Episode 8
#Kasandra
Waktu yang salah
Keesokan harinya Kasandra berangkat kerja dengan wajah murung. Gadis itu masih menyayangkan soal ponsel yang di buang oleh Luiz.
"Ternyata kau sudah datang." sindir Luiz.
Kasandra tak menyahut. Gadis itu buru-buru membereskan peralatannya dan berdiri di sudut ruangan.
"Aku sedang mengajakmu bicara, kenapa kau cuma diam?" bentak Luiz.
Randy yang sejak tadi mengikuti Luiz, tampak iba melihat Kasandra.
"Maaf pak." jawab Kasandra sambil membungkukkan tubuh.
Luiz mendengus sambil memeriksa berkas yang di berikan Randy. Tak lama kemudian, Randy membacakan jadwal yang harus diikuti Luiz hari ini. Diam-diam Kasandra mencuri dengar pembicaraan mereka. Dari yang Kasandra tangkap, sepertinya Luiz akan menghabiskan hari di luar kantor.
"Buatkan kopi!" perintah Luiz
"Kopi hitam dengan 1 sendok gula dan 1 sendok kopi." sambungnya.
Kasandra membungkuk sopan dan meninggalkan Luiz di ruang kerjanya. Sesaat Kasandra bisa menghirup napas lega. Bisa keluar dari ruang kerja Luiz adalah hal yang paling menyenangkan bagi gadis itu.
Sesampainya di dapur, Kasandra buru-buru membuat kopi agar Luiz tidak terlalu lama menunggu. Jika sesuai dengan apa yang dia dengar, 10 menit lagi, Luiz akan menemui pemilik tanah yang di incar oleh perusahaan miliknya.
Saat kembali ke ruang kerja, tampak Leon tengah menunggu dengan wajah khawatir.
"Dia tidak berbuat kurang ajar padamu kan?" tanya Leon begitu melihat Kasandra.
Kasandra buru-buru meletakkan kopi dan menghindari Leon ke sudut ruangan.
"Kau kenapa?"
"Saya tidak apa-apa pak Leon. Mohon jangan hiraukan saya." pinta Kasandra.
"Sejak kemarin ponselmu tidak bisa dihubungi, aku khawatir Kasandra."
Leon menyentuh bahu Kasandra pelan. Gadis itu memberanikan diri menatap Leon dengan mata berkaca-kaca. Kasandra terharu karena masih ada orang yang peduli dan khawatir dengan keadaannya.
"Ponsel gadis itu sudah hancur. Aku yang melakukannya." ucap Luiz angkuh.
Seketika Leon meradang. "Kau sudah gila Luiz..."
"Aku tidak punya waktu untuk bertengkar. Jika kau tidak sibuk, sebaiknya kau ikut ke lokasi untuk melihat lahan yang akan kita beli." potong Luiz.
"Kau saja. Aku punya janji dengan Raisa." ujar Leon kesal sambil berlalu.
Sepeninggal Leon, Luiz menggebrak meja dengan kasar dan menatap nanar ke arah Kasandra.
"Selama aku pergi, jangan berani-berani meninggalkan ruangan ini." ancam Luiz.
Kasandra hanya bisa mengangguk, tak berniat mengatakan apapun pada Luiz.
***
"Menurut bukti yang saya dapatkan, ternyata wanita itu adalah orang yang sudah dua kali menyelamatkan nyawa pak Leon. Pak Luiz bisa melihatnya melalui vidio yang saya kirim." jelas orang yang sedang menelpon Luiz.
"Baiklah, aku akan menghubungimu kembali jika ada masalah." ujar Luiz.
Buru-buru Luiz memutuskan sambungan telepon dan membuka vidio yang baru saja dia terima. Laki-laki itu tampak menganga menyaksikan keberanian Kasandra saat menolong Leon untuk yang kedua kalinya. Bahkan Luiz yakin, Kasandra pasti terluka cukup parah pada saat itu.
"Ternyata ini alasan kenapa Leon bersikeras mempertahankan wanita itu. Sepertinya aku sedikit keterlaluan. Tapi, takdir macam apa ini?" gumam Luiz.
Alih-alih langsung pulang, Luiz malah meminta supirnya berhenti di sebuah counter HP. Merasa harus bertanggungjawab atas ponsel Kasandra yang sengaja dia buang, Luiz akhirnya memutuskan untuk mengganti ponsel gadis itu.
***
Sesuai rencana, Raisa dan Leon akhirnya jalan-jalan di sebuah mall. Ingat tentang ponsel Kasandra yang sudah di rusak Luiz, Leon memutuskan membeli ponsel baru untuk gadis itu.
"Menurutmu ponsel apa yang disukai wanita saat ini?" tanya Leon pada Raisa.
"Kenapa? Apa kau akan menghadiahiku ponsel baru? Tapi aku tidak butuh itu Leon." canda Raisa.
Leon terkekeh. "Kau terlalu banyak uang untuk menerima benda seperti ini. Aku berencana mengganti ponsel Kasandra."
Seketika raut wajah Raisa berubah. Hanya saja, perubahan itu tidak diketahui oleh Leon.
"Kau menyukainya? Kalian pacaran? Kenapa kau membelikan petugas kebersihan ponsel?" tanya Raisa bertubi-tubi.
"Astaga! Kau seperti wartawan Raisa." cibir Leon.
Raisa memanyunkan bibir. "Kau menyukai Kasandra?"
Leon akhirnya tertawa melihat tingkah Raisa. "Panjang ceritanya. Yang pasti, kami tidak punya hubungan semacam itu."
Seketika Raisa menghela napas lega. Dia kembali untuk bersama Leon. Akan sangat menyakitkan jika pada akhirnya dia harus melihat Leon bersama wanita lain.
"Apapun alasannya, asal bukan karena kau menyukai gadis itu." ujar Raisa pelan.
"Kau bilang apa?" tanya Leon.
Raisa menggeleng. "Ah aku tidak mengatakan apapun."
Leon mengangkat alis sambil kembali sibuk memilih ponsel yang kira-kira akan disukai oleh Kasandra. Disampingnya, Raisa hanya bisa memperhatikan dengan tangan terlipat di d**a.
***
Kasandra sedang memijat kakinya sambil berdiri saat Luiz datang. Gadis itu buru-buru menegakkan tubuh dan membungkuk hormat.
"Ambil ini!" perintah Luiz sambil meletakkan bungkusan di atas meja.
Semula Kasandra tidak merespon ucapan Luiz. Kasandra mengira, Luiz sedang berbicara dengan Randy yang sejak tadi masih setia mengikuti laki-laki itu.
"Kau tuli atau pura-pura tidak mendengar?" bentak Luiz sambil menatap ke arah Kasandra.
"Bapak bicara pada saya?" tanya Kasandra memastikan.
Dengan kesal Luiz meminta Randy keluar sambil menghampiri Kasandra.
"Jika hanya kita berdua, apa sekarang kau mengerti kalau aku sedang mengajakmu bicara?"
Kasandra terdiam. Tak berani membalas ucapan Luiz.
"Ambil ponsel itu." tunjuk Luiz pada bingkisan yang tadi di bawanya.
Tanpa ragu, Kasandra menghampiri meja Luiz dan mengambil bingkisan yang Luiz maksud.
"Aku mengganti ponselmu karena memang sudah sepantasnya. Jangan merasa tersanjung apalagi sampai berpikir kalau aku punya hati untukmu." jelas Luiz.
Kasandra mendengus. "Sudah seharusnya bapak bertanggungjawab atas kesalahan yang bapak lakukan. Jadi saya akan menerima ponsel ini dengan senang hati."
Saat ingin membalas, Leon masuk tanpa mengetuk pintu. Alis Leon sedikit terangkat melihat bingkisan yang sedang di pegang Kasandra.
"Ini untukmu." ujar Leon sambil menyerahkan ponsel yang tadi dia beli ke tangan Kasandra.
"Apa ini pak Leon?" tanya Kasandra bingung.
"Ponsel. Aku harus membereskan kesalahan yang di buat oleh saudaraku." jelas Leon.
Luiz mendengus. "Selesaikan saja masalahmu sendiri. Jangan coba-coba ikut campur masalah orang lain."
"Maaf pak Leon, tapi pak Luiz sudah mengganti ponsel saya." ucap Kasandra menengahi.
Leon mengerutkan kening. "Benarkah? Coba ku lihat! Ponsel apa yang kira-kira bisa diberikan oleh orang pelit seperti Luiz."
Tanpa berpikir dua kali, Kasandra buru-buru menyerahkannya. Dengan tidak sabar, Leon membuka bingkisan dari Luiz.
"Wah ternyata kau murah hati juga." sindir Leon setelah melihat ponsel apa yang Luiz beli.
"Aku selalu bermurah hati untuk sesuatu yang sudah sepantasnya." balas Luiz.
Kasandra melongo. "Memangnya berapa harga ponsel itu?"
"Sebaiknya kau tidak tau." jawab Luiz.
"Itu benar. Kau tidak perlu tau berapa harganya. Yang pasti, kau pantas mendapatkan yang terbaik." sambung Leon.
Kasandra tak lagi bicara. Gadis itu kembali berdiri di sudut ruangan tanpa mengambil salah satu ponsel yang Luiz dan Leon berikan.
***
"Leon b******k!? Leon b******n!?" teriak Luiz sambil membanting apapun yang ada di depan meja.
Kasandra yang sudah bersiap pulang, berdiri mematung di pojokan dengan kaki gemetar. Bukan hanya takut, gadis itu juga sangat kelelahan. Hampir seharian Kasandra berdiri tanpa melakukan pekerjaan yang berarti.
Dengan ragu, Kasandra menghampiri meja Luiz sambil membereskan barang-barang yang baru saja dijatuhkan laki-laki itu.
"Siapa yang menyuruhmu membereskannya?" teriak Luiz.
Seketika Kasandra berhenti. Gadis itu mundur dengan gelisah saat Luiz berjalan mendekatinya.
"Bukankah kau menyukai Leon? Bagaimana kalau kita membuat kesepakatan?" tanya Luiz sambil mendorong tubuh Kasandra.
"Ti-tidak pak. Saya bersumpah saya tidak menyukai pak Leon." ujar Kasandra gugup.
"Rayu dia! Dapatkan hatinya! Kali ini aku menantangmu untuk melakukan itu. Jika kau berhasil menggodanya, aku akan menjadikanmu pegawai tetap." tawar Luiz.
"Pak-pak Leon bukan orang semacam itu. Lagipula saya tidak tertarik untuk menerima tawaran bapak." jawab Kasandra takut-takut.
Luiz mendengus. "Tidak tertarik? Bukankah kau punya senjata bagus untuk menjerat Leon? Dia berhutang nyawa padamu. Kau bisa memanfaatkan itu untuk merayunya."
"Maaf pak saya tidak bisa melakukannya. Jika bapak cemburu atas kedekatan pak Leon dan Bu Raisa, sebaiknya bapak cari cara lain." tegas Kasandra.
"Kau? Bagaimana kau bisa mengetahuinya? Kau menyelidiki kami?" tanya Luiz sambil menarik rambut Kasandra.
Kasandra meringis menahan sakit. Dengan susah payah, gadis itu berusaha melepaskan tangan Luiz.
"Saya bersumpah saya tidak pernah menyelidiki siapapun pak. Itu terlihat jelas dari raut wajah bapak." jawab Kasandra jujur.
Seketika Luiz melepaskan Kasandra dan kembali duduk di kursi kerjanya. Dengan ragu, Kasandra mengumpulkan kertas yang berserakan akibat ulah Luiz. Saat itulah, tak sengaja matanya menangkap kertas yang sangat familiar di ingatannya.
"Bu-bukankah ini kertas yang sama dengan kertas yang ada dalam genggaman Karla?" gumam Kasandra pelan.
To be continue...