Hati seorang Aksa

1250 Kata
Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Seharusnya aku sudah berada di rumah jam segini. Tetapi acara ini belum kelar, justru ini sepertinya akan capai klimaksnya. Nanggung juga kalau aku harus pulang sekarang. Paling sejam lagi bakal kelar nih acara dan ibu juga pasti kasih diskon lah khusus malam ini. Kan jarang jarang juga aku keluar malam, itupun jaraknya juga ga jauh. Selesai istirahat makan kembali acara di mulai. Aku yang masih semangat setelah mengisi bensin perut ini sudah tak sabar menyaksikan trik mereka selanjutnya. Kali ini adalah sesi terakhir dari acara tersebut. Warga masih ada yang ingin berobat dengan mereka. Kembali beberapa orang maju yang sudah terdaftar sebelumnya. Pasien kali ini yang maju hanya tiga orang. Usia mereka ada yang masih muda di bandingkan dengan para peserta pertama. Ketiga tiganya adalah wanita yang sudah berkeluarga dan hanya satu yang masih single. Satu yang single tadi yang paling mengejutkan ternyata orang yang begitu ku kenal. Namanya Ruby, gadis sombong yang paling cantik di kompleks kami. Meski ia seusia denganku tak pernah sekalipun gadis itu mau berteman denganku. Hanya lirikan tajam yang selalu ia berikan jika tiap berselisih pandang dengan mataku. Padahal kami teman satu sekolahan hanya ruangan saja yang bedakan. “Sakit apa dia, kok sampai ikutan acara beginian?” dalam batinku. Oh my ghost, ternyata sosok yang ku ajak ngobrol sudah tidak berada di tempatnya. Kemana dia perginya main selonong boy aja tanpa pamitan. Tanpa ku sadari jika di samping sudah tidak ada sosok yang menemaniku. Mungkin dia bosen menemaniku yang kepo banget dengan acara ini. Ketiga peserta ini di dampingi keluarganya masing masing. Satu persatu di tangani oleh masing masing praktisi yang berbeda. Setelah di beri air minuman yang di rapalkan doa oleh mereka, pasien ada yang mulai bereaksi. Aku mengernyitkan dahi makin penasaran dengan air yang mereka gunakan dan doa apa yang di baca hingga buat warga kompleks bisa seperti itu. Berapa banyak demit yang mereka undang  di acara ini. Rasanya melihat kehadiran mereka hatiku gatal ingin melibas mereka. Untung saja masih bisa menahan diri mengingat pesan sosok di sampingku tadi. Apalagi aku belum tahu kemampuanku sekarang meski saat itu sudah bisa melihat mereka yang tak tampak kasat mata. Sementara di sudut lain ada seorang pria yang tiada berkedip memperhatikan Riris sejak awal di mulai acara tersebut. Aksa, pemuda paling tampan di antara praktisi lainnya. Usianya sama dengan Riris. Kemampuan indigo sudah di miliki sejak kecil. Memiliki keahlian bela diri yang mumpuni selain mengobati orang. Memiliki postur tubuh yang ideal dengan tinggi 170 cm dan kulit sawo matang. Wajar saja jika para gadis di kompleks ku menggemari dirinya. Apalagi orangnya paling ramah di antara praktisi lainnya. Meski muda ia jadi orang kepercayaan di perkumpulan praktisi ini. Wajar saja sih ia jadi orang kepercayaan karena Aksa adalah keponakan dari ketua perkumpulan tersebut. Kemampuan yang ia miliki sebenarnya di dapat dari keturunan orang tuanya. Aksa hanya sendiri hidupnya karena kedua orang tuanya telah tiada saat ia kecil. Kematian keduanya tidak begitu ia pahami karena saat itu ia masih terlalu kecil untuk mengerti situasi dan kondisi saat itu. Semua masa kecilnya di habiskan di padepokan pamannya. Ia di besarkan oleh sang paman dan istrinya dengan didikan yang cukup keras. Apalagi sang paman sudah lama tidak memiliki keturunan. Dengan penuh kasih sayang Aksa di besarkan hingga saat ini jadi andalan dalam perkumpulan yang di miliki pamannya. Keahlian mengobati ia dapat dari belajar dengan pamannya yang memang ahli dalam pengobatan non medis. Perkumpulan yang di miliki pamannya sudah sangat terkenal hingga keluar daerah. Di samping pengobatan non medis ia juga membuka pelatihan bela diri untuk anak anak di sekitar rumahnya. Aksa juga yang selama ini banyak membantu dalam menjalankan usaha tersebut. Selama hidupnya Aksa tidak pernah memiliki perasaan aneh pada lawan jenis. Biasanya tak pernah ia mempedulikan segala bentuk perhatian dan lebay nya kaum hawa setiap ada acara begini. Tapi untuk kali ini ada seseorang yang membuat ia jadi penasaran untuk terus mengawasi sosok itu. Ya sosok yang di maksud tersebut adalah Riris si tomboy. Seperti ada hasrat untuk mengharuskan ia mengenal gadis itu lebih jauh lagi. Tapi di sisi lain ada rasa ragu dengan warning yang pernah di berikan pamannya mengenai wanita. Paman Aksa tak pernah memberikan izin setiap Aksa harus berurusan dengan yang namanya wanita. Selalu saja sang paman ikut terlibat di dalamnya. Ia tak pernah di beri kebebasan untuk bergaul dengan siapapun. Hidupnya selalu di putuskan oleh pamannya. Aksa tak ingin melawan setiap perkataan pamannya karena baginya sang paman adalah seorang pengganti dari orang tuanya yang telah tiada. Tetapi kesempatan kali ini ada rasa yang tak bisa ia pungkiri yang membuat ia merasa bahagia dari pada di waktu lain. Memandangi wajah Riris membuat ia merasakan sesuatu yang aneh. Entah rasa apa itu tapi tak pernah ia rasakan sebelumnya. Selama ini memang tak ada yang mampu membuat ia tersenyum lepas ketika bertemu dengan sosok wanita manapun. Aksa sedari tadi terus mengawasi setiap gerakan Riris. Mimic wajah setiap gadis itu menyaksikan kejadian demi kejadian di acara itu mampu membuat Aksa bahagia. Ia benar benar menikmati moment untuk pertama kali dalam hidupnya. Ia juga tak menghiraukan jeritan heboh penggemarnya. Padahal selama ini banyak yang menyukai dirinya tapi tak ada yang mampu menggetarkan hati seorang Aksa. “Aksa tolong focus pada kerjaanmu, jangan yang lain.” Tiba tiba suara paman membuyarkan lamunannya saat itu juga. Ia tak menyadari sedari tadi sang paman juga memperhatikan dia dan jalannya acara tersebut. “Ya paman.” Jawab Aksa gelagapan karena kedapatan ia tidak focus dalam acara tersebut. Kemampuan Aksa hanya mampu melihat sosok sosok tak kasat mata. Ia hanya bisa melihat tanpa bisa berkomunikasi dengan mereka. Beda halnya dengan pamannya yang memang menguasai semuanya. Ilmu yang lainnya ia dapat dari amalan yang pamannya berikan itupun tidak semua ia jalankan karena pada dasarnya Aksa enggan mendalami ilmu tersebut. Ada sesuatu hal yang masih mengganjal hatinya saat itu tapi tak pernah ia ungkapkan di depan pamannya. Ia sangat menyayangi pamannya sehingga enggan menyakiti hati sang paman meski itu sekedar bertanya. Aksa bingung untuk mengetahui nama gadis itu. Menanyakan hal itu pada panitia di masjid rasanya akan jadi gossip yang kurang sedap buat teman teman di perkumpulan pamannya. Ia tidak ingin sampai pamannya tahu kelakuannya tersebut karena terbentur oleh warning dulunya yang sudah pernah paman ucapkan. Mencoba mendekatinya juga rasanya mustahil dengan kondisi acara yang begitu ramai. Pasti nantinya akan jadi bahan pergunjingan buat perkumpulan pamannya. Namun Aksa tak kehabisan akal. Dengan nasi kotak yang di terima, ia lalu berikan pada Riris. Sebelumnya ia melihat Riris enggan memakan nasi kotak yang ia dapat. Kesempatan itu akhirnya datang juga. Majulah ia diam diam tanpa di ketahui oleh pamannya dan teman temannya yang lain. Sengaja memang ia memisahkan diri sementara dari praktisi yang lainnya. Jatah makan nasi kotak yang ia dapat kemudian ia berikan pada Riris. “Ini buat kamu. Ayo di makan!” kata Aksa agak sedikit nervous. Riris yang mendapat suguhan nasi kotak sangat terkejut menerimanya. Bukan pemberian itu yang membuat dia shock tapi adalah orang yang memberikan nasi kotak tersebut. Sosok idola dalam acara tersebut. Takdir telah pertemukan mereka, dua insan yang memiliki kemampuan spiritual. Tapi sayang moment tersebut tidak membuat Aksa tau siapa nama gadis yang telah ia berikan nasi kotak tersebut. Saking gugupnya ia lupa menanyakan nama gadis tersebut. Terlihat ia agak terburu buru karena khawatir ia di cari oleh pamannya dan teman temannya yang lain. Begitu juga dengan Riris, ia sampai lupa menanyakan hal yang sama dengan Aksa. Karena efek lapar yang ia derita saat itu bisa melupakan segalanya. Pikirannya saat itu hanya makan dan makan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN