46. Pencarian Tao dan Isla (b)

2987 Kata
Kedua lutut Maria seketika langsung terasa lemas sesaat setelah Teresa dan Alex mengantarkan tas milik Isla pulang ke rumah. Kedua remaja itu tampak begitu sedih atas apa yang terjadi kemarin dan terutama Teresa, yang merupakan orang terakhir yang bersama dengan Isla. Gadis itu benar-benar merasa menyesal karena sudah membiarkan Isla pergi sendirian kemarin, padahal dia sendiri harusnya menemani gadis itu dan memastikan kalau sahabatnya itu benar-benar berada di dalam ruang kesehatan dengan aman. Bahkan hingga hari ini, Maria masih tak bisa menenangkan dirinya sendiri. Beberapa minggu terakhir Isla memang cukup mengalami hal seperti ini dan menghilang secara tiba-tiba tapi hal itu tetap saja membuat Maria dilanda rasa cemas yang begitu luar biasa dan juga bahkan ia tak bisa makan dengan benar dan bahkan untuk masak saja ia rasanya enggan, karena di dalam kepalanya wanita itu hanya memikirkan keselamatan putrinya yang sekarang entah sedang berada di mana dan dengan siapa karena Rhys benar-benar tak sedang bersama dengan Isla. Maria hanya bisa memeluk tas milik putri semata wayangnya itu dia atas sofa dengan air mata yang sudah mulai mengering di kedua sudut matanya. Televisi yang berada di depan sana sengaja ia biarkan menyala bahkan hingga semalaman agar ia tak ketinggalan satu pun berita yang sedang ditayangkan, berharap ada sesuatu yang ia dapatkan mengenai info keberadaan putrinya namun tak satu pun dari berita yang ditayangkan itu bisa membantu dirinya mengurangi rasa cemasnya. Ponsel milik Isla bahkan ada di dalam tas hingga Maria semakin kesulitan menghubungi putri semata wayangnya itu. Ia kesulitan menelepon dan mengirimi Isla pesan dan tak tahu harus berbuat apa, karena Rhys yang memiliki kemampuan lain pun tengah kesulitan mencari keberadaan Isla. Usai dari sekolah Isla, kemarin Rhys kembali pulang ke rumah untuk mengabari ibu dari gadis itu dan segera menceritakan semuanya. Bahkan pria itu juga meminta maaf yang sebesar-besarnya dan mengungkapkan rasa penyesalannya selama beberapa kali pada Maria. Hingga detik ini pun, belum ada tanda-tanda baik Isla atau pun Rhys yang kembali ke rumah. Dan hal itu semakin membuat Maria dilanda rasa frustrasi. Wanita itu kini hanya bisa berdoa untuk keselamatan putrinya. *** Sementara itu di tempat lain, sekolah hari ini diliburkan karena adanya insiden mengerikan yang terjadi secara tiba-tiba kemarin. Semua orang awalnya melakukan kegiatan di sekolah seperti biasa dan tak ada yang merasa aneh. Jam pertama bahkan baru saja dimulai selama beberapa menit namun tiba-tiba saja suara ledakan terjadi selama beberapa kali di berbagai penjuru sekolah. Guru-guru menyuruh semua murid untuk pergi ke luar gedung untuk berjaga-jaga jika ledakan susulan akan terjadi dan semakin membahayakan keselamatan nyawa mereka apalagi jika gedung itu sampah runtuh, maka dipastikan kalau korban pun akan semakin berjatuhan, namun beruntung karena tak ada satu pun murid yang mengalami luka. Sebagian besar dari mereka mengalami shock ringan karena ledakan itu. Hingga akhirnya salah seorang murid perempuan memberontak di dalam kungkungan teman-temannya. Teresa ingat kalau Isla masih berada di dalam gedung saat ia tak mendapati gadis itu bergabung dengan semua orang di luar. "Isla!" Teresa berteriak sekuat tenaga dengan air mata yang sudah berurai. "Teman saya masih ada di dalam, Pak!" teriaknya pada beberapa guru yang berada di dekatnya. Kedua kakinya seketika terasa begitu kemas hingga rasanya tak bisa lagi menopang berat tubuhnya dan tubuh Teresa pun limbung di detik berikutnya. Beberapa guru segera kembali ke dalam untuk memeriksa namun mereka sama sekali tak menemukan keberadaan Isla di sana. Dan setelah diteliti, ruang kesehatan berada dalam keadaan kosong dan kerusakan parah justru terjadi di bagian perpustakaan dengan rak-rak yang rubuh dan juga buku-buku yang berantakan. Lalu usai pertolongan datang, para petugas menemukan adanya kerusakan di bagian pintu yang mengarah ke rooftop dan setelah dicek lebih dalam lagi, para petugas itu menemukan adanya beberapa butir manik-manik yang berserakan di rooftop. Usai menunjukkannya pada Isla yang merupakan teman dekat dari gadis yang bernama Isla itu untuk memastikannya, Teresa semakin dibuat tak keruan karena manik-manik itu benar-benar berasal dari gelang milik Isla yang selalu dipakai oleh gadis itu. Para petugas masih mencoba mencari keberadaan salah seorang murid yang menghilang itu hingga keesokan harinya namun mereka sama sekali tak menemukan petunjuk apapun tentang gadis bernama Isla itu kecuali manik-manik yang berasal dari gelangnya dan itu pun tak begitu cukup membantu proses pencarian. Beberapa orang sempat berspekulasi kalau Isla berada di atap dan jatuh ke bawah, tapi di bawah tempat manik-manik itu jatuh, para petugas tak menemukan adanya bukti kalau Isla jatuh ke bawah dan bahkan mereka tak menemukan adanya bercak darah sedikit pun. Dan satu hal yang membuat semua orang kebingungan adalah, bagaimana caranya Isla berada di luar sementara pintu yang mengarah ke atap itu benar-benar sedang dalam keadaan terkunci dan yang lebih penting lagi, pintu itu berbahan besi yang tak mungkin bisa dihancurkan sedemikian rupa oleh gadis seperti Isla apalagi menurut keterangan sahabat dekatnya yakni Teresa, saat itu Isla sedang dalam keadaan tak begitu sehat jadi dia menyuruh gadis itu pergi ke ruang kesehatan untuk beristirahat namun ia sama sekali tak pernah membayangkan kalau hal mengerikan seperti itu akan terjadi dan parahnya hal ini justru menghilangkan keberadaan Isla dan seolah membawa gadis itu ke dalam dimensi lain yang tak mungkin bisa dijajah oleh manusia bahkan dengan teknologi secanggih apapun itu. Hari ini dengan ditemani Alex, Teresa pergi ke sekolah untuk memastikannya sendiri. Dengan meminta izin kepada petugas, ia dan Alex pergi ke bagian dalam gedung dan melihat kekacauan yang ada di perpustakaan. Bagian dalam ruangan itu terlihat begitu kacau dan mengerikan seolah baru saja diterjang badai yang kuat namun anehnya, hanya ruangan itu yang hancur sementara ruangan di sebelahnya sama sekali tak ikut menerima dampaknya dan justru masih terlihat baik-baik saja, bahkan koridor di depannya hanya menerima beberapa serpihan debu dan juga beberapa buku dan juga lembaran kertas yang terlempar keluar dari dalam perpustakaan. Teresa dan Alex juga menaiki satu per satu anak tangga menuju atap dan melihat keadaan di sana. Pintu besi yang semula kokoh itu kini hancur menjadi bagian-bagian yang berukuran kecil seolah dihantam sebuah benda yang begitu kuat dengan kecepatan yang begitu dahsyat. Teresa menelan ludahnya saat ia dan Alex berjalan melewati pintu itu dan berjalan memeriksa ke sana. Di sana ia menemukan beberapa butir manik-manik yang masih ada di sana. Pandangannya seketika semakin buram dan air matanya pun luruh di detik berikutnya. Gadis itu terduduk di sana dengan isakan yang semakin keras dan kedua bahunya ikut bergetar karena isakannya. Alex yang berada di sana pun segera menghampiri Teresa dan mengusap punggung gadis itu untuk berusaha menenangkannya. Kedua mata Alex perlahan berkaca-kaca dan pandangan pria itu perlahan semakin buram karena air matanya. Ia membuang wajahnya ke arah lain dan mengusap salah satu sudut matanya dengan menggunakan salah satu tangannya. Ia yang bahkan tak tahu-menahu tentang Isla yang sedang tak bersama dengan Teresa saat kejadian pun ikut merasa terpukul. Dia dan Teresa benar-benar berdoa dan berharap kalau gadis itu sekarang dalam keadaan selamat dan baik-baik saja meskipun Isla sama sekali belum bisa ditemukan namun Alex dan juga Teresa benar-benar berharap semoga gadis itu akan segera ditemukan dan kembali ke sisi mereka. *** Kedua mata Isla terbuka secara perlahan dan gadis itu menatap ke sekitarnya. Ah, jadi benar kalau yang kemarin itu bukanlah mimpi sama sekali. Isla mengubah posisi duduknya dan gadis itu menatap ke luar jendela. Hari sudah berubah menjadi siang dan ia bahkan tak sadar kalau dirinya akan tertidur selama itu. "Ah, aku bahkan memimpikan teman-teman dan juga ibuku," lirih Isla. Gadis itu membuang napasnya pelan dan beranjak dari tempat tidur itu. Begitu ia berjalan, ia menatap salah satu kakinya yang masih dibalut oleh perban. Entah obat apa yang digunakan oleh Tao namun kakinya kini terasa jauh lebih baik dari pada kemarin. Ngomong-ngomong soal Tao, saat ini sepertinya Isla tak menemukan keberadaan Tao di sana, kemungkinan kalau pria itu saat ini sedang pergi ke luar sana yang entah ke mana. Mendadak perut Isla berbunyi, membuat gadis itu secara refleks memegangi perutnya. Hingga pagi ini, bahkan ia tak tahu dirinya berada di mana. Kedua kaki Isla perlahan berjalan menuju pintu dan ia membukanya. Cuaca di luar sana begitu cerah, membuat Isla semakin bergerak melewati pintu itu untuk benar-benar melihat keadaan di luar secara lebih jelas dan ia terkejut saat ia melihat hamparan bunga lavender yang berwarna ungu, bunga-bunga itu terlihat menari-nari saat ada angin yang bergerak melewatinya. Isla seketika menjadi terkagum-kagum melihatnya. Entah ia masih berada di bumi atau di mana pun itu, gadis itu benar-benar terpukau melihat pemandangan di depannya. "Aku hanya melihat ini di film-film yang pernah kutonton di TV dan siapa sangka kalau hari ini aku bisa melihatnya secara langsung di depan kedua mataku sendiri. Benar-benar luar biasa," ujar Isla. Ia berjalan memasuki hamparan lavender-lavender itu dan menyentuh bunga-bunga itu dengan ujung-ujung jemarinya. Di antara rasa khawatirnya itu, perlahan Isla merasa sedikit lebih tenang begitu ia mencium wangi lavender yang masuk ke dalam indra penciumannya. Rasa cemasnya kini sedikit berkurang. "Ibu dan Teresa mungkin saat ini sedang mengkhawatirkanku. Tapi kuharap kalian baik-baik saja, karena aku juga baik-baik saja di sini. Tunggulah sebentar lagi, aku pasti akan kembali," lirih Isla. Gadis itu memejamkan kedua matanya selama beberapa saat dan menghirup udara yang entah kenapa terasa begitu segar. Ia lalu berbalik dan tersentak pelan saat menyadari kalau Tao sudah berdiri tidak jauh di belakang sana entah sejak kapan dengan tatapan yang sulit diartikan itu benar-benar mengarah padanya. "A-astaga, kau membuatku terkejut!" ujar Isla. "Ish, setidaknya ucapkan sesuatu atau paling tidak berdeham dan buat suara agar aku tak terkejut," omelnya lalu segera berjalan menghampiri Tao. Tak ada satu pun kalimat balasan dari Tao, sama seperti biasanya. Pria itu memang tak begitu banyak bicara seperti teman-temannya yang lain. Ekspresi wajahnya juga selalu datar dan itu-itu saja seolah seperti tak memiliki stok ekspresi yang lain. "Aku membawakan makanan untukmu. Kau pasti merasa lapar." Tao mengangkat sebuah kantung kresek yang berada di salah satu tangannya. Mendengar kata makanan, kedua mata Isla seketika berubah menjadi lebih berbinar dan gadis yang semula merasa kesal itu pun mendadak mengubah ekspresi di wajahnya kurang dari tiga detik setelahnya. Isla mempercepat langkahnya menghampiri Tao. "Ah, kau benar-benar peka, ya. Aku benar-benar sedang lapar sekarang dan kebetulan sekali kau membawa makanan. Kalau begitu ayo makan!" ujar Isla dengan begitu bersemangat. Gadis itu secara tiba-tiba menarik salah satu lengan Tao hingga membuat pria itu terkejut dan menatap tangan Isla yang memegangi salah satu lengannya. Mereka berdua kembali ke dalam rumah itu dan Isla segera membuka kantung kresek yang sudah Tao bawa ke sana. Isla mendudukkan tubuhnya di salah satu kursi dan menatap potongan-potongan ayam goreng itu dengan mata berbinar. "Hei, kau dapat ini dari mana? Astaga, Tao. Kau benar-benar perhatian. Jadi ini benar-benar masih ada di bumi ya? Baguslah, berarti kau tidak perlu jauh-jauh mencarikanku makanan." Isla mengambil salah satu potongan ayam goreng dan memakannya dengan begitu lahap dan terlihat begitu kelaparan. Tao memandangi gadis yang tengah lahap makan itu selama beberapa saat, sebelum akhirnya Isla menyadari kalau dirinya tengah dipandangi oleh Tao dan gadis itu pun memelankan tempo gerakan rahangnya saat sedang mengunyah ayam goreng itu. "Kenapa kau hanya diam saja?" ujar gadis itu. "Jangan hanya memandangiku dan sebaiknya kau juga ikut makan. Aku akan merasa tak enak padamu jika hanya aku yang makan di sini. Kau sudah jauh-jauh dan dibuat kerepotan pagi-pagi karena harus mencari makanan untukku, jadi kau juga harus makan. Atau kau tidak suka ini? Tidak mungkin. Rhys bahkan sangat menyukai ayam goreng ini dan dia bahkan memakannya tak berhenti dan kuat menghabiskan semuanya. Aku bahkan hanya sempat memakan dua potong ayam karena dia memakannya dengan cepat melebihi manusia yang sedang kelaparan karena tak makan selama berminggu-minggu." Isla tertawa pelan. Gadis itu kemudian menyodorkan salah satu potongan ayam kepada Tao. "Ini, makanlah. Ini masih hangat dan rasanya akan lebih enak. Kau akan menyukai ini, percayalah," ujarnya berusaha meyakinkan. Tao pun akhirnya pasrah saat Isla benar-benar potongan ayam itu di permukaan telapak tangannya. Tao perlahan menggigitnya dan mengunyahnya. Kedua pupil matanya sedikit melebar begitu rasa asing itu memenuhi setiap sudut mulutnya. Melihat reaksi Tao, Isla lantas tersenyum lebar. Ia puas melihat ekspresi Tao. "Benar, kan? Sudah kubilang kalau kau akan menyukai ini," ujarnya. Tao menatap Isla yang sudah kembali melanjutkan kegiatan makannya dengan begitu lahap. Hingga akhirnya Tao pun kembali menggigit ayam itu sembari sesekali menatap ke arah Isla. *** Aric dan Denzel hanya bisa menatap Kai yang memukuli sebuah pohon dengan wajah yang sudah memerah hingga ke telinga. Pria itu terlihat begitu karena sampai pagi ini tak ada satu pun yang berhasil mengendus keberadaan baik itu Isla maupun Tao. "Kalian tahu? Inilah alasan kenapa Tao dijadikan orang pilihan raja." Salah satu sudut bibir Kai pun perlahan naik. Pria itu kemudian kembali berkata, "karena dia adalah tameng yang sangat sempurna," lanjutnya. Dia bisa dengan begitu rapi menyembunyikan dirinya dan itu benar-benar terbukti. "Tapi, Kai. Tidak semua teknik yang dipakai Tao sudah benar-benar sempurna. Bagaimana pun, aku yakin kalau Tao pasti memiliki setidaknya sedikit kelemahan di dalam dirinya," ujar Denzel. "Iya, aku juga berpendapat yang sama denganmu. Hanya saja yang jadi masalahnya adalah, kita tidak tahu kelemahan jenis apa yang dimiliki oleh Tao," sambung Aric. "Kurasa tidak menutup kemungkinan kalau kelemahan Tao juga bisa berasal dari penghalang yang dia pasang. Kalian sendiri tahu, kalau setiap penghalang yang dipasangnya pasti akan selalu terhubung dengannya dan hal itu akan memudahkannya untuk mengetahui serangan musuh. Jika kita memang tak bisa menyerang Tao, tidak ada salahnya kita mencoba mencari sebuah titik di mana penghalang milik Tao yang terpasang di dalam tubuh Isla itu berada," jelas Denzel. "Tunggu, Denzel. Jika Tao saat ini memang sedang berada bersama gadis manusia yang bernama Isla itu, pasti Tao juga tidak akan tinggal diam saja tanpa melakukan sesuatu. Dia pasti melakukan sesuatu setidaknya dengan memasang sebuah penghalang untuk menyamarkan keberadaannya dan juga gadis itu." Aric menyahut. "Tao bukanlah lawan yang lemah. Dia memang tidak memiliki tipe kekuatan yang sama seperti aku dan Denzel, tapi tipe kekuatannya hampir sama sepertimu, Kai. Meskipun kau adalah penyerang jarak dekat sementara Tao adalah penyerang jarak jauh, tapi aku rasa mungkin kau bisa merasakan keberadaan di mana letak penghalang milik Tao berada dan ketika kau bisa benar-benar menemukan penghalang milik Tao itu, kau akan bisa sedikit lebih mudah menyerangnya dan pada saat itu aku dan juga Denzel akan membantumu." "Kita bisa menyerang titik utama pada tubuh Isla yang di mana di situ terdapat penghalang milik Tao dan tepat ketika saat itu tiba, kita busa menyerang Tao hingga penghalang di tubuh Isla hancur dan kau bisa mengeluarkan benda yang disembunyikan Tao," ujar Aric kembali. "Tapi, Aric, Kai, tidakkah kalian berpikir kalau ini terlihat begitu aneh? Tao bukanlah orang yang bisa dengan mudah menolong orang lain. Jika hal itu tak akan memberinya pengaruh apa-apa dan apalagi jika hal itu tak menguntungkan baginya, Tao tak akan pernah menurut. Tapi ini, dia, secara diam-diam menyimpan sesuatu dalam tubuh seorang manusia yang bahkan seperti yang kita tahu, Tao tak begitu mengenal gadis manusia yang bernama Isla itu. Jadi yang jadi pertanyaanku adalah, benda sepenting apakah yang disembunyikan Tao sampai-sampai dia harus menggunakan penghalang yang merupakan penghalang tingkat tinggi dan tak sembarang orang yang bisa menghancurkannya dengan mudah. Ini benar-benar aneh." Denzel menatap Aric dan Kai secara bergantian. Pemikiran itu sempat mengganggunya di beberapa jam terakhir selama pencarian Tao dan Isla dimulai, terutama saat Kai benar-benar mengatakan kalau sosok yang membantu gadis manusia yang bernama Isla itu melarikan diri. "Apa mungkin Tao menemukan sesuatu yang penting untuk Betelgeuse?" ujar Aric. "Tidak, Aric. Kurasa bukan itu yang dia simpan di dalam tubuh gadis yang bernama Isla itu. Jika memang dia menemukan sesuatu yang sangat penting dan benda itu memang memiliki potensi yang besar untuk kelanjutan kehidupan yang ada di Betelgeuse, dia pasti setidaknya akan memberitahu kita sejak jauh hari. Tapi dia justru seolah menyembunyikannya dari jangkauan kita semua. Bukankah begitu? Hal ini benar-benar semakin mengganggu pikiranku." Kai kemudian berujar. "Atau mungkin ... " Denzel tiba-tiba terpikirkan sebuah kemungkinan yang buruk. Pria itu menggantungkan kalimatnya seraya menatap Kai dan Aric secara bergantian. "Apa itu, Denzel? Apa kau terpikirkan sesuatu?" tanya Aric. Denzel terdiam selama beberapa saat, memikirkan apakah dia memang harus mengatakan ini atau tidak. Namun, hal itu benar-benar semakin mengganggu pikirannya. Pria itu pun seketika menelan ludah. Ia kembali menatap Kai dan Aric, sebelum akhirnya berkata pelan, "Bagaimana jika ternyata benda yang disegel di dalam tubuh gadis yang bernama Isla itu adalah ... buku peninggalan leluhur kita?" ujarnya. Pernyataan yang keluar dari mulut Denzel itu seketika membuat Kai dan juga Aric terkejut bukan main karena selama ini mereka semua tak pernah terpikirkan hingga sampai ke sana. Selama ini, Tao memang yang diberi tugas dan juga diberikan kepercayaan oleh raja mereka untuk menjaga buku peninggalan leluhur di Betelgeuse itu agar tak jatuh ke tangan yang salah. Lalu jika benar kalau Tao yang sudah menyegel buku itu di dalam tubuh Isla? Alasan kuat seperti apa yang pria itu gunakan untuk melakukan teknik penyegelan itu? Sedangkan Isla sendiri bukanlah bagian dari Betelgeuse, melainkan gadis itu adalah hanya mahluk biasa. Gadis itu hanyalah manusia biasa yang tergolong lemah dan jauh berbeda dengan para penghuni Betelgeuse. Rahang Kai seketika semakin mengeras. Jika hal itu benar adanya, maka ia sudah tak bisa lagi mempercayai Tao dan yang lebih parahnya lagi, Kai mungkin akan melaporkan pada raja untuk segera menetapkan Tao sebagai seorang pengkhianat yang diharuskan untuk menjalani hukuman karena melanggar perintah yang raja perintahkan padanya. Kedua tangan milik Kai mengepal kuat. Kedua bola matanya seketika langsung berubah menjadi warna merah menyala. "Aric, keluarkan semua anak-anak anginmu dan telusuri semua wilayah yang ada di Bumi ini. Kau akan akan memeriksa keberadaan Tao dan Isla dari darat. Denzel, gunakan uap air yang ada di sekitar sini untuk memancing Tao dan aturlah sebuah hujan. Sudah dipastikan kalau Tao akan menyadari pergerakan kita. Aku akan mencari Hugo dan menyuruhnya untuk memeriksa dari udara dengan menggunakan burung phoenix api miliknya. Dan kemudian Herc akan bergabung dengan kau, Denzel. Jadi sebelum itu aku sekarang akan mencari titik keberadaan penghalang itu berada." Kai membuang napasnya kasar dengan kedua tangan yang masih mengepal dengan begitu kuat. Usai mengatakan itu, mereka semua kembali berpencar. Kai kini sudah berteleportasi ke tempat yang lain untuk segera menemui Hugo. —TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN