Ponsel Kembali

1623 Kata
^.^ “Lama sekali.” Nadia tampak merasa bosan menunggu dari raut wajah yang dia perlihatkan, walaupun ada secercah rasa senang karena tiga orang yang mereka tunggu dari tadi pada akhirnya sampai juga. “Maaf Nad, gak sangka tadi kalau hp aku ketemu. Dan aku juga tidak tahu kalau hari ini jadinya kita bakal kumpul,” terang Jya sambil menunjukkan wajah penyesalannya. “Ada kendala dulu tadi, kan sudah aku kasih tau bakal telat datang,” tutur Zika sambil mengambil posisi kursi untuk duduk di meja panjang restoran itu. “Iya-iya, salah kami juga sih yang datangnya kecepatan,” sahut Nadia. “Jadi sudah ketemu hp kamu, Jya?” tanya Ema memandang Jya yang baru mengambil posisi duduk. “Alhamdulillah sudah, syukur gak jadi hilang itu hp,” jawab Jya. Sosok Jya memang akan berbeda jika berharapan dengan para sahabatnya. Sahabatnya itu membuatnya nyaman, mengerti dia dan selalu menjadi dirinya yang suasana perasaan terbang, maksudnya kadang tidak menentu. Tapi terhitung pada saat umur Jya masih belasan tahun saat mereka masih menjejak di SMA dan mereka berpisah saat Jya benar-benar dikirim oleh Aleta ke luar negeri, tepatnya di Malaysia. Awal perpisahan mereka yang menyedihkan, Jya ingat pada saat dirinya berangkat, semua sahabatnya datang mengantarkannya yang akan melakukan penerbangan. Mereka memberikan Jya semangat saat Jya benar-benar terpuruk karena keputusan sepihak Aleta untuk masa depan Jya. Mereka yang sangat mengetahui jejak jalan hidup Jya dari kecil sampai saat ini. Sehingga mereka sangat berempati pada Jya. Tapi bukan itu intinya. Mereka sangat setia, mereka menganyambut Jya sebagai saudara, sebagai adik. Keuntungan dan kekurangan mereka lengkapi dengan cara bersama-sama. Mereka lengkap dengan mereka bersama, sebab masing-masing dari mereka pastinya memiliki masalah sendiri-sendiri. “Yang ngantar hpnya Jya itu brondong, fansnya Jya pula. Bueh ganteng buanget anjirr!” seru Zika menyuarakan kegemasaannya yang dari tadi dia tahan, sebab apa? Dua orang yang bersamanya tidak bisa dia ajak menggila seperti dua temannya yang lain. Mereka sebenarnya bisa diajak gila tapi waktunya kadang-kadang kena kadang-kadang tidak. Misalnya Rifa, dia bisa menggila jika sudah ditempat yang benar-benar membuat dia merasa bebas. Lain halnya pula dengan Jya, jika ingin melihat Jya menggila, maka harus menunggu waktu-waktu tertentu atau lebih tepatnya waktu yang tidak terduga. Sebab Jya itu bisa menjadi malu-maluin saat perasaannya benar-benar senang dan moodnya sedang baik atau tidak dirusak oleh suatu apapun, misalnya istirahat Jya cukup, perutnya nyaman, pekerjaannya telah sebagian selesai dengan memuaskan. Maka sahabat Jya dapat menemukan Jya yang hiperaktif. Beda halnya jika Jya dalam keadaan kurang tidur, kurang istirahat, kurang makan, bermasalah dengan kedua orang tuanya, dan satu lagi yang membuat Jya berubah menjadi pendiam, pemurung, dan terlihat malu-malu, yaitu bertemu dengan Aleta, kakaknya Jya sendiri. Aleta itu sangat mempengaruhi kehidupan Jya. Oleh karena itu, Jya yang sedang tersenyum bisa berubah menjadi Jya yang datar hanya dengan bertemu dengan Aleta. Jika Aleta berbicara dengan Jya dan mengatakan sesuatu yang membuat Jya tidak bisa melakukan apapun untuk dirinya sendiri, maka Jya akan banyak melamun dan diam dengan wajah murung. Itu Jya yang dulu, untuk saat ini. Dia sedang menikmati hidupnya yang sangat terlamat dia merasakan kenyamanan tersenyum bersama sahabat-sahabatnya. “Ingat Zik! Ingat! Astaga… suami di rumah… mata malah kemana-mana!” hardik Ema mengingatkan Zika. “Rezeki Em… mumpung dia yang nyamperinkan, bukan kita yang nyamperin. Ya dimanfaatkanlah sebaik-baiknya. Tapi- sayang banget,” kata Zika lalu raut wajahnya berubah. “Sayang kenapa?” tanya Nadia penasaran. Kalau soal kepo, Nadia adalah ahlinya. Raut wajah Zika cemberut dengan kerutan di hidung dan keningnya serta bibir yang melengkung ke bawah. “Dia cuma minta tanda tangan Jya…! Habis itu dia minta linenya Jya! Gak adil sumpah! Bener-bener gak adil!” keluh Zika sambil menggeleng-gelengkan kepalanya kencang hingga rambut yang dikuncir satu itu mengenai wajah Rifa dengan tidak sopannya. Rifa dengan penuh kesabaran menahan kegeramannya, tapi tangannya memukul pelan kepala belakang Zika agar Zika sadar jika ada Rifa yang tersiksa akibat rambut panjang indah itu memecut wajahnya. Plak “Eh anjir! Aduh!” keluh Zika, dia memegang belakang kepalanya lalu menoleh pada Rifa dengan raut wajah cemberut. “Kenapa aku ditimpuk sih Rif! jahat ih!” keluh Zika. “Rambut potong aja deh, nyakiti muka orang aja,” kata Rifa yang selalu sabar sudah diambang batas sabarnya. Sedangkan Nadia dan Ema memandang dua orang yang itu dengan menahan tawa. Sebab jarang-jarang sekali Rifa mau memukul orang lain. Kalau biasanya Rifa pasti cuma akan menjauh dari pada menegur. “Jya?” panggil Ema saat sadar Jya ternyata sedang melamun dan tidak ikut di dalam candaan mereka. “Jya?!” panggil Ema sekali lagi dengan suara sedikit lebih keras. Jya tersadar saat suara Ema memasuki gendang telinganya. Dia tersentak dan menolah untuk melihat Ema yang tadi memanggilnya. “Ya?” sahut Jya. “Kamu kenapa?” tanya Ema. Karena suara Ema yang memanggil Jya tadi, ke tiga orang lainnya pun berhenti bercanda dan memperhatikan sahabat mereka yang terlihat memiliki banyak beban pikiran. “Jya? Ketemu Kak Alet lagi?” tanya Nadia. “Aleta datang ke butikmu ya tadi?” tebak Zika langsung. “Dia bilang sesuatu lagi? Kali ini apalagi?” tanya Rifa kemudian. Jya tersenyum mendengar runtutan pertanyaan yang para sahabatnya tanyakan padanya. Jelas semua pertanyaan itu bernada jengkel dan ketidak sukaan. Mereka tahu penyebab Jya murung lagi sudah dipastikan Aleta lagi. “Atau kamu kurang tidur ya tadi malam!?” tanya Nadia pula. Ema langsung menoleh pada Nadia dan memberikan Nadia pelototan mata yang membelalak. “Ehm!” dehem Ema tertuju pada Nadia. “Beneran Kak Aleta lagi?!” tanya Nadia lagi. Jya menghela napas dan tersenyum memandang kearah sabahat-sahabatnya. Terlihat seperti dia ini egois dan drama queen, bukan? Jya menganggukkan kepalanya. Sahabatnya mengetahui dirinya sebelum dia mengatakannya. Dia orang yang tidak dapat berpura-pura bahagia begitu saja jika energy pada tubuhnya benar-benar terkurang hanya untuk menenangkan hati dan pikirannya. Dia tidak akan menangis tapi hanya akan diam dan merenung, bahkan akan lebih baik saat dia menemukan tempat yang nyaman untuknya menyendiri. Menyimpan perasaannya dengan mengasingkan dirinya dari keramaian. Dia suka menyendiri tapi tidak suka sepi. “Sudah gak perlu dibicarakan dulu kalau kamu tidak mau membicarakannya untuk saat ini,” kata Zika sambil menyentuh bahu Jya yang duduk di sampingnya. Jya tersenyum. “Terimakasih,” ucap Jya pelan sambil tersenyum kecil. “Oh iya! Kalian belum pesan! Kami udah, tapi mau pesan lagi deh!” seru Nadia sadar makanannya habis karena dia terus menyuap walau sambil menyimak percakapan tadi. Beberapa saat yang lalu. “Lama ya…,” ujar Zika yang tampaknya sudah tidak sabar untuk mengangkut dua temannya yang masih duduk santai menunggu seseorang yang katanya akan mengantarkan ponsel Jya ke tempat mereka saat ini. “Sabar, mungkin sebentar lagi,” sahut Rifa. “Maaf ya. Kalau tidak kalian bisa pergi lebih dulu nanti aku nyusul. Kasian Nadia sama Ema nunggu lama,” kata Jya. “Tidak! Kami nunggu kamu aja, kita bareng ke sananya. Nanti kamu ikut mobil aku aja jangan bawa mobil sendiri,” seru Zika sambil memberikan tatapan tajam pada Jya. Jya yang mendapatkan tatapan tajam yang seperti plototan itu hanya dapat berkedip beberapa kali, wajah Zika cukup seram jika sudah seperti itu. “Iya, paling sebentar lagi orangnya sampai,” timpal Rifa. Benar saja, tidak lama dari Rifa mengatakan itu. Seorang laki-laki datang ke butik Jya yang langsung di sambut Jya setelah diberitahu oleh staffnya jika yang mengantarkan ponselnya sudah datang. “Mba Jya, ini hpnya. Maaf ya saya lama,” ujar laki-laki itu. “Gak papa. Terimakasih ya kamu sudah mau nganterin ini hp aku, malah aku ngerepotin, padahal kalau kamu bilang di kampus saja. Saya bisa datang ke sana saja buat ambil,” tutur Jya dengan nada ramah dan sunyum diwajahnya. “Engga Mba, ini tadi saya nawarin diri buat ngantar hpnya sama Pak Rei. Yang menelpon tadi itu Pak Reihan sendiri bukan saya,” ungkapnya yang ternyata mahasiswa Universitas Lancang Kucing, tempat Jya mengisi seminar kemarin. “Ahhh… Pak Reihan yang memuin saya kira kamu.” “Iya Mba, dan kata Pak Reihan. Dia minta maaf gak dari semalam dia ngantar hp ini. Beliau sibuk jadi gak sempat, bahkan dia gak sadar hp ini geter terus, dan baru pagi ini dia sadar hp ini masih sama dia,” jelas mahasiswa itu. “Oh… jadi dari semalam sudah sama Pak Reihan. Syukurlah, terimakasih sekali lagi sudah mau bantuin saya,” kata Jya dengan memberikan senyum terbaiknya pada mahasiswa itu. “Aa… sama-sama Mbak. Oh iya Mbak, saya boleh minta tanda tangan sama foto gak?” tanya mahasiswa itu. Jya terkejut pasalnya ternyata masih ada saja penggemarnya. “Aa—ya boleh tentu saja,” balas Jya. Mahasiswa itu langsung tersenyum lebar dan mengeluarkan buku tulisan Jya dari tas sandangnya. Mahasiswa yang tingginya sama dengan Jya itu pun menyerahkan buku itu pada Jya untuk dibubuhi tanda tangan penulis di sana. “Nama kamu siapa?” tanya Jya. “Saya Sean Ade Noba,” jawabnya cepat. Setelah memberikan tanda tangan di buku itu, Jya langsung menuliskan nama pemilik buku itu di bawa tanda tangannya. Setelahnya Jya memberikan buku itu kembali pada pemiliknya sambil tersenyum tulus pada Sean. “Terimakasih Mba Jya!” serunya terlihat sekali dia senang mendapatkan tanda tangan Jya dan tulisan nama dengan tulisan tangan Jya di sana. “Sama-sama. Sekarang ayo fotonya,” ucap Jya. “Kak Rif, bantuin.” Jya meminta bantuan Rifa untuk memoto dirinya dengan pembacanya itu. Rifa meraih ponsel milik Sean yang Sean sodorkan pada Rifa yang maju selangkah dari tempatnya berdiri sebelumnya. “Maaf Mba merepotkan,” ujar Sean dengan penuh rasa segan. “Gak papa, santai aja,” balas Rifa. Rifa adalah fotografer handal di antara mereka berlima. Hasil tangkapan Rifa dari sudut pandang manapun pasti selalu bagus dan jernih, itulah sebabnya Jya meminta bantuan Rifa dari pada Zika.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN