35. Keluarga

1097 Kata
Kedua mata Isla hampir saja menutup sebelum ia benar-benar jatuh ke permukaan tanah namun yang terjadi adalah ia merasa kalau seseorang berhasil menahan tubuhnya yang limbung. Isla kemudian menolehkan kepalanya dan menatap Tao yang entah kapan bergerak menyusulnya. "Kenapa kau mengikutiku?" ujar Isla seraya melepaskan tangan milik Tao yang masih berada di pinggangnya. Tak ada satu pun kalimat yang merupakan jawaban dari Tao. Pria itu hanya terdiam menatap Isla yang juga menatapnya, sebelum akhirnya gadis itu memilih memutuskan kontak mata mereka berdua. "Jika kau memang tak ada niat untuk menghabisiku seperti semua teman-temannmu, maka tinggalkan aku di sini dan berpura-puralah kalau kau tak bertemu denganku sebelum teman-temanmu yang lain melihatnya dan mereka salah paham. Kau akan mendapatkan masalah. Pergilah," titah Isla. Gadis itu lalu kembali melangkahkan kedua kakinya pergi dari sana, meninggalkan Tao yang tak kunjung juga mengeluarkan sepatah kata pun padanya. Pria itu tak mencegah Isla, atau pun mengejar gadis itu. "Kau berkata kalau kau mau membantu Rhys!" Tiba-tiba Tao berujar, membuat langkah Isla terhenti. Gadis itu perlahan membalikkan tubuhnya ke belakang hingga pandangannya dan Tao kembali bertemu. "Kenapa kau bersikeras membantu Betelgeuse, padahal kau sendiri bukanlah bagian dari kami?" Tao kembali bertanya. "Aku melakukan untuk Bumi, untuk tempat tinggalku, untuk keluargaku di sini. Mungkin tak masalah jika hanya aku yang mati, tapi aku tidak akan memaafkan salah satu pun dari kalian jika sampai orang-orang terdekatku yang menjadi korban keserakahan kalian," ujar Isla tanpa melepaskan pandangannya dari Tao barang sedikit pun, sebelum akhirnya kembali berkata, "dan aku yakin, kalau kau sebenarnya tidak sepenuhnya setuju dengan rencana Kai. Kau memiliki keluarga di Betelgeuse, dan kau melakukan ini semata-mata untuk keselamatan mereka. Dengan kata lain, kita semua ini sama. Kenapa harus saling menjatuhkan sama lain jika kita semua bisa berusaha secara bersama-sama?" Isla lalu membuang napasnya pelan dan kembali melanjutkan langkahnya, pergi dari sana. Keluarga. Tao menatap punggung Isla yang perlahan semakin menjauh. Gadis itu benar, kalau semua yang ia lakukan ialah demi menyelamatkan semua keluarganya di Betelgeuse. Ia memang akan melakukan segala hal demi menyelamatkan mereka semua walau dengan menjatuhkan peradaban lain dan meskipun ia tak sepenuhnya mendukung rencana Kai yang licik dan kejam. *** "Warga di kawasan Aseer berbondong-bondong keluar rumah untuk melihat fenomena langka saat padang pasir diselimuti es berwarna putih. Suhu di Arab Saudi juga turun drastis hingga mencapai minus dua derajat celsius. Perubahan iklim telah berdampak pada sejumlah aspek kehidupan, menciptakan bencana mulai dari kenaikan suhu air laut akibat es di Kutub Selatan dan Utara mencair, kenaikan suhu global sehingga menciptakan gelombang panas di beberapa negara hingga berdampak pada kebakaran hutan dan rusaknya habitat makhluk hidup. Para ahli mengatakan agar kita semua berdamai dengan alam di abad yang ke-21 ini." "Hujan salju lebat secara mengejutkan tiba-tiba saja turun di wilayah gurun paling kering yang ada di Bumi." "Wilayah yang seharusnya kering dan bahkan jarang sekali dikunjungi oleh hujan mendadak diselimuti oleh salju tebal secara tiba-tiba." Televisi itu langsung dimatikan oleh Maria. Wanita yang biasanya menonton berita setiap harinya itu mendadak merasa sakit kepala setiap kali menonton berita. Hampir semua saluran televisi menayangkan situasi iklim di berbagai belahan bumi yang berubah drastis secara mendadak. "Ini benar-benar tidak bagus. Putriku bahkan belum kembali hingga saat ini dan kondisi dunia ini sudah semakin kacau. Wilayah yang seharusnya diselimuti salju berubah menjadi panas sampai-sampai es yang ada di sana perlahan terus mencair, sementara di tempat kering yang tidak seharusnya turun salju, mendadak berubah dipenuhi oleh salju kurang dari waktu sehari." Maria membuang napasnya kasar. Ia lalu menolehkan kepalanya dan menatap sebuah retakan di permukaan tanah yang berada di samping rumahnya. Sulit dipercaya, kalau kejadian yang berada di luar nalar itu bisa ia alami. "Hari ini bahkan Isla tak bisa masuk sekolah dan aku bahkan terlalu takut bertemu dengan orang-orang. Aku bingung dengan apa yang harus aku katakan pada mereka semua. Tak ada tanda-tanda Isla kembali padahal ini sudah hampir tiga hari. Apa dia baik-baik saja sekarang? Apa Rhys bisa menjaganya dan membawanya kembali ke sini?" Maria menatap langit-langit rumahnya dengan sendu. Jika tahu semuanya akan serumit ini, mungkin Maria seharusnya dulu lebih keras dalam melarang putrinya pergi ke hutan di Angelholm yang bernama Trollehallar, apalagi setelah terdengar desas-desus aneh tentang tempat itu bahkan orang-orang yang tinggal di sana sebagian besar tak berani menapakkan kaki mereka di Trollehallar. *** Teresa mengecek notifikasi ponselnya dan berharap ada balasan dari Isla namun hasilnya ternyata nihil. Gadis itu bahkan masih tak membaca pesan yang ia kirimkan beberapa jam yang lalu. "Astaga, Isla. Sebenarnya kau ini ke mana?" gumam Teresa frustrasi. Ia juga beberapa kali mengirimkan e-mail pada Isla, berharap sahabatnya itu akan menjawabnya sesegera mungkin. Teresa juga masih mencoba menghubungi Isla dengan meneleponnya selama beberapa kali namun lagi-lagi tak ada satu pun panggilannya yang dijawab. "Apa Tante Maria juga sedang bersama Isla? Apa mereka sedang begitu sibuk sampai tak bisa memegang ponsel? Tapi Isla tak mengatakan apa-apa padaku yang artinya kalau dia tak memiliki acara apapun di hari ini." Teresa menghela napasnya pelan. "Apa sebaiknya pulang sekolah nanti aku pergi ke rumah Isla? Apa dia benar-benar sedang tak ada di rumahnya?" Teresa menggelengkan kepalanya lalu memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku almamater dan ia mulai memakan makanannya. Rasanya agak berbeda mengingat kalau gadis itu sudah terbiasa makan berdua bersama Isla setiap kali jam istirahat namun kali ini ia mau tidak mau harus makan sendirian di antara meja-meja yang ada di sekitarnya yang lebih ramai dan juga penuh. "Kau sendirian? Mana Isla?" ujar seseorang. Teresa memelankan tempo kunyahannya lalu menatap ke arah sumber suara. Ia menatap Alex yang menatapnya selama beberapa saat sebelum akhirnya mendudukkan dirinya di tempat kosong yang ada di depan Teresa. "Hari ini dia tidak masuk," jawab Teresa seraya melanjutkan kembali kegiatan makannya yang sempat tertunda. "Ah, benarkah? Kenapa dia tidak masuk? Apa dia sedang tidak sehat?" Alex kembali bertanya. "Aku juga tidak yakin soal itu. Hanya saja Isla ini sama sekali tak bisa kuhubungi dan dia tak mengabari aku apa-apa sejak semalam. Ponselnya memang masih aktif tapi tak ada satu pun panggilan dan pesan dariku yang dia jawab dan bahkan dia tak membaca satu pun pesan yang aku kirimkan padanya. Ini aneh, karena sebelumnya Isla tak pernah seperti ini. Dia pasti akan mengabariku jika ia tak bisa berangkat ke sekolah atau setidaknya jika terjadi sesuatu," jelas Teresa. Alex mendadak terlihat cemas begitu mendengar penuturan Teresa barusan. "Begitu, ya. Kalau begitu nanti kita pergi ke rumah Isla bersama-sama. Itu pun jika kau tidak keberatan," ujarnya. "Aku sama sekali tak merasa keberatan, karena memang aku sudah berencana akan menjenguk Isla sepulang sekolah nanti. Bagus jika kau mau ikut, akan lebih baik jika ke sana tidak sendirian, ujar Teresa. —TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN