15. Bantuan Manusia

1018 Kata
"Sebenarnya aku tidak memiliki niat seperti ini pada awalnya. Namun, Isla. Mungkin aku membutuhkan bantuanmu.” "Ba-bantuanku?" Kedua mata milik Isla berkedip beberapa kali. Kepala Rhys mengangguk. "Ingat, kau sebaiknya tak membocorkan masalah ini kepada siapapun. Aku tahu ini terlalu cepat tapi, kau adalah satu-satunya manusia yang bisa kupercaya saat ini." "Ta-tapi apa yang bisa aku lakukan? A-aku hanya manusia biasa, aku juga tidak mempunyai kekuatan apapun." "Aku akan menjelaskan semuanya padamu, nanti. Sekarang yang terpenting, kau bisa menjaga semua ini. Rahasiakan kedatanganku dari semua orang di sini, itu yang perlu kau lakukan sekarang," ujar Rhys. "Tapi, Rhys, Kai sudah mengetahui keberadaanmu. Dia tahu kalau kau ada di rumahku." Helaan napas berat kemudian terdengar setelahnya, sebelum akhirnya Rhys berujar, "sudah kuduga kalau hal ini akan terjadi. Kai dan yang lain pasti akan segera menemukan keberadaanku. Maaf karena aku sudah membuatmu kerepotan." "Tak apa, kau tak perlu meminta maaf. Aku yakin kalau kau memang tak menginginkan semua kekacauan ini terjadi. Hal yang menimpa Betelgeuse adalah hal wajar yang dialami oleh sebuah bintang tua, begitu yang pernah k****a. Dan saat ini NASA memang sedang meneliti Betelgeuse, karena kau tahu apa? Katanya perilaku bintang yang menjadi tempat tinggalmu itu berbeda dari biasanya. Cahayanya jadi lebih redup dari biasanya dan ukuran bintang itu akan membesar. Sebenarnya aku memang tidak terlalu mempedulikan hal itu, ehm— maaf kalau ini agak terdengar jahat tapi memang kenyataannya begitu. Tapi aku sungguh tidak tahu kalau di sana ada sebuah kehidupan yang bahkan tak bisa disadari oleh NASA sedikit pun." Rhys menatap Isla yang berada di sebelahnya. "Aku benar-benar minta maaf padamu." "Y-ya? Ti-tidak, kau jangan minta maaf lagi. Astaga, kau terlalu sering mengucapkan maaf padaku. Oh, iya. hari sudah semakin sore, sebaiknya kau ikut aku pulang," ujar Isla. Rhys kemudian menganggukkan kepalanya. Namun di saat ia hendak melangkah, Isla dengan segera menahan lengan Rhys, membuat pria itu berhenti lalu menatapnya. "Ada apa?" "Ma-maaf, tapi apakah kau bisa mengubah wujudmu dulu? Masalahnya, mungkin ibuku akan salah paham nanti," ujar Isla pelan, berusaha tak menyinggung Rhys. Kedua mata Rhys lalu berkedip dua kali, lalu pria itu menganggukkan kepala. Di detik berikutnya wujudnya sudah berubah kembali menjadi seekor anjing samoyed putih. Isla membelalakkan kedua matanya lalu menatap ke sekitar, memastikan tak ada yang melihat kejadian ajaib yang di luar nalar manusia itu. Ceroboh sekali Rhys, jika sampai ada yang melihat, maka habislah mereka berdua dan Goteborg bisa-bisa gempar seketika. "A-ayo, pulang," ujar Isla seraya berjalan terlebih dulu. Di tengah perjalanan, kedua kaki Isla berhenti dan ia melihat Rhys tertinggal cukup jauh darinya. Kening gadis itu mengerut, lalu mengikuti arah pandangan Rhys dan menyadari kalau Rhys tengah menatap seorang penjual hotdog yang ada di sana. "Ada apa?" tanya Isla seraya berjalan mendekati Rhys. "Apa itu? Kenapa baunya enak sekali?" ujar Rhys. "Itu hotdog, salah satu makanan yang disukai manusia. Kenapa? Kau mau?" "Aku lapar," ujar Rhys dengan tatapan polosnya. "Apa ... aku boleh makan itu?" Kedua mata Isla berkedip dua kali. Gadis itu lalu merogoh kantung celananya dan beruntungnya ia membawa serta dompetnya ke luar. Gadis itu menghela napas lega. "Ya, kau bisa memakannya. Aku akan membelikannya untukmu." Ia lalu meraih tubuh Rhys ke dalam gendongannya begitu memasuki antrean yang ada di sana. Dalam gendongan Isla, Rhys menatap beberapa ekor anjing yang ada di bawah. "Kenapa kau menggendongku?" tanya Rhys dengan volume rendah. Isla memutar badannya ke arah lain dan sedikit menjauh dari antrean. "Kau tidak lihat di sini ada anjing lain? Tidak semua anjing itu bisa bersikap ramah. Banyak kasus anjing yang menganiaya anjing lain di jalan. Kau mau itu terjadi padamu? Kakimu bahkan baru saja dalam tahap pemulihan," ujarnya sebelum akhirnya kembali ke antrean. Rhys terdiam sejenak seraya menatap wajah Isla dari bawah tanpa sepengetahuan gadis itu. Sekarang Rhys semakin merasa beruntung, kalau dirinya sudah dipertemukan dengan seorang manusia yang berhati tulus. *** "Bagaimana rasanya? Enak?" Isla menatap Rhys yang terlihat lahap memakan hotdog yang tadi ia belikan. Rhys menganggukkan kepalanya cepat tanpa menghentikan aktivitas makannya, membuat Isla tertawa. Usai mengunci pintu kamarnya, ia berjalan ke atas ranjang dan duduk bersila di sana, lalu menatap Rhys yang menikmati makanannya di sofa yang berada tak jauh darinya. "Ini enak sekali, sungguh. Apakah selain ini, masih ada makanan enak yang lain lagi?" tanya Rhys dengan mulut penuh. Kedua mata Isla mengerjap. "A-ah, ya ... masih banyak. Tapi kau tidak berencana menguras isi dompetku, kan? Aku bisa saja membelikanmu makanan yang kau mau selama aku masih punya uang dan selama kau masih ada di rumahku. Ingat, ibuku menyuruhku untuk mengembalikanmu ke Trollehallar saat kau sudah sembuh nanti," ujarnya. Tempo kunyahan Rhys perlahan memelan, "Baiklah." Ia tampak kecewa. Isla mengambil ponselnya lalu mulai memainkan game yang biasa ia mainkan. "Oh, iya. Benda yang selalu menggantung di lehermu, itu ... apa?" tanya Rhys tiba-tiba. Isla mem-pause game dan menatap Rhys dengan kedua alis yang bertaut. "Benda yang selalu menggantung di leherku?" Ia membeo. Rhys mengangguk, "Iya, yang selalu kau bawa ke Trollehallar." Isla berpikir selama beberapa saat sebelum akhirnya gadis itu tertawa pelan, "Oh, maksudmu kamera?" "Kamera?" Rhys membeo dengan kepala yang dimiringkan. Salah satu pipinya penuh, membuatnya terlihat seperti seorang anak kecil yang menemukan hal baru. Tak ingin membuat Rhys penasaran semakin lama, akhirnya Isla beranjak dari tempatnya dan mengambil kamera miliknya yang berada di atas meja belajarnya. Gadis itu lalu mendudukkan tubuhnya di sebelah Rhys. "Ini, kamera. Dengan benda ini kau bisa mengambil foto apa saja yang ada di sekitarmu," ujarnya. Tanpa aba-aba Isla mengarahkan kameranya pada Rhys, membuat pria itu terkesiap pelan saat mendengar bunyi dari benda bernama kamera itu. Isla tersenyum lebar. "Lihatlah hasilnya," ujarnya seraya menunjukkan hasil fotonya barusan. Terlihat Rhys yang menatap kamera dengan kedua mata yang bulat dan salah satu pipi penuh dan saus yang mengotori sekitar bibirnya. Isla langsung terjungkal setelahnya. Bisa-bisanya seorang pria terlihat seperti bocah berusia lima tahun. Isla benar-benar merasa gemas. Jika saja ia tak ingat kalau Rhys bukanlah manusia yang berasal dari bumi, gadis itu pasti sudah menarik-narik kedua pipi milik Rhys hingga berwarna kemerahan. "Kau terlihat lucu sekali!" ujar Isla di antara tawanya. Rhys hanya terdiam melihat Isla tertawa. Perlahan kedua pipinya terasa menghangat, dan pria itu tersenyum menatap Isla.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN