat mengantuk sekali, aku tertidur. Ketika terbangun aku sudah tiba di Bogor. Aku di Bogor selama seminggu, hingga akhirnya dari Bogor aku menaiki pesawat untuk tiba ke Papua. Di Papua aku menaiki taksi menuju rumah dinasku. Aku langsung memeluk istri dan anak-anakku, mereka yang selama ini aku rindukan. "Istriku, anak-anakku Papa sangat rindu kalian. Sungguh sangat merindukan kalian," ucapku sambil memelukku secara bergantian. Mungkin karena Bayu baru melihatku, makanya dia ketakutan. Bahkan Bayu tidak mau aku peluk. "Bayu kok menangis nak, aku ini adalah Papamu sayang. Ini Papa nak," ucapku dengan tersenyum. Bayu bingung dan hanya menatapku, lama ia menatapku hingga akhirnya dia mau dan memelukku. Hingga akhirnya Bayu mau memanggilku Papa, aku sontak sangat bahagia sekali. Melebihi apa pun, aku sangat bahagia. Aku menggendong dan memeluk bayi kecilku Brenda, putriku Brenda sangat cantik sekali. Brenda putriku bahkan tak sungkan mengompol di bajuku bahkan dia mengotori baju dinasku. "Ya ampun sayang, seharusnya kamu nggak menggendong putri kita Brenda. Brenda mengotori pakaian dinasmu nanti kamu bisa telat sayang," ucap Tiara istriku dengan khawatir. "Ini tidak apa-apa dan masalah untukku, aku sangat merindukan putriku sayang. Baju dinas tinggal aku ganti dan aku mengenakan seragam loreng yang baru," ucapku dengan tersenyum. "Iya sayang, sekarang kamu ganti baju. Sekarang berikan Brenda kepadaku, sekarang kamu ganti pakaian," ucap Tiara dengan tersenyum. Aku memberikan putriku Brenda kepada Tiara, aku segera mengganti pakaian lorengku. Aku segera sarapan, setelah itu aku berangkat. Aku dan putriku Debora berangkat aku mengantarkan putriku ke Sekolahnya. "Waarom ben je papa? Papa's gezicht ziet er erg somber uit, papa lijkt te veel last op papa's schouders te dragen. Papa wat is er aan de hand?" tanya Debora putriku menggunakan Bahasa Neterland. (Kamu kenapa Papa? Wajah Papa terlihat murung sekali, Papa seperti memangkul beban terlalu banyak di pundak Papa. Papa ada masalah apa?) "Papa is duizelig, lieverd, Papa krijgt twee maanden de tijd om Frans te spreken. Weet jij waar je Franse lessen kunt volgen?" tanyaku kepada putriku. (Papa pusing sayang, Papa di kasih waktu dua bulan untuk bisa berbahasa Perancis. Kamu tau tempat kursus Perancis dimana nak?) "Daar is papa, ik ken een leraar die papa Frans zal leren. Nu lacht papa, wees niet boos, oké, ik ben op papa's school aangekomen. Ik wil naar de les, papa, wees voorzichtig om naar kantoor te gaan," ucap putriku Debora. (Ada Papa, aku tau guru yang akan mengajari Papa bahasa Perancis. Sekarang Papa tersenyum jangan galau lago ok, aku sudah sampai di sekolah Papa. Aku mau masuk ke kelas, Papa hati-hati sampai ke kantor,) Aku melangkahkan kakiku, menuju kantor dinasku. Aku segera masuk ke ruangan kerjaku. Aku segera memasukan peluru ke dalam senajata. Aku langsung berlari dengan membawa senjata kesayanganku. Senjata kesayanganku, yang akan aku bawa kemana-mana. Senjataku adalah istri pertamaku yang akan selalu jaga dan aku sayangi, aku sangat menyayangi senjataku. Aku yang sangat kelelahan sehabis berlatih, makan sore di kantin. Aku tidak sempat makan siang, tetapi makan sore saja. Putriku Debora, menjemputku dan mengatakan jika akan ada guru yang khusus mengajariku Bahasa Perancis. "Papa op zaterdag en zondag is er een leraar die papa lesgeeft, papa betaalt maar vijftigduizend per dag voor bijles. Vindt papa het erg?" tanya putriku Debora. (Papa hari sabtu dan Minggu akan ada guru yang mengajari Papa, sehari les Papa bayar lima puluh ribu saja. Apakah Papa keberatan?) "Papa vindt het niet erg zoon, laten we nu naar huis gaan zoon!" ajakku kepada putriku Debora. (Papa tidak keberatan nak, ayo kita pulang sekarang nak!) Setibanya aku dan Debora, di rumah aku langsung menghampiri Tiara. Tiara wajahnya pucat sekali. Aku sangat khawatir sekali, akan kondisi istriku. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN