"Berhentilah," ucap Shatoru pada Hayato saat sejak tadi anak itu menusuk pelan kulitnya dengan kayu ranting.
"Aku hanya mencoba membangunkanmu, aku takut kau mati," ucap Hayato dengan polosnya.
Shatoru terdiam, tak menjawab omongan anak itu. Meskipun begitu, dari balik topeng putihnya, ia melihat Hayato. Bocah polos yang masih sangat belia, sayang sekali ia harus meringkuk di tempat seperti ini. Lebih sayangnya sebentar lagi anak itu akan menjadi seorang b***k yang harus bekerja tanpa henti.
"Siapa namamu?" tanya Shatoru kemudian.
"Hayato Ryu," ujar Hayato kembali berbohong seperti yang seharusnya ia lakukan.
"Ryu?" ulang Shatoru setelah mendengar nama belakang Hayato. "Itu nama keluargamu atau hanya nama belakang?"
"Nama keluarga, dari klan Sukube."
"Jangan berbohong, tidak ada klan Sukube, dan Ryu bukan nama keluarga," kata Shatoru mulai memancing Hayato.
Hayato terdiam, memikirkan tentang Shatoru yang mengetahui bahwa nama belakangnya hanya sebuah kebohongan.
"Jujurlah, kita sama-sama seorang tawanan, siapa tahu ini permuan terakhir kita," sambung Shatoru.
Jujur? Hayato mulia berpikir ulang untuk mengatakan yang sebenarnya pada orang yang baru saja ia kenal, yang bahkan tak ia tahu namanya. Pesan sang ayah padanya agar tak mengatakan nama sebenarnya pada siapapun, karena menurut sang ayah itu akan itu akan berakibat fatal. Tapi, orang yang di depannya, terlihat begitu tahu dan nampak baik.
"Baiklah, namaku Hayato Shouta, dari keluarga Shouta klan Talut." Mendengar nama lengkap Hayato dengan gerakan cepat Shatoru mendekati anak itu, mata di balik topengnya langsung berkembang.
"Shouta? Klan Talut?" tanya Shatoru mengulang dan memastikan apa yang ia dengar tidak salah. Hayato hanya bisa mengangguk, apalagi saat ini Shatoru memagang erat kedua pundak Hayato. "Keturunan keberapa? Siapa nama Ayahmu?"
Setelah mendapatkan kedua pertanyaan itu sontak membuat Hayato melepaskan pegangan Shatoru. Ia mulai berpikir aneh dengan orang yang ada di depannya, kenapa begitu antusias dengan nama keluarganya?
"Kenapa? Kau nampak begitu penasaran, bahkan aku sendiri tak tahu namamu," ujar Hayato berusaha mengalihkan pembicaraan.
Shatoru duduk menghadap Hayato dengan wajah yang saling berhadapan, meskipun tertutup topeng Hayato yakin Shatoru melihatnya.
"Namaku Shatoru Shin, hanya gelandangan tanpa marga, dan panggil aku Paman. Sekarang katakan tentang keluarga Shouta dan klan Talut," kata Shatoru.
Shatoru nampak begitu baik dari ucapannya, meskipun Hayato masih sedikit ragu, tapi benar apa yang di katakan Shatoru mungkin ini pertemuan terakhir mereka.
Lalu Hayato menceritakan tentang dirinya yang terlahir dari klan Talut, keturunan kedelapan dari keluarga Shouta dan kehilangan seluruh klannya saat terjadi kebakaran hebat, tak ada yang tersisa selain dirinya sendiri, meskipun ia masih meragukan hal itu.
Shatoru dengan tenang mendengarkan tanpa sedikitpun memotong ucapan Hayato yang masih cadel. Pikirannya mulai melambung tentang klan Talut yang selama ini ia kenal, mungkin sudah lama sekali ia bertemu dengan salah satu dari mereka, tapi salah satu dari mereka adalah bagian dari hidupnya.
"Aku masih memiliki dendam dengan pembunuh keluargaku." Hayato mengakhir ceritanya.
"Apa Ayahmu bernama Ryoichi Shouta?" tanya Shatoru lagi, dan lagi-lagi Hayato hanya bisa mengangguk.
"Dari mana Paman tahu nama Ayah?"
"Tidak penting itu, besok kita akan kabur dari sini, kubawa kau menemui takdir dendammu."
Mendengar ucapan Shatoru yang begitu meyakinkan, Hayato dengan mata berbinarnya nampak ikut bahagia. Lalu Shatoru menjelaskan tentang rencana yang akan mereka lalukan nanti dan akan pergi kemana mereka setelah ini.
***
Keesokan harinya, setelah terdengar tapal kaki kuda menjauh, pertanda si penjual b***k dan si kusir pergi. Saat itulah pintu ruang bawah tanah terbuka, seorang perempuan bernama Ayami datang mendekat, sambil membawa nampan yang berisi makanan.
"Kalian makanlah, aku yang memasak ini," ujar Ayami sambil menaruh nampan itu di bawah besi penjara.
Hayato menatap Ayami sesaat, lalu bergantian melihat Shatoru sebagai suatu isyarat, kemudian Hayato berteriak kencang sambil memegang perutnya, berusaha menangis dan merintih.
"Hayato," ucap Shatoru mendekati Hayato yang kini terbaring dengan kesakitan.
Ayami yang melihat hal itu nampak panik dan bingung, tak tahu harus berbuat apa, sementara teriakan Hatayo terus mengencang.
"Kenapa dia?" tanya Ayami panik.
"Sepertinya perutnya sakit, ia mengeluh sejak kemarin. Dia harus diobati, jika tidak dia akan mati," ujar Shatoru berbohong, memulai dramanya.
"Tapi, aku tak punya obat untuk sakitnya," kata Ayami masih dengan kebingungan.
"Aku bisa membantu, tapi bawa dia keluar dulu dari sini dan baringkan dia."
"Aku tak mungkin membuka penjara ini, nanti Tuan akan marah padaku.. karena.."
"Dia akan lebih marah padamu jika anak ini mati," potong Shatoru pada ucapan Ayami
Ayami memikirkan sesaat, benar apa yang di katakan Shatoru tapi ia juga masih bingung, sementara Hayato terus berteriak. Dengan pikiran yang mantap, Ayami membuka pintu penjara itu dengan kunci yang senagja di beri si laki-laki penjual b***k.
Dengan lekas Ayame membantu Hayato berdiri, dan tanpa di sadarinya Shatoru memukul keras tengkuknya, membuat Ayami terjatuh dan tak sadarkan diri.
Melihat hal itu Hayato dan Shatoru menghentikan drama mereka, dengan pelan menyeret tubuh Ayami masuk kedalam penjara dan mereka keluar dari sana. Di kuncinya tubuh Ayami di dalam penjara.
Hayato dan Shatoru tersenyum, lalu berjalan mengendap naik keatas, seperti seorang mata-mata mereka melihat sekeliling, memang tak ada siapapun, suara kuda yang mereka dengar milik si penjual b***k belum juga kembali.
"Kita akan pergi ke Desa Yondama, di dekat hutan Tabu," ujar Shatoru, saat ia dan Hayato sudah menjauh dari rumah itu, dengan sedikit berlari.
Perjalan menuju desa Yondama di dekat hutan Tabu, cukup jauh bahkan memakan waktu beberapa hari, karena desanya yang berdekatan dengan gunung hitam tak jauh dari perbatasan, bahkan mereka harus melewati beberapa kota.
Mereka terus pergi sejauh mungkin, agar tak ada orang-orang dari si laki-laki penjual yang mengetahui mereka.
Sementara beberapa jam kemudian, laki-laki itu datang, mendapati rumahnya sepi, Ayami pun tak nampak, suara Hayato pun tak ada. Ia bergegas turun keruang bawah tanah, dan mendapati Ayami di sana bukannya Shatoru dan Hayato.
Dengan geram ia kembali naik, membiarkan Ayami yang belum sadar.
"Kusir, kita pergi kekota, temui militer," ucap laki-laki itu dengan geram.
"Kenapa?" tanya si kusir tak paham.
"Dua orang itu kabur, jika mereka mengatakan pada semua orang kita akan ada dalam masalah," ujar laki-laki itu lagi.
Si kusir paham, kemudian keduanya pergi ke kota untuk menemui beberapa militer yang bekerja sama dengan mereka. Karena jika sampai terbongkar penjualan b***k itu, bukan hanya si laki-laki yang mendapat masalah tapi juga beberapa militer.