Setahun setelah acara ruqiah massal.
Banyak hal yang telah berubah dalam hidupku. Salah satunya adalah aku lebih sering bermimpi yang aneh namun bisa membuat aku lupa daratan. Usiaku semakin bertambah dan tingkat kedewasaanku pun turut bertambah dewasa dalam gaya berpikir dan bertindak.
Semua orang terutama cewek, pasti jika tidur tidak lengkap tanpa ‘teman’ disisinya. Teman disini bisa bermacam-macam ya penafsirannya. Ada yang biasa tidur ditemani dengan guling kesayangannya, dimana guling itu bila dibuka sarungnya, akan terlihat berbagai macam ‘pulau’(bekas iler). Ada juga yang tidurnya biasa ditemanin dengan boneka, entah itu boneka si komo, teddy bear bahkan bisa jadi Annabelle atau yang rada romantis sedikit yaitu dengan guling Pocong, wew sekali ya.
Nah kalau aku, agak extreme sedikitlah, ditemani sesosok makhluk ‘astral’ atau istilah lainnya Makhluk Gaib (MG). Entah darimana asal muasal teman tidurku ini. Awal kehadirannya tak pernah kusadari kapan dia bisa ada dalam mimpi tersebut. Mungkin bisa jadi berawal dari mimpiku.
Malam itu mungkin adalah malam terindah dalam hidupku. Semua orang pasti mengharapkan mendapat mimpi indah pada setiap malamnya. Entah dalam mimpi itu kamu sedang sendiri mengalaminya atau bisa juga berdua dengan pacar atau orang yang kita sayangi. Masa itu aku masih menyandang status sebagai High Quality Jomblo.
Untuk anak yang sedikit tomboy seperti diriku wajar saja sih jika sampai saat ini tidak memiliki pasangan. Jikapun ada pasti tidak akan bertahan lama karena mereka jelas tidak akan betah mengikuti gaya hidupku yang slengean.
Entah dewi keberuntungan sepertinya sedang berpihak padaku atau memang sudah waktunya aku mendapat seorang pacar impian. Malam itu tanpa direncanakan aku bertemu dengan seseorang pria yang kegantengannya melebihi para pria di Drakor atau Bollywood sekalipun. Semuanya mah lewat dengan sesosok pria ini dan seumur hidup ku, baru kali ini aku menemukannya, meski itu hanya terjadi dalam mimpi.
Walau hanya dalam mimpi, aku merasakan kebahagiaan yang begitu sangat mendalam. Hingga ketika dalam keadaan tersadar pun bayangan cowok itu selalu ada dalam pikiranku. Hampir tiap hari aku bermimpi mengenai cowok itu, dan kejadiannya tidak hanya terjadi pada malam hari, bahkan siang ataupun pagi, intinya setiap aku dalam keadaan tak sadar atau tertidur.
Mimpi itu selalu hadir, hari demi hari, minggu beralih ke minggu lain. Bahkan hingga sebulan lamanya mimpi itu tak juga enggan pergi dari tidurku. Lama kelamaan aku merasa bosan dan sedikit terganggu juga dengan mimpi tersebut. Aku tidak tahu harus berbuat apa untuk menghentikan mimpi aneh tersebut. Mencoba diskusikan dengan Kak Mayang rasanya aku belum siap untuk di tertawakannya. Apalagi dengan ibu yang terlihat sibuk dengan sinetron atau drakor di layar ikan terbang.
Ada ide dalam kegalauanku saat itu yaitu ide untuk memiliki pacar sementara. Meskipun itu bertentangan dengan prinsip yang ku pegang selama ini. Bayanganku jika hidup harus di atur sang pacar, tidak boleh ini, tidak boleh itu dan segala macam bentuk proteksinya dengan alasan rasa sayangnya terhadap pacar, membuat aku harus nekad melakukannya.
Satu satunya cowok yang tersisa yang masih mau mendekati aku adalah Iqbal. Cowok manja yang gayanya bukan aku banget. Tapi saat ini hanya dia yang masih getol mendekati aku. Teman satu sekolah yang sebenarnya banyak juga yang naksir dengannya. Maklum, Iqbal adalah salah satu anak borju di sekolah. Setiap hari ke sekolah selalu gunakan si roda empat.
Barang yang menempel di badannya bukan barang murahan, hampir semua branded. Kulitnya yang putih bersih tidak ikut menambah nilai plus buat fisiknya. Wajahnya juga sebenarnya biasa biasa saja, standar umum cowok. Dan paling ku benci adalah rasa penakutnya, percuma jadi cowok kalau akhirnya penakut. Bagaimana ia bisa melindungi orang yang di sayangi jika dirinya saja tidak bisa menyayangi dirinya sendiri.
Sudah sering ku minta untuk menjauh, sama seperti cowok cowok sebelumnya yang getol mendekatiku. Meski ku katakana masih enggan pacaran tetap saja si Iqbal ga mau nyerah. Ku ancam dengan ngajak kelahi juga ia tak pernah takut. Bahkan ia semakin gencar memberikan hadiah demi hadiah khusus buatku. Jelas saja hal ini membuat teman teman dari kaum hawa pada ga terima jika Iqbal rela melakukan apapun untukku.
Guna menyiasati mimpi yang selalu mengganggu itu, rasanya ga ada salahnya untuk mencoba memiliki pacar. Apalagi aku hanya tinggal katakana yes, si Iqbal atau yang lainnya tidak akan berani menolaknya. Hingga akhirnya aku benar benar memiliki pacar meski itu tanpa rasa dalam hati ini. Aku juga harus siap siap menutup telinga rapat rapat karena pasti akan jadi bahan gossip di sekolah tersebut.
Iqbal yang mendengar ucapanku kala terima dia, langsung melompat kegirangan.
PLAKKK!
“Aduh, kenapa Ris?” tanyanya polos.
“Biasa aja babang, ga usah lebay gitu.” Sambil ku pelototi dirinya.
“Aku bahagia banget Ris makanya rada heboh.”
Dalam hati, iya kamu hepi tapi tidak buat aku. Untung saja suasana saat itu hanya kami berdua saja yang tahu, karena kami sedang berada dalam mobilnya. Jadi tidak ada yang tau terjadi tindakan kasarku terhadap Iqbal. Mau tidak mau aku mengikuti keinginannya yang mengajak aku ke tempat tongkrongan favoritnya. Untuk sementara rencanaku masih sesuai progress. Aku pikir sekalian mencoba nyaliku jika pacaran itu seperti apa sih rasanya. Apakah banyak manfaatnya atau tidak. Apalagi sisa waktu kami di sekolah hanya tinggal beberapa pekan lagi. Karena sebentar lagi akan ada ujian tahap akhir untuk kelulusan kami.
Jadi aku masih ada alasan nanti saat kami harus tamat sekolah SMA. Iqbal ku yakin pasti mau menerima kenyataan jika memang keadaan yang memaksa untuk berpisah. Tapi entah lagi jika ternyata Iqbal tetap setia meski nantinya kami sudah tidak sekolah lagi. Segala kemungkinan itu tetap ada, meski peluangnya fifty fifty.
Hari demi hari akhirnya aku menjalani pacaran bersama Iqbal, anak mama yang sebenarnya aku sangat anti punya cowok seperti itu. Tapi karena keadaan terpaksa aku harus coba menerima kenyataan dulu. Belum lagi para mulut nyinyir dengan nada negative terus bersliweran di lingkungan sekolah semenjak kami jadian.
Baru beberapa hari menjalani hubungan itu bersama Iqbal, ternyata berdampak juga pada mimpi yang selama ini menghantuiku. Tidak biasanya yang tiap hari sosok dalam mimpi itu hadir, tapi sejak punya pacar itu ia jarang lagi nongol dalam mimpi tersebut. Apakah rencana gabut tersebut berhasil? Entahlah. Mungkin bisa jadi ini hanya sementara. Tapi tetap ku coba jalani dulu hingga sampai mana situasi ini bisa kembali normal.
Kehidupanku mulai berubah sejak menjadi pacar dengan Iqbal. Cowok tajir yang masih mengandalkan kekayaan orang tuanya. Punya orang tua yang memiliki jabatan yang sangat strategis sebagai seorang kepala dinas di sebuah instansi pemerintahan. Tidak sulit jika ingin memiliki sesuatu tanpa harus bekerja keras. Apalagi ia anak tunggal dalam keluarganya, sudah pasti segala keinginan Iqbal akan di turuti bokapnya.
Hampir tiap hari aku mendapat barang branded dari Iqbal. Padahal aku sedikitpun tak pernah meminta dari dia untuk membelikan sesuatu. Meski itu barang yang sangat ku idamkan, aku berusaha tidak memanfaatkan keadaan. Walau ku tahu ia anak borju tetep enggan ku minta. Mengetahui pemberiannya di tolak, Iqbal sempat kecewa. Aku jadi ga begitu tega dengan melihat expresi itu. Mau tidak mau akhirnya aku harus bisa menerima semua pemberiannya. Tapi itu tidak hanya sampai disitu, jika ia tahu aku tak memakai pemberiannya tetap ia marah besar. Seakan tak menghargai pemberian orang.
Apalagi jika Iqbal sedang bertamu ke rumah, selalu saja ada yang ia bawa buat keluargaku. Syukurnya kedua orang tuaku bisa memahami, meski awalnya mereka juga sempat memberi warning untuk tidak terlalu berharap dengan seorang Iqbal. Karena orang tuaku tidak ingin anaknya kecewa yang punya pacar dari kalangan atas. Mengingat kehidupan keluargaku saat itu sangat sederhana.
“Suit suit, pacaran nih yeee… “ suara kak Mayang yang terus menggodaku jika melihat aku sedang pacaran dengan Iqbal membuat hati ini kadang kesal juga. Memang tidak ada yang tahu rencana yang sedang ku jalankan dengan menjadi pacar seorang Iqbal. Padahal biasanya aku paling terbuka dengan kakakku satu satunya itu. Tapi kali ini tidak, aku ingin belajar berdiri di atas kaki sendiri.
Selama menjadi pacarku Iqbal seperti memiliki kehidupan baru, ia begitu bahagia menjalaninya. Aku selalu di bawa ke tempat tongkrongan teman temannya. Dan list pertemananku juga turut nambah. Aku jadi banyak menambah kenalan baru. Jadi tahu bagaimana jadi anak gaul dengan kehidupan kalangan berada. Syukurnya aku tidak terpengaruh dengan gaya hidup mereka, karena masih sadar akan statusku yang hanya dari orang biasa.