4. Aku Bahkan Berpikir Dia Pria Panggilan

1184 Kata
“Selidiki apa yang membuat gadis itu menikah denganku, aku ingin tahu segala informasi tentangnya.” “Baik Tuan” “Aku yakin, ada sesuatu disembunyikannya, aku ingin tahu itu. Apalagi dia ingin menyembunyikan pernikahan kami, aku pernah melihatnya di sebuah penghargaan nobel, dia memenangkan penghargaan sebagai artis terfavorit beberapa tahun berturut-turut.” “Dua tahun ini aku tidak pernah lagi mendengar tentangnya setelah dia hiatus, aku hanya tahu dia memiliki tunangan anak dari Green Entertainment. Cari tahu, apa yang terjadi.” “Aku akan menyelidikinya, Tuan!” River menatap ke arah luar jendela mobil, ia memikirkan sesuatu. “Ah, benar. Beritahu padanya, aku telah menikah. Kirimkan foto pernikahan, dan juga bukti surat pernikahan.” River menyandarkan sikunya di sandaran tangan, mengusap bibir, menggigit bibir bawa, tersenyum, rasa manis bibir Sea tertinggal di bibirnya. Sesuatu membuat dirinya penasaran pada wanita yang baru saja turun dari mobilnya, masuk ke gedung Apartemen. Jarinya mengusap bawa bibir. Kembali River mengingat kejadian semalam di kamar hotel, sentuhan yang membuat Sea merasakan embusan serta desahan, sentuhan hangat menyapu segala hasrat yang ada pada mereka berdua. Ranjang berderit menjadi saksi penyatuan di antara mereka melakukan penyatuan hangat, mendebarkan. Dia ingin kembali mengulang hal itu. Bukan tentang kesalahan, tapi sebagai pasangan suami istri. Dia menginginkan malam yang hebat, akan segera terjadi. Sea melangkah cepat masuk ke dalam Apartemen, pipinya terasa hangat, tangan memegang kedua pipinya. Perkataan River, mampu membuatnya tersipu malu. Gadis itu berhenti tepat di depan pintu, kenangan semalam tentang apa yang terjadi di dalam sana, rasanya tidak ingin tinggal di tempatnya, kamar tidurnya menjadi saksi percintaan, membuatnya merasa jijik. “Tiga bulan, aku pasti akan membuat kalian meminta maaf,” ucapnya sambil menekan sandi. Surat pernikahan tentang dirinya, tidak ada padanya, River yang memilikinya hal itu pula baik baginya, jika Gavin menemukannya akan sangat membuat sandiwaranya terbongkar. Baru saja dia membersihkan pintu, terdengar bel pintu berbunyi berkali-kali. Seorang pria nampak kesal karena menekan sandi, tapi berkali-kali salah. Ditangan kanannya tengah memegang buket bunga. “Kenapa dia mengganti sandi, tidak biasanya dia mengganti sandi,” gerutu pria itu kembali menekan sandi, tetap saja salah. “Sial,” umpatnya. “Sea … kamu di dalam? Aku tidak bisa masuk, kamu mengganti sandinya,” serunya. Sea melihat dari dalam apartemen menatap, membuat pria itu menunggu cukup lama, sedang pria di luar telah kesal karena telah membunyikan bel, dan tidak mendapatkan jawabannya. Ceklek! Rambut basah, tengah dikeringkan menggunakan handuk saat Sea membuka pintu. “Maaf, aku tidak datang untuk mengurusi surat pernikahan kita,” ucapnya pria itu sambil menyerahkan buket bunga pada Sea, menarik pinggang gadis itu kemudian akan mencium bibir Sea, tapi gadis dihadapannya memilih menjauh, memasang wajah kesal. “Kau tahu ini telah kita rencanakan sejak lama, tapi kau tidak datang, memilih untuk hadir di acara wawancara itu.” Sea seketika emosi, dia ingin meluapkan sedikit kekesalahannya. Sea bertingkah tengah marah, dia ingin menunjukan sebuah wajah ketika pasangannya tidak datang di hari penting. “Aku minta maaf, tapi aku harus hadir di sana, kumohon kau mengerti. Ini untuk masa depan kita, aku mohon kamu pengertian padaku.” Menyilangkan tangan di depan d**a, menatap penuh kesal pria itu. “Masa depan? Itu untuk masa depan kalian berdua, dasar pria b******k,” umpat Sea membatin. Andai dia bisa mengatakan hal itu secara langsung, dia ingin pria itu tahu, jika dirinya benar-benar kesal, dia ingin memaki pria tepat berdiri dihadapannya, tengah memohon maaf darinya, jelas maaf itu adalah bagian dari sandiwara. “Kumohon, jangan marah padaku. Aku tidak tenang, jika kau marah padaku.” Gavin berusaha untuk memohon pada wanita di hadapannya. “Memohonlah, aku ingin melihat seberapa banyak usahamu.” Gavin terus memohon, meminta maaf padanya. “Baiklah, aku tidak marah padamu,” ucapnya. Senyum pun terukir di wajah pria itu. “Terima kasih, Sayang,” seru Gavin memeluk Sea, membuat gadis itu muak melihat sandiwara pria itu. Gavin duduk di sofa, menghidupkan tv. Sea membawa minuman untuknya. “Kenapa kau mengganti sandinya, aku tidak bisa masuk.” “Ada pencuri.” “Hah? Pencuri? Apa ada yang hilang?” “Tidak ada yang hilang. Hanya saja, ranjangku berantakan, dia seakan tengah mencari sesuatu di ranjang.” Gavin terdiam, dia lupa merapikan kembali ranjang Sea setelah dirinya dan Angel bercinta. Sea melihat raut wajah itu. “Syukurlah, jika tidak ada yang hilang.” “Dasar pria b******k,” umpat Sea. “Aku ingin tahu, sampai kalian berdua bersandiwara di depanku.” “Aku minta maaf, aku tidak bisa lama di sini. Aku harus kembali ke kantor.” Gavin tengah menghindari gadis itu, dia tidak ingin berlama-lama bersama Sea, begitu pula dengan Sea, dia tidak ingin jika Gavin berada di Apartemennya. “Pergilah, akupun muak melihatmu di sini. Jika aku telah melihat kalian berdua hancur, saat itu aku akan menjadi orang pertama melihatnya.” Punggung Gavin tidak lagi terlihat di balik pintu. Sea menghela nafasnya, dia tidak percaya benar-benar tengah berakting. Ponselnya berdering, memperlihatkan sebuah nama di sana. ‘River’ memanggil. Begitu cepat dirinya menswipe. “Aku mengirim seseorang menjemputmu, mungkin mereka telah sampai. Bersiap-siaplah,” ucap River dari seberang telpon. Pria itu tengah duduk di sofa, menyilangkan kakinya. “Kenapa begitu cepat?” “Lebih cepat lebih baik. Sebenarnya, aku ingin kau ikut denganku, bertemu seseorang.” Sea terdiam. “Bertemu seseorang?” batinnya. Sebuah mansion menjadi tempat berhenti mobil River, Sea melirik ke arah pria di sampingnya. Tidak ada ekspresi, datar, tatapan mata tenang. Suaminya, seperti sebuah air di danau, tenang menghanyutkan. Mereka berdua keluar, saat sopir membuka pintu mobil. Tangan Sea meraih lengan River, kemudian berjalan bersama masuk ke dalam. Beberapa pelayan menyambut mereka, memberi hormat. “Selamat datang, Tuan Muda.” Mata Sea tertuju pada seorang pria tua duduk di ujung meja panjang. Tidak ada siapapun di sana, kecuali pria tua itu. “Kau datang membawa istrimu?” “Ini Seana Anaka!” River menjawab begitu tegas dan dingin, singkat padat dan jelas. “Apa pekerjaannya?” River melirik ke arah Sea yang berada di sampingnya. “Dia seorang artis.” “Artis?” “Ya, dia sedang hiatus.” Pria tua itu menatap ke arah Sea, membuat wanita itu merasa tidak nyaman. Tatapan yang cukup tajam, Sea berusaha untuk tidak terintimidasi. “Duduklah.” River menuntun istrinya duduk, berdekatan dengan pria yang dipanggil oleh River sebagai ayah, kemudian dirinya memilih berada di seberang meja, tepat di depan Sea. River anak paling bungsu, keluarga Reanor, memiliki lima orang kakak. “Apa yang membuatmu menikah dengannya?” Sea baru saja duduk, di suguhi pertanyaan dari ayah River membuatnya sedikit canggung. “Karena dia tampan,” Sea menjawab sambil cengengesan, River melihat itu dari seberang meja, tersenyum tumpul. Semua orang tahu, jika dia tampan. Ayah River terdiam, tidak ada ekspresi di wajahnya. “Sebenarnya …” Perkataan Sea terhenti, membuat ayah River penasaran apa yang akan dikatakan oleh istri anaknya. “Dia gila, aku tidak pernah menemukan pria seperti dirinya sebelumnya.” River mendengar hal itu, terbelalak kaget. Bagaimana tidak, dirinya dianggap gila. “G-gila?” “Ya, gila.” Seketika pria itu tertawa terbahak-bahak. “Yayayay … kamu benar, dia memang gila.” “Aku bahkan berpikir dia pria panggilan.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN