20. Telekinetik

1023 Kata
"Isla kau tak apa?" Teresa menghampiri Isla yang terduduk di luar. Kedua mata milik Isla lalu menatap ke sekitar dan mendapati dirinya yang sudah berada di depan lobi sekolanya, padahal jelas-jelas kalau dirinya berada di atap beberapa saat yang lalu. "Kau baik-baik saja? Aku mendadak khawatir karena kau tiba-tiba berlari keluar dari kelas jadi aku menyusulmu ke sini," ujar Teresa seraya membantu Isla berdiri. "Kau tidak melihat siapa-siapa tadi?" tanya Isla. Kepala Teresa menggeleng, "Aku hanya melihatmu di sini dan kau sudah terduduk di atas permukaan tanah jadi aku semakin panik karena berpikir kalau telah terjadi sesuatu padamu." "Tidak mungkin, padahal jelas-jelas kalau aku tadi berada di atap bersama dengan dua pria itu," batin Isla. Tunggu! "Saljunya sudah berhenti?" Isla baru menyadari kalau salju yang tadu berjatuhan itu kini sudah tak ada lagi, membiarkan salju yang sudah mencapai permukaan bumi perlahan mencair karena terkena sinar matahri yang mulai terasa panas seperti seharusnya. "Hm. Saljunya berhenti tidak lama setelah kau keluar. Aneh, memang. Salju-salju seperti itu terlihat seperti dikendalikan oleh seseorang," ujar Teresa seraya tertawa pelan dan segera membawa Isla untuk kembali ke kelas. Jika hari-hari yang ada di bumi dilalui seperti ini, maka kehidupan di bumi akan menjadi gak lagi menyenangkan dan ekosistem akan cepat rusak karena faktor alam yang terus berubah-ubah. "Kau benar-benar tak apa? Kurasa kau terlihat agak pucat dibanding tadi saat berangkat sekolah," ujar Teresa. "Ah, ya, aku tak apa." Isla tersenyum tipis. Ia menatap teman-teman sekelasnya yang mulai mengeluh kepanasan karena suhu di sekitar mulai naik secara perlahan tapi mereka justru memakai mantel yang tebal karena tadi pagi cuaca begitu dingin. "Jika tahu seperti ini, kurasa aku akan memilih menahan dingin." Teresa juga mulai terdengar mengeluh, sebelum akhirnya gadis itu melepaskan mantel miliknya. Isla pun perlahan mulai merasa panas dan keringat mulai membasahi tubuhnya, yang akhirnya membuat gadis itu melepas mantel yang ia kenakan. "Aku benar-benar membenci ramalan cuaca sialan itu! Semua orang pasti merasa sudah ditipu!" Teresa kembali mengoceh di mejanya. Sementara itu, Isla masih berusaha mencerna apa yang terjadi dengannya tadi, saat ia bertemu dengan si pengendali kristal es dan juga waktu. Pria yang mengendalikan kristal es itu memang berbahaya, namun Isla sepertinya harus lebih was-was dan tak meremehkan Tao, yang merupakan si pengendali waktu. Karena jika dia memang bisa mengendalikan waktu, itu artinya dia lebih kuat dan bisa bergerak melakukan serangan kepada lawan dan itu akan membuat lawannya kesulitan melakukan serangan balik padanya. "Isla?" Kedua mata Isla mengerjap saat Teresa melambaikan tangan tepat di depan wajahnya, membuat lamunan Isla buyar dan gadis itu menatap Teresa. "Kau akhir-akhir ini jadi sering melamun, kau tahu? Apa ada masalah yang serius? Kau bisa menceritakannya padaku," ujar Teresa. "Ah, tidak ada, hehe. Aku hanya berpikir bagaimana caranya salju-salju itu turun padahal ini adalah pertengahan tahun yabg artinya sekarang ini waktunya musim panas yang datang dan bukannya salju yang turun. Kau juga berpendapat yang sama denganku, kan?" Teresa terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya gadis itu mengangguk, mengiyakan kalimat yang baru saja Isla lontarkan. *** "Rasanya aku jadi semakin membenci awal tahun ini!" Dengan langkah yang diiringi hentakan di permukaan lantai, wanita itu membuka pintu rumahnya dan menatap keadaan di luar, di mana salju-salju yang semula turun itu kini sudah berubah wujud menjadi bentuk cair. Rhys yang masih berada di dalam kamar Isla itu hanya bisa diam di atas ranjang milik Isla, menatap ke luar jendela begitu cuaca benar-benar berubah menjadi panas. Ia tahu, sangat tahu kalau salju-salju yang turun itu memang bukan karena faktor alam seutuhnya, melainkan karena ada seseorang yang mengendalikan semua itu. "Ini pasti ulah Aric," lirih Rhys. Ia yang wujudnya sudah berubah menjadi bentuk manusia itu menatap salah satu kakinya. Perban yang dipasang oleh Isla memang sudah dilepas, namun rasa sakit di kakinya masih terasa dan masih membuat pergerakannya menjadi terbatas. Ia benar-benar berhutang budi pada Isla, karena gadis itu benar-benar sudah menyelamatkan hidupnya berkali-kali walau ia juga jadi ikut terluka namun Isla tak berhenti menolongnya bahkan saat gadis itu mengalami ketakutan saat berhadapan dengan Kai dan yang lainnya. "Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di luar sana, tapi aku berharap kalau Isla baik-baik saja." Rhys segera turun dari ranjang dan kembali ke sofa. Namun sebelum itu, ia mengubah kembali wujudnya menjadi seekor anjing dan berpura-pura tidur saat telinganya menangkap adanya suara langkah kaki yang perlahan mendekat, dan benar saja, begitu ia menutup kedua matanya, Maria masuk ke dalam kamar untuk mengambil beberapa pakaian kotor milik Isla yang berada di keranjang. Saat hendak keluar, wanita itu menatap seekor anjing putih berjenis samoyed yang ada di kamar putrinya. Ia yang semula hendak menutup pintu itu pun akhirnya ia urungkan, " Aku tahu kau mungkin bosan seharian berada di kamar milik putriku. Karena kau adalah anjing yang baik, kau bisa keluar dari sana. Turunlah ke bawah," ujar Maria seolah-olah ia tahu kalau Rhys bisa mengerti bahasanya. Kedua mata Rhys terbuka dan Maria sudah tak ada lagi di sana. Ia lalu turun dari sofa dan berjalan keluar dari kamar menuju lantai satu. Semakin hari ia semakin senang mengikuti setiap berita yang ditayangkan oleh benda bernama televisi itu dan beruntungnya lagi, Maria juga sering menonton berita. Selama Rhys berada di sana, ia akan memastikan kalau Kai dan yang lainnya tak membuat kekacauan di sana dan Rhys akan mengerahkan seluruh tenaganya jika perlu untuk melindungi Isla dan juga ibunya. Sekarang Rhys tahu, dari mana sikap lembut milik Isla didapat. Tentu saja, gadis itu mendapatkan sifat yang begitu baik hati dari sosok ibunya yang juga memiliki sifat yang sama. Rhys benar-benar beruntung karena ia bisa bertemu dengan manusia sebaik Isla. Tapi di satu sisi ia juga merasa bersalah karena sudah menempatkan gadis itu ke dalam bahaya selama beberapa kali, membuat Rhys harus benar-benar melindunginya. Tak banyak serangan fisik yang bisa Rhys lakukan. Tak seperti Denzel, Aric, atau Hugo yang bisa menyerang fisik lawan secara langsung dari tangan, Rhys hanya bisa menggunakan teknik pikirannya dan juga telekinesis yang dia miliki. Ia memang mampu menggerakkan benda-benda di sekitarnya untuk melakukan sebuah serangan fisik, tapi hal itu sama sekali tidak bisa dianggap sebagai serangan yang lemah, karena dia juga bisa membaca serangan lawan dengan cara merusak konsentrasi lawan dan masuk ke dalam pikirannya. —TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN